Konferensi Ulama Internasional di Pekalongan (1)

Bila Ulama Thariqah se-Dunia Sepakat Bela Negara

Tampak Para Ulama antusias mengikuti jalannya konfrensi. (Foto: istimewa)

COWASJP.COM – ockquote>

O l e h: Imam Kusnin Ahmad

----------------------------------------

KONSEP bela negara telah menjadi perhatian utama dari ulama sufi Nusantara. Khususnya para ulama yang tergabung  dalam Jamiyah Thoriqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyah, pimpinan Habib Luthfi bin Yahya. 

Rumusan bela negara sebagaimana yang termaktub dalam Konsensus Bela Negara, Januari 2016 lalu, menguatkan fondasi ekonomi, pendidikan, pertanian, budaya, teknologi informasi, dan politik. Selain itu, bela negara juga melibatkan kontribusi setiap warga, dengan empat pilar utama, yakni kuatnya pemerintahan, ilmuwan, ekonomi dan media.

Inilah sumbangsih dari kaum sufi untuk meneguhkan rasa cinta tanah air. Kesetiaan dan kecintaan pada bangsa yang dipadukan dengan kekuatan jejaring dan kejernihan spiritual kaum sufi, menjadi sumbangsih utama untuk bangsa. Terutama, dalam lingkup yang luas, menjaga perdamaian dan rasa aman di berbagai belahan dunia. 

Nilai-nilai keislaman yang dipraktikkan kaum sufi dengan sikap tasamuh (toleransi) dan cinta, menjadi pilar utama menjaga kedamaian dunia.

Sejak tiga hari lalu penulis mengikuti  Konferensi Internasional Ulama, yang dilaksanakan oleh Jamiyah Thariqah Al-Mu’thabarah An-Nahdliyah (JATMAN), di Pekalongan Jawa Tengah mulai 27-29 Juli 2016 lalu. Jumat siang 29 Juli, Konferensi Internasional ini mengambil tema Bela Negara, Konsep dan urgensinya dalam Islam itu ditutup. 

Acara dihadiri 1500 ulama thariqah dari 59 manca negara. Dari Arab Saudi, Eropa, Amerika, Asia dan negara lainnya. Konferensi kali  ini fokus membahas masalah bela negara. Karena  bela negara memberikan yang terbaik untuk bangsa dan menjaga persatuan umat. 

Rais Am Idaroh Aliyah, JATMAN, Habib Luthfi Bin Yahya, mengatakan bahwa membela negara bagian dari iman. “Tetapi hendaknya bela negara tidak disalahpahami mengangkat senjata,” tutur Habib Luthfi.

suasana-confrenceQfbCy.jpg

Pada kesempatan itu mantan Komandan Banser Pekalongan itu menyampaikan makna penting sebuah bendera bagi sebuah bangsa. “Setiap bangsa punya lambang harga dirinya dan lambang itu adalah bendera,” tegas Habib Luthfi. “Kami menghormati bendera bukan menghormati secarik kain. Kami menghormati karena ia simbol harga diri bangsa. Simbol perjuangan syuhada. Kalau melihat bendera, tanyakan pada diri sendiri, apakah yang sudah saya berikan pada bangsa negara,” tambahnya.

Hal yang sama  juga disampaikan oleh Direktur dan Pembina Pusat Kajian Syariat Yordania, Syekh ‘Aun Mui’n al-Qaddumi. Menurut beliau, peran dan kiprah Indonesia sangat dinantikan untuk mengambil inisiatif lebih intens mendorong terciptanya rekonsiliasi umat Islam.

Sebab, Indonesia mempunyai modal dan potensi strategis sebagai kiblat dan rule model kecintaan dan loyalitas terhadap negara.

Hal terpenting yang digarisbawahi yaitu pentingnya bersama-sama memperkuat jaringan ulama moderat yang berpegang pada prinsip-prinsip ahlus sunnah wal jama’ah (Aswaja). Terutama bagaimana memberikan solusi-solusi fatwa yang dilandasi atas ajaran Islam yang luhur. 

“Tentu kami mengharap kontribusi aktif bangsa Indonesia,” katanya.     

Indonesia dengan mayoritas penduduknya yang Muslim dipandang oleh dunia sebagai kekuatan baru di tengah-tengah krisis yang tengah melanda Timur Tengah.

Selain itu, karakter dan corak beragama di Indonesia lebih didominasi dengan Islam yang moderat. Indonesia mampu mendialogkan Islam dengan budaya lokal, seperti metode yang pernah disampaikan oleh Wali Songo.

Dia berharap agar, penguatan jaringan ulama tersebut bisa diwujudkan segera. Mu’tamar kali ini, adalah satu dari sekian momentum agar inisiasi tersebut bisa datang dari Indonesia. ”Pertemuan ini semoga bisa merumuskan konsep dan pola koordinasi antar ulama Aswaja,” paparnya.      

Mustasyar PBNU KH Maimoen Zuabaer mengatakan, “Indonesia harus lepas dari teroris dan aliran keras. Sudah semestinya umat Islam berpandangan luas dan terbuka, tidak sempit mengingat keberagaman dan kemajemukan bangsa Indonesia. Sebab itu, bangsa Indonesia harus lepas dari tindakan teror dan aliran keras.”

KH-Maimoen-Zubaeir-tengah-diapit-para-ulama-dari-berbagai-negaraeD1S.jpg

KH Maimoen Zubaeir tengah diapit para ulama dari berbagai negara. 

 “Saya mengharapkan agar tidak terjadi apa yang disebut dengan fanatik ashabiyyah (kesukuan, red).

Tetapi Islam bangkit dari hal-hal yang kadang menimbulkan pertentangan. Nabi lahir didukung oleh Bani Hasyim dan Bani Mutthalib, tetapi kebangkitan Islam (secara meluas ke berbagai negeri) terjadi di masa sahabat, ada Muhajirin dan ada Anshar,” urainya.

Padahal, lanjut Mbah Moen, para sahabat Muhajirin dan Anshar dengan Bani Hasyim kadang timbul perselisihan. “Untuk itulah Islam membutuhkan pandangan yang luas, tidak sempit. Lebih-lebih di Indonesia, harus lepas dari teroris dan aliran-aliran keras,” jelas Pengasuh Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang ini.

“Keamanan itu penting, kalau di dalam al-Quran, Wattiini wazzaytuuni wa thuuri siiniina wa haadzal baladil amiin. Barangkali dengan ini para ulama bisa mengamankan, bersama pemerintah, menyatukan kekuatan lahir dan batin,” imbuhnya.

Keinginan Mbah Maimoen itu diamini oleh Ulama asal Lebanon Syekh Usamah Abdurrazzaq Ar-Rifa’i. Pada saat menjadi pemateri perdana di Hotel Santika Pekalongan, Jawa Tengah, ia membawakan materi tentang Persatuan dan Resolusi Konflik Antar-Umat Islam. 

Beliau mengingatkan akan bahaya perpecahan, bagaimana menyikapi khilafiyah antar umat Islam, antisipasi terhadap faktor-faktor penyebab perpecahan, dan permusuhan antar umat Islam.

ilutrasi-kusninYXZwc.jpg

“Selain itu, saya mengusulkan agar kita selektif dalam penyiapan para dai (penyeru agama Islam). Harus ada kriteria yang jelas, berkompeten, terkualifikasi dengan sanad keilmuan yang sahih. Jangan sampai semua orang bebas bicara menyampaikan isi Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah tanpa ilmu,” papar Syekh Usamah.

Ulama asal Yordania Syekh Aun Mu'in Al-Qaddumi, menyinggung  tentang Peran Media Informasi Keagamaan dalam Membangun Kesadaran dan Budaya Bangsa. 

Menurut Syekh Aun, manusia saat ini harus punya strategi dalam hal media massa, baik cetak terutama elektronik. Hampir semua orang hari ini pegang telepon seluler, bahkan disebut sebagai telepon pintar. Beberapa tahun lagi orang mungkin akan melihat ada klinik khusus bagi pecandu media sosial. Mungkin saja akan ada dokter jiwa khusus menangani kecanduan media sosial.

“Di dunia ini Anda bebas dalam memilih agama Anda. Jika ada orang yang melakukan pemaksaan terhadap Anda, maka hal tersebut termasuk dalam kategori pengerusakan di muka bumi,” ungkap Syekh Aun.

Ummat Islam tidak boleh disibukkan oleh masalah-masalah sepele tentang hukum-hukum yang berpotensi menjadi bahan pertikaian. 

“Kita harus teladani para ulama tasawuf kita, yang berusaha membersihkan jiwa dan mentadaburi alam semesta, kemudian berbuat sebaik mungkin bagi umat,” tuturnya. 

Ulama asal California, Amerika Serikat, Syekh Abdul Aziz pada kesempatan yang sama mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW amat mencintai negerinya. 

"Ada berapa rumah Rasulullah SAW,” tanya Syekh Abdul Aziz kepada hadirin.

Setelah Fathu Makkah, lanjutnya, Rasulullah ditawarkan kembali ke rumah beliau yang dulu di Makkah atau rumah istrinya, Sayyidah Khodijah. 

Apa jawab Rasulullah? "Aku lebih suka kembali ke Madinah, karena dari Madinah awal mula kejayaan dan kemuliaan Islam".

Beliau saat berhijrah juga berdoa: "Ya Allah, engkau mengetahui betapa aku sangat mencintai Makkah sebagai tanah airku, maka berilah aku tanah air yang lebih aku cintai daripada Makkah."

Rasulullah juga berdoa: "Ya Allah, sesungguhnya Rasul dan kekasih-Mu Ibrahim as. Pernah memohon kepada-Mu untuk kemuliaan Makkah dan Engkau mengabulkannya, maka aku memohon pada-Mu untuk kemuliaan madinah agar Engkau mengabulkannya." 

Dari riwayat ini, Syekh Abdul Aziz ingin menekankan bahwa sudah semestinya sebuah bangsa mencintai tanah airnya. Kata bangsa dalam hal ini adalah setiap individu, apapun keyakinan, suku, maupun bahasanya sehingga mampu menumbuhkan kesadaran membela dan memperkuat negaranya.

Akhir perhelatan akbar Konferensi Internasional Ulama  ditutup dengan ikrar bela negara. Ikrar dipimpin oleh Habib Luthfi.

habib-lutfiZE3Gt.jpg

Habib Luthfi saat memimpin Ikrar bela negara. (Foto: kusnin/CoWasJP.com)

Ikrar kesetiaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk komitmen bangsa Indonesia, khususnya yang hadir di majelis penutupan yang dihadiri oleh ribuan pengunjung dari berbagai daerah di Indonesia dan tamu delegasi konferensi dari 40 negara.

Dikatakan Habib Luthfi, bentuk perwujudan dari kesetiaan terhadap NKRI ialah melakukan 'bela negara'. Untuk itu beliau meminta kepada seluruh tamu yang hadir untuk melakukan ikrar. Habib Luthfi berharap ikrar ini didengar oleh seluruh bangsa Indonesia.

"Wahai bangsaku, relakah negeri kita ini terpecah belah? Jika tidak, ikuti kata-kata saya, bismillaahirrahmaanirrahiim, asyhadu ala ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadar rasulullah, radhiina billahi robba, wa bil islami dina, wa bi muhmmadin nabiyya wa rasula. Kami berikrar, bela negara adalah wajib, bela negara adalah wajib!" tegas Habib Luthfi serempak diikuti ribuan masyarakat yang hadir.

Ikrar bela negara yang dia lakukan merupakan suatu bentuk penegasan dari kegiatan Konferensi Internasional Ulama Thariqah yang berlangsung selama 3 hari. Dari kegiatan yang digelar di Hotel Santika dan Gedung Djunaid Pekalongan, peserta konferensi menghasilkan 15 konsensus atau kesepakatan bersama untuk dapat ditindaklanjuti di negara masing-masing peserta.

Habib Luthfi berharap, kegiatan konferensi internasional yang telah menghasilkan 15 butir kesepakatan dapat diambil manfaat dan dilaksanakan dengan segera, sehingga tujuan untuk mendorong negara yang damai dalam bingkai rahmatan lil alamin dapat segera terwujud, khususnya di Negara-negara yang saat ini sedang dilanda konflik. *

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda