Dari Pattaya sampai Texas (Bagian-2)

''Sekadar Coming Out, Ada juga yang Ngucing''

COWASJP.COMSuka atau tidak suka, inilah Surabaya, kota dengan berbagai identitas, mulai dari yang positif sampai yang negatif.

Yang membanggakan, Surabaya adalah Kota Pahlawan karena heroiknya Arek-Arek Suroboyo dalam pertempuran 10 November 1945. Surabaya juga punya Ampel tempat Sunan Ampel dimakamkan. Sunan Ampel Wali Songo paling berpengaruh dan menjadi inspirasi pengembangan Islam ke seluruh Nusantara.

BACA JUGA: Tempat Ngeber Komunitas Gay di Surabaya

Surabaya kontemporer juga dikenal karena keindahan taman-tamannya berkat kerja keras Walikota Tris Rismaharini, Si Wagiman alias walikota gila taman.

Tapi, Surabaya juga (pernah) punya Dolly lokasi pelacuran terbesar di Asia Tenggara dengan sekitar 1.500 pelacur.

Dan, tak kalah sensasional, Surabaya sekarang menjadi kota dengan komunitas gay terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta dengan 6.000 gay. Surabaya juga punya 13 tempat ngeber kalangan gay, terbesar kedua setelah Jakarta yang punya 18 tempat.

Pattaya di jalan Kangean yang berseberangan dengan Jl Kayoon dan dipisahkan oleh Kalimas, adalah tempat rendezvous gay paling besar dan terbuka di Surabaya.

foto-bintangRxcMg.jpg

Ilustrasi (Foto: bintang)

Saat weekend tempat ini bisa didatangi puluhan gay yang mencari teman kencan atau sekadar ngeber alis nongkrong. Tetapi ada pula gay yang "ngucing" alias menjalani aktivitas seks berbayar dengan sesama lelaki.

Tempatnya yang remang-remang dan banyaknya semak di sepanjang jalan dan bantara sungai membuat Pattaya menjadi tempat favorit.

Sedangkan Texas yang berada di seberang Terminal Joyoboyo di sekitar patung perjuangan menjadi tempat alternatif bagi gay untuk berkencan. Saat weekend terlihat beberapa pasang gay bercengkerama sambil duduk di sadel motor. Temaram lampu jalan membuat aktivitas mereka tak terlalu mencolok dari pandangan umum.

Bergerak ke arah kota, Taman Bungkul yang sangat dibanggakan sebagai ikon kota Surabaya itu juga menjadi tempat ngeber favorit para gay Surabaya. Di tengah riuh redah taman yang sesak pengunjung setiap akhir pekan, belasan gay berkumpul menggerombol di sudut taman di dekat makam Sunan Bungkul. Aktivitas mereka umumnya berkencan dan bercengkerama. Ada juga yang ngucing disitu, tapi biasanya mereka mencari hotel murah di sekitar lokasi untuk aktivitas seks berbayar. Tempat ini disebut sebagai Istanbul, diambil dari kata Tambul (Taman Bungkul).

taman-bungkul-panduanwisataxWZkq.jpg

Ilustrasi Taman Bungkul (Foto:panduanwisata)

Tempat ngeber lainnya di dekat Monkasel di sekitar kompleks Surabaya Plaza disebut sebagai California. Mungkin karena letaknya di pinggir Kalimas, atau karena disitu ada Matahari Dept Store, sehingga selalu ada sinar matahari yang panas seperti di California, Amerika Serikat.

Tempat-tempat ngeber itu adalah sarana para gay untuk "coming out" menunjukkan jati dirinya terhadap dunia luar. Dalam terminologi gay, coming out ada dua tahapan, yaitu coming out internal dan external. Internal coming out biasanya dilakukan oleh gay yang sudah berani membuka jati dirinya secara terbatas di depan keluarga dan teman dekat dan lingkungan terbatas.

External coming out sering juga disebut sebagai fully coming out, ketika seorang gay sudah berani membuka jati dirinya di depan keluarga dan kemudian berani muncul secara terbuka di masyarakat.
Tidak banyak yang masuk dalam kategori ini. Hanya aktivis-aktivis gay papan atas yang bisa masuk dalam kategori ini. Selebihnya hanya masuk kategori "not fully coming out".

Para gay yang ngeber di tempat-tempat rendezvous itu umumnya masuk dalam kategori setengah coming out. Mereka terbuka terhadap komunitasnya, tapi masih takut membuka identitas di depan keluarga.

Yayasan Gaya Nusantara (GN) adalah yayasan yang secara terbuka menyuarakan hak-hak gay di Surabaya (dan seluruh Indonesia), termasuk membantu gay yang ingin coming out.

logo-Gan-prideindonesialrTG4.jpg

ilustrasi Gaya Nusantara (Foto: Prideindonesia)

Jauh sebelum isu LGBT (lesbian, gay, bisexual, and transgender) muncul menjadi trending topic di Indonesia, GN sudah lebih dulu memunculkan wacana itu.

GN didirikan oleh Dede Oetomo, PhD, pertengahan 1980-an. Dede, ahli linguistik lulusan Cornell University, Amerika, secara terbuka menyuarakan perjuangan gay untuk diakui hak-haknya sebagaimana masyarakat pada umumnya.

GN tidak hanya membela kalangan LGBT tapi memperluasnya menjadi LGBTIQ (ditambah Intersex dan Queer).

Dede menyuarakan perjuangannya dengan menerbitkan majalah Gaya Nusantara sejak 1990-an. Isinya mulai dari advokasi hak-hak LGBTIQ sampai ke panduan tempat-tempat ngeber di Surabaya. Salah satu edisi Majalah GN memuat sisipan tempat-tempat ngeber gay, termasuk Pattaya, texas, Istanbul, dan California.

Dede mengakui bahwa banyak rintangan yang ia hadapi, mulai dari ancaman fisik sampai teror. "Itu lumrah, semua aktivis GN mengalami hal serupa," kata Dede dalam bincang dengan penulis.

dede-oetomo-suaracwx5k.jpg

Dede Oetomo, PhD pendiri GN. (Foto:suara)

Tempat-tempat ngeber favorit itu juga sering menjadi sasaran razia Satpol PP. Setiap kali ada gay yang terkena razia dan ditahan aktivis GN akan membantu memberikan advokasi.

Sejauh ini keberadaan GN dianggap sebagai representasi kalangan gay Surabaya yang cukup kredibel. "Kami sering datang ke kantor Satpol PP untuk membantu anggota yang kena masalah," lanjut Dede.

Beberapa acara yang diselenggarakan GN ada yang dibubarkan oleh aparat, termasuk rencana konvensi gay Maret lalu. Acara di sebuah rumah karaoke itu dibubarkan oleh Satpol PP karena tidak berizin. Dede menyayangkan hal itu, tetapi tidak bisa berbuat banyak. "Masih banyak phobi terhadap kelompok gay," katanya. (Bersambung)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda