Antara Peniti Dahlan dan Gemuruhnya Kebangkitan

Penulis Koesnan Soekandar (kiri) bersama Dahlan Iskan saat bertemu di acara rutin bulanan CoWas JP yang diadakan di rumah Agus Mustofa pada tanggal 20 Desember 2015.

COWASJP.COMSAHABAT, setiap tanggal 1 Juli, hampir bisa dipastikan di gedung Graha Pena Surabaya dan Jakarta, terdengar suara riuh rendah di antara tumpeng dan kue kue yang legit. Memang,  ulang tahun Jawa Pos jatuh pada 1 Juli dan kini sudah menapaki usia 67 tahun dan tinggal hitungan bulan saja.

Tapi di balik itu semua, perjalanan dan gemuruhnya kebangkitan Jawa Pos dan semangat yang luar biasa dari  Dahlan Iskan rasanya masih membekas di benak sisa sisa "Laskar Pajang". Yach sisa sisa "Laskar Pajang" adalah sebutan bagi para perintis" Jawa Pos angkatan 80 an. Hem..saya masih ingat betul betapa bersahajanya penampilan Dahlan waktu itu. Sehingga tak seorang pun yang memanggilnya: Bos.

Waktu itu hari Senin minggu pertama di bulan April 1982 untuk pertama kalinya Dahlan menginjakkan kakinya di redaksi Jawa Pos Jl. Kembang Jepun 167 Surabaya. Langkahnya tegap dan cepat ketika menaiki tangga tegel yang sudah buram. Kedatangan laki laki asal Magetan ini untuk menemui para wartawan di lantai dua. Sekali-sekali dia membetulkan songkoknya yang sudah pekat itu. Tak banyak bicara memang, satu per satu wartawan disapanya. Tak sampai setengah jam "say hallo" itu usai sudah. Maklum wartawan plus redaktur Jawa Pos ketika itu tak lebih dari 16 orang.

Terus terang, ketika itu saya sedikit terperanjat. Bayangkan, seorang yang mulai hari itu resmi pimpinan Jawa Pos, penampilannya sangat sangat sederhana. Maaf paduan busananya pun jauh dari kesan matching.

Bayangkan bajunya biru muda dengan lilitan jacket cokelat di leher. Dan itu lho celananya abu abu dipadu dengan sepatu sandal cokelat buram. Saya menduga sepatu sandal yang dipakai itu buatan pengerajin Magetan.

Nah, kemudian tanpa basa-basi dia mendekati para wartawan yang asyik membuat berita di atas mesin tulis tua merk Brother. Uniknya tiba tiba dia memeriksa tulisan saya, dan semula saya kaget juga. Akhirnya saya sadar bahwa mulai hari itu dia berhak memeriksa tulisan saya. Meski saya lebih awal empat tahun bergabung di Jawa Pos.

Berawal hari Senin itulah, abahnya Azrul Ananda dengan cepat penuh gelora membenahi redaksi, pemasaran, iklan dan percetakan. Kecepatan ide dan tindakannya itu persis dilakukan ketika lelaki bertinggi badan 172 Cm ini menjabat Dirut PLN maupun saat dipercaya SBY sebagai menteri BUMN.

Pendek kata, dengan  kecepatan ide ide yang terpadu dengan gejolak tindakannya, tak pelak lagi membawa perubahan mendasar di semua lini Jawa Pos.

Saya pun masih ingat, 10 hari setelah memimpin Jawa Pos; tiba tiba lelaki tegap ini menulis sendiri berita yang waktu itu belum dikenal oleh media di Jawa Timur. Tulisan Dahlan hari itu disebut features. Nah dengan begitu mulai hari itu Jawa Pos punya berita bernafaskan feafures. Features pertama yang kebetulan ditulis Dahlan berupa suasana ketika Gubernur Wahono (Alm) mantu yang dilengkapi foto Tri Marjono (Alm ) hasil jepretan Dahlan sendiri. Tentu saja hasil karya mantan kepala biro Tempo Jawa Timur itu yang tampil di kaki halaman pertama Jawa Pos itu jadi tonggak sejarah gemuruhnya kebangkitan Jawa Pos. 

Karena itu tak pelak lagi demam features mulai melanda di kalangan wartawan. Sayangnya, tidak semua tertular virus features. Rupanya ketika itu etos kerja beberapa wartawan Jawa Pos belum sepenuhnya terbangun. Tapi nuansa kebangkitan tetap menggema. (bersambung )

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda