Memoriam Joko Susilo

Almarhum (ketiga dari kiri).

COWASJP.COM – ockquote>

Oleh: Bambang Supriyantoro

------------------------------------------

TIGA bulan setelah lulus dari IPB tahun 1984, saya tertarik untuk mengikuti rekrutmen menjadi reporter Jawa Pos seperti teman dekat saya waktu kuliah yg sudah menjadi wartawan Kompas dan Tempo, yg menurut saya keren.   Alhamdulillah saya akhirnya diterima bersama lima orang lainnya, dan salah satunya adalah Drs Joko Susilo salah satu lulusan terbaik dari UGM, krn beliau lulus dengan predikat Cumlaud asal Boyolali.

Awal masuk kerja sebagai reporter Jawa Pos, dari 6 orang reporter baru, 3 orang yg belum jelas akan tinggal dimana, Joko Susilo, Syaiful Bahri dan saya.  Bagi saya, yg belum pernah merasakan suasana kerja dan tidak juga punya kolega di Surabaya, bingung juga dimana nanti sore tinggal dan bermalam saat hari pertama masuk kerja.

Tapi entah bagaimana criteranya, kami bertiga diperbolehkan tinggal di kantor Jawa Pos di Kembang Jepun tempat redaksi berada.  Dan tempat paling favorit yg tanpa melalui perundingan panjang lebar, kami milih tempat istirahat dan tidur adalah Mussolah kantor Jawa Pos berada di lantai 2, yg ukurannya 2 x 3 M an cukup untuk jamaah orang 15 an.

Dari sinilah saya mengenal lebih dekat 2 orang teman yg senasib, salah satunya Joko Susilo yg terakhir mencapai puncak karirnya sebagai Dubes setelah menjadi anggota DPR.  Dengan prestasi yg dimiliknya, mestinya tidak sulit untuk berkarir sebagai diplomat di Deplu. " Wah, ngimpi bisa kerja di Deplu, wong jaringan mereka kuat,...uangel..uangel.." katanya waktu itu saat saya tanya mengapa tidak daftar ke Deplu, wong jurusanmu kan Hubungan Internasional.  Malah milih jadi wartawan' kataku.

"Mbang,..dadi wartawan itu bisa mempengaruhi pembaca, menerapkan ilmu dengan tulisan,...ya..ngontrol sing gak bener, bisa kreatif,...dst..dst..,apes apes e dadi Dosen " sambungnya. Karena menetap di kantor JP, tak masalah dengan listrik dan air, sehingga keterusan sampai berbulan bulan, seingat saya hampir setahun lebih.

Urusan pakaian kotor ini yg unik, saya ( Malang) dan Syaiful Bahri (Bangkalan) pakaian kotor dibawa pulang seminggu sekali karena ada yg nyuci dirumah. Sementara Joko tak mungkin dibawa pulang ke Boyolali,...ternyata Joko Susilo ini punya tempat khusus untuk menjemur pakaian yg tidak diketahui banyak orang.  Yakni di lorong buntu antara bangunan sisi timur Jawa Pos dan bangunan sebelah entah milik siapa, yg tahu hanya tukang masak air untuk minuman karyawan Jawa Pos, karena cendela tersebut terletak di dapur dan pintu cendela yg menuju lorong tak ada jalan keluar, yg ada barang bekas yg tidak terpakai.  Saya tahunya, secara tak sengaja saat pagi hari ,Joko turun.. tapi kok lama sekali tak kembali ke atas.  Saat saya mau cari sarapan di depan Kantor,...dibawah saya tanya karyawan pembuat minuman yg sudah berusia 50-60 an th.

"Pak lihat Joko..?" tanyaku.  " Ada di kamar mandi dekat dapur.." katanya. Ngapain Joko di kamar mandi dekat dapur, wong kamar mandi yg lebih baik ada kok, pikir saya.  Dan kebetulan Joko keluar sambil membawa pakaian basah yg baru dicuci dan dibawa ke lorong, yg masuknya harus lewat pintu tapi seperti cendela.   Sehingga dengan badan yg relatif gemuk terlihat Joko agak susah (krengkelan=jawa )untuk masuk lorong, krn harus melewati jendela yg tingginya sekitar 1 M an

Setelah Joko masuk lorong,..ternyata dalam lorong yg lebarnya 1 M an ,sudah terpasang tali temali yg berisi pakaian yg sudah dijemur kemarin, dan dia akan menjemur lagi rupanya. " wah enak koen Jok,...nek udan gak gupuh,..ngentas...." kek..kek 

Itulah sekelumit kenanganku awal bersama sahabatku Joko Susilo saat mulai bekerja di Jawa Pos

cowas-jpig6cA.jpg

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda