Konsistensi Singky Soewadji

Dari kiri, Hengki Dewan Pembina PSI Kabupaten Sumba Barat,NTTT, penulis, dan Singky Soewadji. (Foto: Baharmi/CoWasJP)

COWASJP.COMUNTUK kali kesekian, Kamis (21 September2017) lalu, saya diundang kongkow-kongkow di Dasoe Café milik Singky Soewadji, San Antonio Blok N 1 No. 110, Pakuwon City – Laguna Surabaya. Datang jam 12.00 siang, pulang pukul 21.00 malam. Ngobrol 9 jam diselingi ngopi, makan siang dan sekalian makan malam.

Abaikan soal nikmatnya kopi dan lezatnya menu Dasoe Café. Saya juga tidak akan bercerita tentang suasana nyaman saat nongkrong sambil melirik wanita-wanita cantik yang lalu lalang di depan café. Saya justru ingin berbagi kesan tentang seorang teman yang bernama Singky Soewadji.

Kesan yang ingin saya bagikan ini, berawal dari pertanyaan yang mencuat dari dalam pikiran saya sendiri. Pertanyaan tersebut bunyinya begini: “Orang ini kok nggak capek berkoar soal satwa?”

Sembilan jam ngobrol dengan Singky, lebih dari separuh waktu dia mengungkapkan pemikiran kritisnya soal satwa. Misalnya, soal penjarahan 420 satwa di KBS (Kebun Binatang Surabaya). Tentang over populasi Komodo di KBS yang menurut Singky bakal terjadi ‘penjarahan satwa jilid dua’.

Singky juga membahas soal penangkaran, soal penjualan satwa yang dilindungi ke luar negeri. Harga pasaran satwa-satwa di pasar luar negeri. Tentang mafia satwa hingga pejabat yang kurang becus. Spesial soal penjarahan dan over populasi komodo, dibahas sampai empat kali. Ya, empat kali diulangi.

Ketika bicara, ekspresinya serius. Meledak-ledak.

Kadang menggebrak meja. Singky emosi. Saya berusaha jadi pendengar setia. Sebab, apa yang diungkapkan sudah sering diutarakan lewat WhatsApp group atau dikirim ke WA pribadi saya. Selain itu, kritik pedasnya juga diunggah di akun facebook.

Akibat status yang diunggah di facebook itulah, Singky sempat merasakan pengapnya kamar penjara. Dia dikerangkeng di Rutan Medaeng selama 18 hari. Kemudian menjalani serangkaian sidang di PN Surabaya dan Singky divonis bebas. Tidak terbukti bersalah.

Singky lega. Tapi pengalaman itu tidak membuat dia jera. Dia tetap mengkritisi kebijakan yang menyangkut satwa. Dia tetap menuding beberapa oknum sebagai maling, sebagai mafia yang masih terus berusaha menjarah dengan segala cara.

Singky tidak bisa dibungkam. Bahkan (mungkin) saat dia merenung, yang direnungkan itu soal satwa. Ketika dia tidur dan bermimpi, kemungkinan mimpinya juga soal satwa. Seperti yang sering diungkapkan: “Saya tidak akan berhenti mengkritisi. Saya tidak bisa dibungkam. Apa pun risikonya, saya akan lawan”.

Soal Singky, menarik untuk digali lebih dalam lagi. (*)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda