Masjid Penggerak Hidup Sehat

Foto dan Ilustrasi: CoWasJP

COWASJP.COMPERSOALAN yang harus menjadi perhatian bangsa ini adalah masalah kualitas sumber daya manusia. Mulai dari persoalan tingkat pendidikan sampai dengan kualitas kesehatan masyarakat. Masalah tingkat pendidikan dipecahkan melalui amanat undang-undang dengan mengalokasikan 20 persen anggaran negara di bidang ini.

Persoalan kesehatan masyarakat tampaknya harus mendapatkan perhatian juga. Tidak hanya melalui penyediaan sarana kesehatan seperti rumah sakit dan sebagainya. Tapi juga langkah yang bersifat gerakan seperti membangun kesadaran hidup sehat kepada masyarakat. Tidak hanya melalui program kuratif, tapi juga prefentif.

Persoalannya adalah bagaimana kita bisa membangun gerakan hidup sehat masyarakat secara masif? Adakah instrumen yang mungkin dimanfaatkan untuk membangun budaya hidup sehat di dalam masyarakat tersebut? Sejauh mana masjid bisa digunakan sebagai institusi pelopor gerakan hidup sehat? Masalah ini layak dikaji.

Pusat Peradaban

Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengubah persepsi tentang fungsi masjid. Selama ini, masjid hanya dilihat sebagai tempat shalat berjamaah. Tepat beribadah bersama dari satu komunitas. Mulai dari salat Jumat sampai dengan salat berjamaah lima waktu.

Ada penyempitan persepsi tentang fungsi masjid. Padahal, kalau kita merujuk pada sejarah masjid di zaman Rasulullah, tempat ibadah kaum muslim tersebut adalah menjadi pusat peradaban. Menjadi pusat penyebaran ajaran Rasulullah. Tempat pendidikan sekaligus tempat bertemunya berbagai gagasan untuk kemajuan umat Islam. 

Di Indonesia, penyempitan fungsi masjid ini mendapatkan momentum masifnya pada masa pemerintahan Orde Baru. Yakni, saat pemerintahan otoriter yang tidak ingin memberikan ruang cukup kepada rakyat untuk berkreasi. Dalam situasi demikian, setiap institusi tempat berkumpul rakyat diawasi, tak terkecuali masjid. Saat itu, masjid hanya "diperbolehkan" menjadi tempat salat berjamaah.

MASJIDUsr3W.jpg

Masjid (Foto: peace love)

Setelah reformasi, penyempitan fungsi masjid sudah saatnya dievaluasi. Masjid sudah harus dikembalikan sebagai bagian dari lembaga dalam masyarakat untuk mendorong terjadinya berbagai perubahan. Perubahan di dalam masyarakat di sekitarnya. Menjadi bagian dari komunitas untuk membangun sikap gotong royong untuk memperbaiki kualitas hidup mereka.

Ada kelebihan khusus dari masjid dibanding lembaga masyarakat lain. Ia menjadi tempat berkumpul warga muslim setiap hari. Masjid bisa menjadi pendeteksi paling valid keadaan masyarakat di sekitarnya, terutama para jamaah. Jika jamaah masjid tidak kelihatan beberapa hari dalam jamaah salat subuh, pasti akan langsung terdeteksi. Apakah ia sakit atau karena halangan lainnya.

Hubungan emosional para jamaah juga lebih lekat. Ia bukan komunitas yang cair. Tapi juga terikat secara emosional karena seiman dan kebersamaan yang di bangun dalam konteks peribadatan. Dalam hal ini, masjid bisa menjadi instrumen yang kuat untuk mensosialisasikan berbagai kegiatan, baik itu program pemerintah maupun program inisiatif masyarakat sendiri. 

Siapa jamaah yang sakit, yang mengalami kesulitan, atau yang sedang kesusahan akan dengan mudah terdeteksi jika lewat masjid. Nah, kalau fungsi pendeteksi masyarakat, penyebar program dan inisiatif warga, serta pusat penggalangan sumberdaya ini bisa dilakukan, maka masjid akan menjadi pusat peradaban. 

Di Jogokarya, Yogyakarta, masjid telah berhasil menjadi institusi yang menggerakan. Setiap pagi orang berbondong-bondong salat subuh berjamaah. Masjid itu menyediakan sarapan pagi bersama. Dengan demikian, jamaah yang akan kerja bisa langsung berangkat kerja. Yang sekolah juga bisa langsung berangkat sekolah setelah berjamaah di masjid.

Gandeng Tangan

Perubahan persepsi tentang fungsi masjid akan menjadi semakin bermakna jika diikuti dengan upaya membangun jejaring antar masjid. Jejaring tersebut berfungsi memperluas jangkauan manfaat masjid bagi masyarakat di sekitarnya. Melalui jejaring antar masjid tersebut juga memungkinkan penularan program-program kemasyarakatan masjid.

Dibutuhkan langkah gandeng tangan antar pengurus masjid untuk mempercepat perubahan persepsi fungsi masjid. Sekaligus diperlukan kerjasama antar masjid untuk mempercepat kesadaran untuk menjadikan masjid sebagai pusat peradaban dalam meningkatkan kualita hidup jamaahnya.

Jika semua itu bisa dilakukan, maka masjid akan menjadi instrumen dalam di masyarakat untuk kemajuan mereka. Menjadi tempat berkumpul dari komunitas terkecil dalam masyarakat tersebut, pusat penyebaran inovasi baru, pusat gotong royong warga untuk memecahkan persoalan mereka bersama, dan penggerak kemajuan masyarakat.

Melihat hal itu, masjid sangat mungkin dan bahkan harus mampu menjadi pusat gerakan hidup sehat. Dan kalau sejumlah masjid bergandeng tangan melakukan hal tersebut, maka akan menjadi instrumen penting mengaktualisasikan Islam Rahmatan Lil Alamin. Pasti!

*) Arif Afandi adalah Ketua Dewan Majid Indonesia (DMI) Kota Surabaya.

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda