Ombudsman Jatim Jemput Pengaduan Stunting, Ngantor di Balai Desa di Malang

Sosialisasi Ombudsman RI Jatim siap menerima pengaduan stunting di Balai Desa Srigonco, Kabupaten Malang, Selasa 14/5/2024. (FOTO: Ombudsman RI Jatim)

COWASJP.COMMALANG. Ombudsman RI berupaya tidak pasif menunggu pengaduan masyarakat. Kali ini, Ombudsman RI turun ke lapangan menjemput pengaduan penanganan gizi buruk (stunting) di Desa Srigonco, Bantur, Kabupaten Malang. 

Sejak Senin 13 Mei 2024, Ombudsman RI Jawa Timur ngantor di balai desa untuk memantau sekaligus mengawasi pelayanan dalam penanganan stunting.

"Selama tiga hari, kami melakukan sosialisasi dan menyampaikan informasi bahwa Ombudsman siap menerima pengaduan stunting. Anda mendapati balita stunting yang belum tersentuh penanganan, silakan mengadu ke kami," kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur Agus Muttaqin. Hal ini disampaikan dalam kegiatan sosialisasi Ombudsman On The Spot di Balai Desa Srigonco, Kabupaten Malang, Selasa (14/5). 

Acara diikuti puluhan kader posyandu, staf/pimpinan puskesmas, jajaran dinas kesehatan, seluruh kepala desa/camat, dan dinas pemberdayaan desa (PMD). 

Dari data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi stunting di Jawa Timur 17,7 persen, atau setara 1 dari 6 balita mengalami gizi buruk. 

Data ini di atas target penurunan stunting pada 2024 sebesar 14 persen, sesuai PP No 72/2021 tentang Tim Percepatan Penurunan Stunting. 

Di Jawa Timur, wilayah stunting tertinggi adalah Pemkab Probolinggo 35,4 persen, yang terendah Pemkot Surabaya 1,6 persen.

Tim percepatan penurunan stunting melibatkan 23 kementerian/lembaga (K/L). Ombudsman termasuk di dalamnya. Keterlibatan Ombudsman tentunya sesuai kewenangan dalam pengawasan pelayanan di fasilitas kesehatan (faskes) puskesmas dan rumah sakit (RS) milik pemerintah, yang menjadi ujung tombak penanganan stunting.

Menurut dia, Ombudsman mendorong upaya pencegahan stunting melalui sosialiasi pengaduan pelayanan faskes. Ombudsman juga menerima dan menindaklanjuti laporan masyarakat terhadap keluhan yang terjadi saat memperoleh hak-hak pelayanan stunting. 

"Kami mengawasi pelayanan faskes agar tidak terjadi maladministrasi," katanya.

Agus menjelaskan, ada tiga objek yang bisa menjadi materi pengaduan stunting. Pertama, ketidakmampuan petugas faskes untuk identifikasi risiko yang tepat terhadap balita rawan stunting. "Misalnya, ada petugas kesehatan tidak kompeten sehingga kasus stunting tidak terdiagnosis atau terlambat penanganan," kata Agus.

Kedua, penyimpangan prosedur pemeriksaan pertumbuhan balita sehingga data seperti tinggi dan berat badan dimanipulasi atau tidak dicatat dengan benar.

Ketiga, tidak mendapatkan akses pelayanan. 'Ini contohnya bisa berupa tidak diberikannya layanan yang diperlukan dari puskesmas atau rumah sakit pemerintah kepada pasien stunting," ujar mantan wartawan itu.

Menurut Agus, seluruh warga Jawa Timur memiliki hak untuk medapatkan pelayanan yang baik dalam penanganan stunting. Berbagai tindak maladministrasi seperti ketidaktepatan identifikasi, penyimpangan prosedur, hingga tidak mendapatkan akses pelayanan dapat diadukan ke Ombudsman. 

"Kami terbuka terhadap aduan-aduan masyarakat. Apalagi saat ini ada program penanganan stunting. Silakan lapor ke kami melalui nomor WA 0811-9593-737 atau langsung ke kantor di Jalan Ngagel Timur 56 Surabaya, apabila anda mengalami keluhan layanan dalam bentuk apapun," ujarnya.

Selain itu, lanjut Agus, Ombudsman membuka kanal online pengaduan stunting. Yakni, call center 117, telepon gratis (free call) 0800-1-137-137, WA kantor pusat 0821-3737-3737, email [email protected], atau form pengaduan online https://ombudsman.go.id/pengaduan/. 

Sementara itu, Kabid Kesejahteraan Masyarakat Dinkes Kab Malang Gunawan Djoko Untoro mengatakan, Kab Malang memiliki 20 program penurunan angka stunting. Di antaranya, perencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi (P4K), jaminan persalinan (Jampersal), manajemen terpadu balita sakit (MTBS), kemitraan bidan dan dukun, penyeliaan fasilitatif dan bimbingan teknis, audit maternal perinatal (AMP), program pencegahan penularan ibu ke anak (P3IA). 

Selanjutnya, pelayanan anak usia sekolah, pelayanan remaja, konselor ASI, pemberian makan bayi dan anak untuk kader kesehatan, bulan timbang, pemberian tablet tambah darah, pemberian makanan tambahan, pemberian vitamin A, monitoring garam, imunisasi, posyandu, ANC terpadu, dan sanitasi total berbasis masyarakat (STBM). 

‘Kami mengapresiasi inisiatif Ombudsman ikut mengawasi pelayanan dari program-program kami tersebut,’ ujar Gunawan. (*)

Pewarta: Humas Ombudsman RI Jatim.

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda