Di Jeddah, Lima Jamaah First Travel Tertinggal

ILUSTRASI: First Travel (Foto: detik.com)

COWASJP.COM – ockquote>

O l e h: Arif Novantadi

-----------------------------

KETIKA memutuskan berangkat umroh Desember 2015 silam, mutlak saya berterima kasih kepada istri saya yang telah membukakan jalurnya. Ada temannya yang menawari umroh meriah. Hanya Rp 14.500.000,- bisa pergi ke Baitullah, Mekkah. Belum termasuk biaya lain-lainnya. Ternyata, biro perjalanan umroh pilihan istri saya itu First Travel-Jakarta. Saya pikir murah karena saya sudah beberapa kali membiayai umroh juga sekitar harga itu, tapi berlaku untuk pada beberapa tahun sebelumnya. Sekitar tahun 2005-2009.

Sekarang sudah berjalan sepuluh tahun kemudian. Koq masih ada pembiayaan umroh yang bisa se-‘’murah’’ itu. Saya pikir ini berkah dari Allah SWT buat saya, sebab sudah beberapa kali membiayai umroh, namun saya sendiri malah belum pernah berangkat umroh. Aneh sebenarnya. Tapi inilah fakta yang real. Itu terjadi karena prinsip. Saya akan berangkat umroh, setelah mengumrohkan 40 orang terlebih dahulu. Dan, saya akan berangkat haji, setelah membiayai 40 orang untuk berhaji dulu. Begitu saya berprinsip. Sungguh, saya merasa belum ber-iman kuat. Saya merasa belum layak ke tanah suci. 

Saya merasa belum saatnya memenuhi undangan menjadi Tamu Allah. Otak saya hanya tertanam pikiran: ‘’Mungkin, iman saya akan layak ber-umroh setelah mengumrohkan 40 orang dulu. Iman saya kuat untuk ber-haji setelah memberangkatkan 40 orang dulu untuk pergi haji atas biaya dari rezeki yang saya peroleh dari Allah.’’ Bermain seperti itu pola pikir saya. Entah mengapa begitu?

Selain itu adalah soal lain untuk beramal. Jika dulu enteng saja membelikan sepeda motor atau mobil untuk orang lain, walau tidak harus baru. Kini berganti, yang lebih mengedepankan iman sebagai orang yang Islam, yakni membiayai umroh dan haji. Insya Allah tampak lebih keren di hadapan Allah.
Soal iman, tidak hanya rajin ber-tahajud. Rajin sholat dhuha saja, selain menjalani sholat wajib.

Ternyata, prinsip seperti itu (memberangkatkan orang dulu untuk ber-umroh dan ber-haji itu, red.) adalah SALAH SUPER BESAR. Umroh dan haji itu persoalan ibadah pribadi. Itu persoalan menghadapi ‘undangan’ Allah. Jadi harus lebih utama terlebih dahulu dirinya sendiri, begitu kata banyak teman. Saya sebelumnya memang pernah mendengar seperti itu, tapi pribadiku belum yakin. 
Setelah usahaku, yang dulu sempat beromzet Rp 12 miliar per-bulan, itu perlahan jatuh.

Baru terasa ‘’sakit’’-nya justru ketika tidak mampu lagi membiayai orang lain ber-umroh. Lha saya sendiri bagaimana bisa umroh? Apalagi ber-haji. Bisnis industri kapsul rumput laut itu akhirnya jatuh. Saya tidak bisa apa-apa lagi. Beruntung bisa ‘nunut hidup’ berkat bantuan Mas Zaenal Mutaqien (Boss Kaltim Pos Group-Jawa Pos Group) dan Mas Andreas (Boss Jawa Pos Group). Hingga ketemu Pak Dahlan Iskan lagi.

Mengerti kondisi Pak Dahlan, bahkan, ketika ultah saya mendapat hadiah buku ‘’Ganti Hati’’ dari anak bungsu saya yang hobi baca, walau saat itu usianya baru lima tahun. Saya baru paham soal Pak Dahlan. Walau saat pulang menjalani operasi hati di China, Pak Dahlan sempat menelpon saya. Menanyakan kondisi saya. Ngobrol sana-sini. Terus terang saya kangen berat. Saya sempat menemukan ‘’sosok bapak’’ dalam diri Pak Dahlan ini. 

Pernah Jawa Pos menghelat acara akbar ‘’Jawa Pos Ngunduh Mantu’’ hanya gara-gara Pak Dahlan mengetahui bahwa saat saya menikah Juni 1992 malah dipestakan orang-orang PT Petrokomia Gresik, PT Semen Gresik, dan para pejabat teras Kabupaten Gresik. ‘’Coba kumpulkan teman-temanmu yang menikah berdekatan dengan kamu,’’ kata Pak Dahlan saat itu. Eeee… ternyata dipestakan dalam cara ‘’Ngunduh Mantu’’ itu.

Jadi, terus terang saya kangen Pak Dahlan. Meski, saat menerima telepon itu, saya sempat tidak tahu si penelepon itu siapa? Saya lagi berlibur dengan keluarga di Sukabumi. ‘’Saya Pak Dahlan, NOV. Sudah lupa saya ya? Saya dapat nomor hapemu ini dari Mbak Oemi.’’ Jadi, saya punya nomor hape-nya karena Pak Dahlan nelepon itu.

Sejak itu ketemu orang-orang Jawa Pos lagi secara fisik, tapi justru setelah bisnisku jatuh. Siapa lagi yang akan berangkat umroh? Yang akan berangkat haji? NOL besar. Sudah tidak pernah saya pikir lagi. Toh semuanya yang telah berlalu, saya ikhlas hanya kepada Allah, atas ilmu dari Rasulullah Mohammad SAW. Bersyukur, alhamdulillah, hasil investigasiku terhadap pangan penyehat tubuh manusia yang masih tersimpan sejak ditemukan tahun 2008 bisa dikembangkan lagi.

Tahun 2012 bangkit lagi dengan industri Minuman Relaksasi yang pertama di dunia, merek PalaBoo®. Sekadar tahu, ini merupakan produk minuman yang benar-benar unggulan prima dalam menyempurnakan proses penyehatan tubuh manusia, sebab mampu melancarkan sistem metabolisme darah secara utuh. Saat darah sehat, bisa dipastikan nyawa akan lebih selamat!!! Dari industri PalaBoo® ini saya bisa menabung. Karena ingin umroh, ini yang membuatku berkenalan dengan First Travel, melalui tekad kuat istri saya.

Prosesnya sama sekali tidak ribet, saat itu. Periksa kesehatan, memang kulakukan sendiri. Tidak ikut rombongan. Ada manasik di Masjid Istiqlal-Jakarta pun saya tidak ikut. Pertemuan-pertemuan apa pun sebelum berangkat, saya tidak pernah ikut sama sekali. Saya berpikir ke Arab Saudi ini tidak lebih seperti akan tour saja. Ngapain hura-hura? Ketika ada dua kali penundaan tanggal berangkat, saya anggap biasa saja. Enteng saja, rasanya. Masih manusiawi, menurutku.

Dari dua kali penundaan tanggal, saya jadi kenal beberapa dengan mereka (para petugas First Travel, meski nama-nama mereka saya tidak hafal, sekarang). Mereka jadi tahu bahwa saya mantan wartawan, karena begitu gencarnya saya bertanya. Tanya soal apa pun. Saat para peserta kumpul di Bandara Cengkareng, para petugas sering berbisik-bisik (meski telinga batin saya mendengar): ‘’Dia wartawan’’.  Kondisi itu ternyata menguntungkan saya. 

Layanan First Travel saat itu luar biasa bagus. Minimal terhadap saya. Saat di Madinah, baik. Saat di Mekkah pun baik juga. Saat masih berada di Bandara King Abdul Aziz-Jeddah, menjelang pulang, saya mendengar selentingan kabar bahwa teman sekamar saya, Mas Tri, masih tertinggal di Jeddah. Tidak pulang bareng ke Jakarta. Koq bisa? Info ini saya kejar kejelasannya. Ternyata ada lima jemaah belum bisa pulang. Dua cowok (bapak-bapak), dan tiga anak perawan gadis dewasa.

Saya telepon Mas Tri di Jeddah, sementara saya sudah di Jakarta. Dia bilang, sudah dapat tiket pulang, tapi baru besoknya bisa ke Jakarta. Paspor ada. Visa lengkap. Katanya ada miss. ‘’Waktu berangkat sebenarnya juga begini. Ya lima orang ini selalu gak dapat tiket,’’ kata Mas Tri. Duh, sedih juga. Barang-barang mereka sudah sampai di Jakarta. Bagaimana ini? ‘’Tenang saja, Mas Arif. Orang First Travel mau tanggung jawab,’’ katanya. Siapa dia? Yang penting ada! Oke.

Esoknya mereka berlima benar tiba di tanah air lagi. Lagi-lagi saya berpikir positif, ‘’Mungkin mereka berlima itu keselip belaka..Meski, akhirnya menjadi trauma luar biasa buat mereka. Sampai sekarang. Saya sempat dengar komen teman saya itu: ‘’Kalau nggak beres, saya tinggal telepon teman saya yang wartawan tadi.’’

Lalu dipesan oleh mereka (para petugas dan pemilik First Travel) agar jangan di-share dulu. Mereka mengatakan itu karena pemerintah sangat ketat soal peraturan travel agent. Bisa-bisa terancam dicabut izin usahanya. ‘’Belum boleh diungkapkan dulu, Mas. Mereka ada ancaman serius jika sampai peristiwa saya ini bocorkan ke koran.’’Sing penting beres ae, Mas, kata saya. Jadi secara keseluruhan, layanan Fisrt Travel saat itu baik-baik saja. Bener-bener first class. Saat itu!!!

Eeee.... pada akhirnya Fisrt Travel punya kisah begini tragis luar biasa. Benar-benar saya tidak pernah menyangka. Meski, sejak pulang umroh lalu saya sudah mendaftar beberapa orang untuk diberangkatkan. Terutama, yang ahli-ahli Subuh dulu. Yang saya lihat sholat Subuh-nya di masjid dulu.

Selama ini saya keliling Jawa, karena itu. Saya ber-‘wisata’ ke masjid-masjid. Tapi, kini harus menghitung ulang, karena yang murah sudah hilang. Saya menangis tatkala tahu bahwa First Travel itu ambruk ternyata memakan puluhan ribu korban. Moga uang mereka kembali secepatnya, dan segera bisa umroh sewajarnya.

Menurut saya, First Travel itu punya ide umroh murah meriah-nya luar biasa. Tapi pelaksanaannya kurang amanah. Masih terlalu besar ke-duniawiannya, yaaa…. permasalahnya menjadi urusan dunia belaka.

Dalam hemat saya sederhana: untuk menjalani umroh, haji, atau travelling ke mana pun yang menggunakan jasa travel agent, tanyakan dulu travel agent itu kepada pemerintah. Pemerintah tahu persis kondite dan prestasi agent itu. Betapa penting perlu melakukan cross check untuk pengamanan diri. Allohuma aaamiiin... (Ditulis saat masih di Kota Cilegon, Banten, 13 September 2017).  

Di Gate 17 Masjid Nabawi-Madinnah bersama Mas Tri yang sempat tertinggal di Jeddah.

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda