Inovasi Rasa di Barracuda

Yopy Adinata: Saya Uji sebelum Menu Diluncurkan

Pelanggan saat menikmati masakan inovasi rasa Barracuda. (Foto: CoWasJP)

COWASJP.COMINOVASI dalam bidang apa pun memang  sangat diperlukan. Sebab dengan melakukan inovasi itu,  bisa menghindari sesuatu yang biasa-biasa saja. Termasuk juga dalam bidang kuliner. Dan inovasi rasa inilah yang dilakukan oleh Chef Yopy Adinata, owner Barracuda Resto di Jalan Sikatan no. 4 Madiun ini. Dengan berinovasi rasa, ia menggebrak pakem resep yang sudah ada. Hasilnya, rasa yang berasa lebih nendang dibanding resep aslinya. Kepada, Akung Bondhet, Yopy berkisah.

Mengotak-atik bumbu sebuah resep masakan , merupakan kebiasaan Chef Yopy Ananta. Bagaimana resep baku yang ada itu bisa berasa lebih nendang.  Sebelum meluncurkan produk menu baru untuk melengkapi menu restonya, ia berhari-hari melakukan uji coba. Ini  ia lakukan agar  menu yang akan disajikan ke masyarakat itu bisa lebih enak dirasakan oleh lidah. Apalagi sekarang ini, banyak orang yang makan tak hanya sekadar kenyang, tapi butuh rasa lebih yang diharapkan. Jadi konsumen tingkat inilah yang jadi bidikannya.

Untuk meyakinkan diri,  tak segan-segan dia mengundang orang-orang yang dinilai mengerti kuliner untuk mencicipinya. Dari situ ia bisa mengetahui, apakah masakan racikannya nantinya bisa diterima masyarakat atau tidak. Atau paling tidak ia bisa mengetahui kekurangannya dari hasil tes menu tadi. ‘’Karena lidah tidak sama, itulah yang membuat saya harus terus menerus berinovasi agar apa yang saya sajikan bisa diterima oleh masyarakat,’’ katanya.

Penulis yang beberapa kali diundang untuk mencicipi masakannya, bisa merasakan, bahwa ia memadukan bumbu-bumbunya disesuaikan dengan  target marketnya. Untuk nasi goreng hijau misalnya, ia pun mengarah ke lidah warga Jawa Timur yang suka pedas. Sedang Mie Beb, atau Mie dengan daging bebek ia memadukan dengan selera orang Jawa Tengah yang suka cenderung manis. ‘’Ini sengaja saya bikin agak manis, tapi tetap berasa juga asinnya,’’ kata Chef yang mengaku belajar memasak secara otodidak ini.

Untuk bahan pun ia tidak main-main. Bahan-bahan yang berkualitaslah yang ia pilih. Misalnya \untuk mie misalnya, ia pun memilih mie yang sesuai kriterianya dari suplier. ‘’Semula saya bikin mie sendiri, tapi selain waktunya gak nutut, juga karena sudah ada suplier yang sesuai dengan keinginan saya,’’ ungkapnya.

Bahkan ayam panggang pun ia ramu dengan resep penemuannya sendiri, meski baku resep tetap  ia pakai. Hasil akhirnya, ayam negeri yang biasanya berlemak dan agak basah itu di tangannya jadi ayam panggang yang kesat. Rasanya pun nyaris sama dengan resep Bebek Peking yang dimasak oleh koki-koki China Daratan di Resto-Resto terkenal di Hongkong yang pernah dicicipi wartawan tabloid ini.

 Kalau toh ada yang beda, rasa mericanya kurang nendang dibanding Bebek Peking di Hongkong itu.

‘’Di Madiun susah mendapat  merica impor, tapi di  sini saya menggunakan merica kualitas terbaik,’’ jelasnya.

Memasak memang hobi Yopy.  Sejak kecil ia suka bermain masak-masakan ketimbang bermain bola seperti  temannya yang lain. Dari hobi itulah sekarang menjadikan dia memiliki usaha kuliner yang sangat menjanjikan.  ‘’Gak tahu, sejak kecil saya ini suka memasak,’’ katanya.

KULINERXKTBE.jpg

Dari belajar bertahun-tahun itulah membuat ia tak pernah puas dengan resep baku yang ada. Selain disesuaikan lidah konsumennya,  dia sendiri memang suka bereksprimen di bidang kuliner. Hasilnya memang cukup menggembirakan. Masakan racikannya diterima oleh masyarakat Madiun.

Meski demikian, untuk mencapai kondisi seperti saat ini, perjuangan panjang dan jatuh bangun pernah ia alami. Apa yang ia dapat sekarang, dipercaya masyarakat untuk berbagai event tentu dilakukan dengan menjaga kualitas apa yang disajikan. Bahkan begitu merambah ke  dunia katering, masyarakat Madiun pun menyambutnya dengan baik. Buktinya setiap hari tak pernah lowong menerima paket kotakan.

Yang menarik, Yopy memulai usahanya justru dari pinggir jalan. Ia mengaku menjadi PKL (Pedagang Kaki Lima) cukup lama. Omzetnya pun lumayan besar.  Sebulan setidaknya mengantungi uang Rp 30 juta, atau rata-rata Rp 1 juta per hari. Dari hasil tabungannya, ia pun meningkatkan diri dengan membuka kedai di Kapuas;. Tapi di Jalan Kapuas inilah dia mendapat pelajaran berharga, khususnya dalam hal manajemen.

‘’Saat itu saya menyerahkan semua ke pegawai, dan lama-lama pelanggan saya hilang.’’ Kisahnya.

Kurang kontrol, itulah yang ia alami, sehingga kualitas rasa pun tidak seperti biasanya.  Pelanggan pun hilang satu persatu. Dari pengalaman itu, ia melakukan introspeksi, bahwa bisnis kuliner tidak bisa begitu saja diserahkan ke orang lain. ‘’Ini benar-benar pelajaran berharga,’’ ujarnya.

Kapuas ditinggalkan, ia kemudian membuka di Jalan Sikatan 4 itu. Di sini, ia menangani restonya dengan serius, akhirnya pelanggan lama pun sedikit demi sedikit kembali. Dan kini nama Barracuda Resto mulai berkibar lagi. (*)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda