Tafakur Ramadhan (7)

Belajarlah Mengikhlaskan Ibadah

ILUSTRASI: Ikhlas (Foto: wordpress)

COWASJP.COMALHAMDULILLAH, kita sudah memasuki hari ketujuh puasa Ramadhan. Semoga seluruh rangkaian ibadah yang sudah kita jalani beberapa hari ini memperoleh ridha-Nya. Dan lantas menghasilkan dampak baik bagi kesehatan tubuh kita secara lahiriah. Serta, kualitas ketakwaan secara batiniah.

Ya, begitulah rasanya, ketika kita melakukan sebuah ibadah dengan penuh keikhlasan. Waktu terasa berjalan begitu cepat. Tahu-tahu, puasa kita sudah berjalan seminggu. Yang demikian ini berbeda dengan orang-orang yang tidak ikhlas dalam menjalani ibadahnya. Hari-hari berjalan lambat. Bahkan sangat lambat. Bergantung pada tingkat keterpaksaannya. Semakin terpaksa, semakin terasa lambat. Sehingga di dunia maya pun beredar meme yang mengambarkan betapa masih lamanya hari lebaran tiba. Setiap hari berhitung mundur: Lebaran masih kurang 23 hari. Masih kurang 22 hari. Kurang 21 hari. .. 20 hari ... 19 hari. Oooh, betapa lamanya..!

Ini sangat berbeda dengan orang yang melakukan ibadah puasa dengan penuh keikhlasan. Bahkan kerinduan. Ia begitu menikmati saat-saat ibadahnya. Sehingga, waktu terasa berjalan demikian cepat. Rasanya masih belum terlampiaskan kerinduan hatinya, tiba-tiba Ramadan sudah berjalan seminggu lamanya. Oooh, kok cepat sekali ya ..?

Kualitas keikhlasan dalam beribadah ternyata memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kualitas pencapaian. Orang-orang yang menjalankan ibadah dengan terpaksa tidak akan memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Bahkan, seringkali malah terjadi sebaliknya. Katakanlah, orang yang berpuasa dengan cara terpaksa. Bukan kesehatan yang bakal diraih, melainkan malah jatuh sakit. Kenapa? Karena, keterpaksaan itu akan menimbulkan stress. Dan stress bakal memicu ketidakseimbangan sistem homeostasis di dalam dirinya. Hormon-hormon dan neurotransmitternya bakal bekerja secara anomali.

Misalnya, orang yang berpuasa dengan terpaksa, asam lambungnya akan keluar lebih banyak dalam waktu yang tidak tepat. Sehingga, memicu munculnya atau kambuhnya penyakit maag: mules, kembung, perih, panas, dan boleh jadi luka di dinding ususnya. Bahkan, tidak jarang memunculkan rasa pening, meriang, badan lemas, serta semangat yang melemah. Lantas, mengganggu berbagai aktivitas sehari-harinya.

Ini berbeda dengan orang yang menikmati puasanya. Rasa ikhlas dan sikap menikmati ibadah itu akan memunculkan mekanisme hormonal yang memicu produksi serotonin dalam tubuhnya. Efeknya, akan membuat kita merasa nyaman dan bahagia. Jauh dari stress. Selain itu, tubuh juga akan memproduksi endorfin yang berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi rasa sakit. Dan, tak kalah pentingnya adalah diproduksinya dopamin yang menyebabkan perasaan kita menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan ibadah yang telah kita niatkan, dengan riang gembira.

Coba, perhatikan betapa pentingnya 'keikhlasan' dalam menjalankan ibadah itu. Dampaknya luar biasa. Bukan hanya secara batiniah, tapi juga lahiriah. Sebuah aktivitas spiritual yang melahirkan keseimbangan hormonal bagi kesehatan: lahir dan batin. Kualitas jiwa bakal berpengaruh pada kualitas tubuh. Demikian pula sebaliknya, kualitas tubuh bakal berpengaruh pada kualitas jiwa. Tapi, ternyata 'jiwa' lebih kuat memengaruhi tubuh, dibandingkan pengaruh tubuh pada jiwa. Orang yang jiwanya kuat, bisa mengondisikan tubuhnya dengan baik. Namun, orang yang jiwanya lemah, tubuhnya pun bakal sakit-sakitan. Sakit dikarenakan pikiran: psikosomatis.

Maka, belajarlah mengikhlaskan perbuatan. Khususnya ibadah. Lebih khusus lagi, saat ini, puasa kita. Mumpung berada di bulan Ramadan. Bulan penuh rahmat yang disediakan Allah untuk memperbaiki kualitas diri kita lahir dan batin. Ternyata, kunci suksesnya berada di dalam jiwa kita sendiri: keikhlasan. Persis seperti diungkapkan Allah di dalam Qs. 2: 184 ~ "...Barangsiapa melakukan kebajikan (ibadah) dengan rela hati (ikhlas), maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."

Maka, PERTANYAAN yang harus Anda jawab kali ini adalah:

1. Di ayat manakah Allah memerintahkan kita untuk belajar mengikhlaskan segala ibadah dalam proses beragama kita?

2. Bagaimana caranya agar kita bisa melakukan semua ibadah kita itu dengan ikhlas? Bukankah keikhlasan tidak bisa dipaksakan?

Kemudian, untuk PEMENANG hari keenam jatuh kepada Mahfud Yppi

1. Di ayat manakah Allah berfirman bahwa segala perbuatan yang kita lakukan itu sebenarnya adalah untuk kebaikan atau keburukan kita sendiri

Jawaban: 1. Q.S. Al Isra'(17) : 7 : " Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka ( kejahatan ) itu bagi dirimu sendiri".

2. Di ayat mana pula disebutkan, bahwa orang yang berdosa itu sesungguhnya adalah 'menganiaya dirinya sendiri'?

Jawaban: Q.S. Hud (11) : 101 : " Dan Kami ( Allah ) tidaklah menganiaya mereka, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri ".

Selamat, Anda memeroleh hadiah buku Serial Diskusi Tasawuf Modern, berjudul: "METAMORFOSIS SANG NABI". Silakan hubungi 0878 5433 5454 untuk alamat pengiriman hadiahnya. Salam.

ADA CUPLIKAN VIDEO & HADIAH BUKU SETIAP HARI
Link: http://agusmustofa.com/

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda