Presiden Mukidi

Foto dan Ilustrasi CoWasJP

COWASJP.COMPRESIDEN Mukidi, pemimpin tertinggi Republik Kantong Bolong, sedang gundah gulana hatinya. Baru saja ia meresafel kabinetnya. Pekerjaan ini sangat membenahi hatinya selama berbulan-bulan. Dan ia merasa lega ketika akhirnya resafel para menteri berhasil dilakukan. Tetapi, ternyata baru sehari resafel dilakukan, Presiden Mukidi kaget bagai disambar geledekan pengangkut air, karena seorang menteri yang baru diangkatnya ternyata ketahuan bukan warga negara Republik Kantong Bolong. Menteri itu warga negeri seberang lautan. Presiden Mukidi stres karena protes keras muncul dari mana-mana.

Presiden Mukidi menahan malu. Merah padam mukanya. Terpaksa si menteri dipecat, dan jatahnya dirangkap oleh Menteri Dursasana yang selama ini menjadi salah satu kepercayaan Presiden Mukidi. Si Dursasana ini sebelumnya sangat dekat dengan Mukidi. Ia menjabat sebagai Perdana Menteri Bayangan. Tetapi, karena tindak tanduk dan tingkah lakunya yang berangasan, suka melampaui kewenangan, banyak orang yang gerah. Maka Dursasana pun diresafel dari jabatannya sebagai perdana menteri bayangan dan digeser menjadi menteri urusan laut.

Sejak menjadi presiden di Republik Kantong Bolong, Mukidi memang banyak direcoki oleh musuh-musuhnya. Ia disenangi rakyat karena potonganya memang merakyat, dan prejengannya tidak pantas jadi presiden. Pesaingnya Raden Perbawa yang gagah perkasa dan berasal dari anak turun raja besar, dikeroyok ramai-ramai oleh sesama jenderal sehingga dipaksa menyerah. Mukidi pun jadi presiden dengan gelar Presiden Mukidi Kantong Bolong.

Ini betul-betul seperti kisah Petruk Dadi Ratu. Tidak penting latar belakangnya siapa, kemampuan seperti apa, punya wibawa atau tidak, yang penting didandani jadi ratu, didudukkan di singgasana, ratu yang wagu itu pun dijuluki Prabu Kantong Bolong. Tingkah laku dan keputusan sering membuat rakyat heran dan bingung. Mukidi memang presiden bingung bin lucu.

cewek-ayu-mukidiPLDBR.jpg

Ilustrasi Mukidi (Foto:krojoga)

Ia mau menaikkan harga rokok. Petani tembakau dan para pekerja di pabrik rokok protes keras. Kalau harga rokok buatan Republik Kantong Bolong mahal, maka rokok impor dari negeri seberang akan lebih murah harganya. Presiden Mukidi, kayaknya, ditekan oleh LSM yang menjadi makelar negara asing. Rokok dianggap mematikan. Karena itu harus dilarang dan industrinya dimatikan. Di negeri seberang alkohol lebih berbahaya dan lebih mematikan dibanding rokok, tapi tidak pernah terdengar ada upaya melarang alkohol dan mematikan industri alkohol.

Di era dagang bebas sepeti sekarang ini perang ekonomi terjadi di semua lini. Kalau tidak jeli bisa-bisa Republik Kantong Bolong akan amblas eksistensinya. Di negeri seberang banyak industri yang dilindungi dari serbuan produk luar dengan segala cara dan upaya. Di negeri Kantong Bolong industri andalan malah dihancurkan sendiri dari dalam. Kelapa sawit dan batubara yang jadi andalan sudah kolaps. Menyusul segera industri rokok dan tembakau akan kolaps.

Kalau harga rokok dalam negeri lebih mahal dari impor para perokok akan beralih ke rokok putih impor negeri seberang. Jumlah perokok tidak akan turun hanya karena harga rokok naik. Mereka akan cari pengganti yang lebih murah, dan rokok putih impor jadi alternatif.

Itulah salah satu ironi kecil di Republik Kantong Bolong pimpinan Presiden Mukidi.

Industri rokok dan tembakau yang bayar pajak malah dimatikan. Tapi para pengemplang pajak, para pencoleng pajak negara, malah diampuni dan dihormati dengan karpet merah.

Republik Kantong Bolong kaya akan sumber daya alam yang tak ternilai harganya. Apa saja ada di bumi Republik Kantong Bolong. Tapi, tambah lama rakyat tak tambah makmur malah jadi tambah sengsara. Minyak punya, mineral kaya, emas pun ada. Tapi, yang kaya malah negeri seberang. Seorang pemimpin parlemen katanya mau jadi oposisi. Ia mencoleng proyek tambang dan menjual nama Presiden Mukidi untuk dapat proyek ceperan.

Mukidi marah-marah dan mau melaporkan ke polisi. Eh, ternyata si pencoleng malah menjadi ketua partai atas restu Mukidi. Dan sekarang partai, yang katanya oposisi itu, malah mendukung Mukidi untuk jadi presiden lagi, padahal pemilihan presiden masih jauh beberapa tahun lagi. Ini hanya terjadi di Republik Kantong Bolong pimpinan Presiden Mukidi.

Republik Kantong Bolong jadi sasaran narkoba. Pemadat dan pemabuk puluhan juta jumlahnya. Tiap hari puluhan ribu orang teler di diskotek, karaoke, pub, dan sejenisnya. Berbagai jenis candu macam apapun diperjualbelikan dengan bebas setiap hari. Tidak butuh kepala polisi yang pintar dan brilian untuk menangkap bandar-bandar besar pengedar narkoba. Saking gawatnya situasi, perlu dibuat badan khusu pemberantas candu.

Alih-alih peredaran candu turun malah naik ratusan kali lipat. Bandar paling besar tertangkap dan diadili. Eh, dia malah bernyanyi bahwa dia setor ratusan miliar, mungkin triliun, kepada polisi dan badan anti narkoba. Alih-alih diinterograsi supaya terbukti siapa pencoleng si bandar besar malah cepat-cepat dibedil kepalanya supaya rahasia tidak merebak kemana-kemana. Itulah ironi negeri Kantong Bolong pimpinan Presidern Mukidi.

mukidiB1Mb9.jpg

Ilustrasi Mukidi (Foto: lihat)

Di negeri Kantong Bolong pekerjaan susah dicari, banyak orang nganggur, mau kerja di pabrik banyak yang tutup, PHK di mana-mana. Tapi, Presiden Mukidi malah mengimpor buruh dari negeri seberang padahal kelasnya sama saja dengan buruh negeri Kantong Bolong. Negeri Kantong Bolong dikendalikan oleh segelintir Taipan super-tajir yang membiayai Mukidi waktu mengikuti pilihan presiden. Mereka menyumbang triliunan rupiah. Sebagai imbalannya para Taipan itu minta supaya laut diuruk dan diberikan kepada mereka. Republik Kantong Bolong berada di bawah kontrol para Taipan kaya raya itu.

Semua orang, siapapun dia, sekarang ini gampang sekali masuk ke Republik Kantong Bolong. Setiap hari orang-orang dari seberang bebas keluar masuk. Tidak tahu siapa identitas mereka, bisa jadi ular, monyet, kelabang, anjing, kerbau, sapi, semua bebas masuk membawa apa saja, termasuk narkoba dan barang selundupan lainnya.

Pemberantasan korupsi di Republik Kantong Bolong sangat gencar. Politisi, birokrat, pengusaha banyak yang ditangkap. Tapi, koruptor kakap yang mendapat beking parpol besar tetap melenggang kangkung. Gubernur daerah kecil yang main proyek perizinan tambah disikat oleh lembaga anti-korupsi. Tetapi, gubernur daerah khusus yang korupsi nguruk laut dan mencoleng tanah rakyat untuk membangun rumah sakit malah tertawa terbahak-bahak bebas tak tersentuh, karena dia temannya Presiden Mukidi. Kabarnya gubernur itu bakal digandeng Mukidi dalam Pilpres 2019. Karena itu, meskipun gubernur itu kurang ajar, tidak tahu tata krama, dan minoritas, tetap didukung oleh media mainstream dan media sosial yang sudah dibeli oleh duit para Taipan.

Presiden Mukidi posisinya sulit. Ia bisa jatuh sewaktu-waktu. Partai politik besar yang dulu jadi pendukungnya sekarang balik memusuhi. Satu-satunya jalan Mukidi harus minta perlindungan dari tentara. Dan itulah yang dilakukan Mukidi.

Tiga tahun Mukidi jadi presiden kondisi Republik Kantong Bolong malah carut marut. Entah mau jadi apa Republik Kantong Bolong kalau Presiden Mukidi berkuasa sepuluh tahun.
Mukidi oh Mukidi. (*)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda