PESAWAT TNI AU, BUTUH PERAWATAN SERIUS

Penulis: Ganton/CoWasJP.com

COWASJP.COM – ockquote>

C a T a T a N: Ganton

-----------------------------

HARI ini Rabu 10 Februari kita mendengar kejadian jatuhnya pesawat TNI AU jenis Embraer 314 Super Tucano di Malang yang menimpa rumah dan korban jiwa. Pesawat ini masih baru, pengganti dari OV-10 Bronco tipe COIN (combat operation intercept)  terkenal handal saat bertugas di operasi SEROJA (Timor Timur,red) dan tanah rencong di Aceh dalam menumpas GAM. Bermarkas di Lanud Abdurahman Saleh, BUGIS, Malang.

Kondisi ini cukup mengejutkan dan menarik perhatian kita semua. Masih ingat beberapa tahun lalu pesawat TNI jenis Lockhed Martin C-130 Hercules atau versi sipil L-100-30 jatuh di kawasan Polonia, Medan setelah lepas landas dari Lanud Soewondo, Medan. Akhir tahun lalu dengan jatuhnya pesawat KT-50i Golden Eagle.

TITIP-DUA-YOOOjV60n.jpg

Proses evakuasi korban pesawat latih TNI jatuh di Jl LA Sucipto, Blimbing, Kota Malang. (Foto: tania/malangtimes)

Ada pertanyaan, apa yang terjadi dengan kondisi alutsista kita, khususnya pesawat terbang TNI AU hingga sering terjadi kecelakaan yang tidak kita harapkan bersama? Jawabannya adalah PERAWATAN. 

Perawatan disini mutlak dilaksanakan oleh pihak pengelola, dalam hal ini TNI AU. Khususnya ketersediaan suku cadang pesawat. Mengingat sebuah pesawat terbang harus melewati perawatam rutin secara berkala, contoh setiap 10 jam atau 100 jam terbang. Dan penggantian parts yang tidak bisa ditunda.

Hal yang umum harus dipahami, kepemilikan pesawat tempur cukup “unik” dalam hal perolehannya. Artinya tidak semudah kita membeli pesawat terbang komersial. Karena selain faktor teknologi juga ada faktor politik antara negara pembuat dan pembeli yang ikut berperan. 

Ketersediaan spare part pun juga tidak bisa langgeng. Karena produksi pesawat tempur tidak diproduksi secara massal dan dalam jumlah banyak, kecuali tipe tertentu. Sehingga ketersediaan spare part juga bisa di”embargo” oleh Negara pembuatnya, bukan dari pabrikan pesawat militer tersebut.

Padahal pesawat tempur TNI AU memiliki tugas yang cukup berat. Mengawasi wilayah Negara Indonesia yang membentang luas dari Sabang sampai Merauke. Penulis sendiri sudah hamper 10 tahun lebih bertugas setiap minggu keliling nusantara mengawasi distribusi BBM, marine, aviation fuel bisa melihat beratnya tanggung jawab mengamankan NKRI.

Disinilah yang menjadi perhatian kita, ketersediaan dan kesiapan pesawat (ready to combat) amat sangat penting, Bila terjadi “gangguan” di wilayah NKRI, maka pesawat tempur kita menjadi tulang punggung sebagai penceget (intercept) maupun deterent agar “penyelundup” yang memasuki wilayah udara NKRI bisa dihalau.

Penulis melihat kondisi alutsista TNI AU amat sangat perlu diperhatikan. Selain dari segi usia produksi, ketersediaan spare part dan kesiapan laik terbang. Contoh pesawat Lockheed Martin C-130 Hercules kita seri A dan B masih ada produksi tahun 1960-an merupakan “hadiah” dari Presiden USA Jhon F Keneedy atas tertangkap pilot Alan J Pope saat operasi PRRi Permesta. Hibah dari Pelita Air Service dan Merpati tipe sipil L-100-30 yang dikonversi menjadi pesawat militer. Tipe mesin yang dipakai Allisson TD-56 sendiri sudah tidak diproduksi. Jadi bagaimana bisa terbang? Kanibalisme spare part. Itulah solusi yang singkat guna menjaga pesawat ready to combat. That’s true. 

tititp-yoooo-kelimaeZnYc.jpg

Kondisi rumah warga yang tertimpa pesawat latih TNI yang jatuh di kawasan pemukiman warga di Jl LA Sucipto, Blimbing, Kota Malang. (Foto: yolanda/malangtimes)

Alasan klasik, ketersediaan anggaran maupun biaya operasional. Namun solusi ini cukup taktis. Namun masalah keselamatan menjadi perhatian yang kesekian.

Dari beberapa kejadian ini tentunya kita semua tidak menginginkan kondisi ini terjadi kembali. Selain kerugian materi dan non materi, timbul adanya korban jiwa. Mendidik seorang pilot tempur itu amat sangat mahal. Dibutuhkan ribuan jam terbang dan biaya operasional pesawat yang tidak murah. Akan sia-sia APBN kita kalau terjadi kecelakaan seperti ini.

Mari bersama kita menjaga kedaulatan NKRI Indonesia tercinta ini sesesuai moto TNI AU, SWA BUWANA PAKSA. (aps)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda