Educamp Bank Sampah dan Ecobricks

Bahagia di Tengah Anak Muda Peduli Sampah

BAHAGIA di tengah anak muda dalam sharing seputar Bank Sampah dan Ecobricks. (Foto: Erwan W/CowasJP)

COWASJP.COM – style="text-align: center;">OLEH : ERWAN WIDYARTO

Bank Sampah Griya Sapu Lidi, Yogya

SAYA percaya kebahagiaan itu menular! Berada di tengah-tengah 50-an anak muda peduli lingkungan  yang terlihat bahagia, saya pun ikut bahagia. Mereka adalah para mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang sedang mengikuti educamp dengan hati riang gembira.  “Berkemah” untuk melakukan sejumlah hal demi menjaga lingkungan. Meski tidak ikut berkemah, saya juga gembira.

Di bawah payung Young South East Asian Leadership Initiative (YSEALI), American Corner menghimpun para mahasiswa pilihan itu untuk peduli dengan lingkungan. Mereka menginap di desa wisata yang asri. Di satu rumah panggung di tengah sawah pinggir kali. Desa Wisata Grogol, tepatnya. Sekira 4 kilometer arah utara Pasar Godean. Momentumnya memeringati Hari Bumi (Earth Day). Tajuk besarnya Plastic Educamp #dietkantongplastik. Agenda aksinya sudah dirancang. Mulai dari Plastic Recycle Workshop, Tree Planting, Plastic Hunt, dan Plastic Talk.

Saya kebagian berbagi di workshop. Ini agenda pertama mereka di educamp tersebut. Resminya, saya diundang agar melatih mereka memanfaatkan sampah plastik menjadi sesuatu yang bermanfaat. Namun, karena ini acara “pembuka” educamp mereka maka saya manfaatkan untuk brainwashing eh…brainstorming. Membuka wawasan dan pikiran mereka, mengapa harus peduli dengan sampah. “Diet kantong plastik hanyalah salah satu langkah dari sistem pengelolaan sampah,’’ kataku mengawali paparan.

BACA JUGA: Membuang sampah hukumnya HARAM!

Lalu saya uraikan betapa soal sampah ini telah menjadi masalah yang begitu kompleks dan rumit. Kondisi TPA yang makin kritis, sikap masyarakat yang masih seenaknya sendiri dalam mengelola sampah, serta peraturan-perundangan tentang sampah yang sama sekali tidak dipedulikan. ‘’Sebanyak 400-500 ton sampah per hari dihasilkan di Sleman, Yogya dan Bantul. TPA Piyungan yang dulunya lembah telah berubah menjadi bukit. Harus ada langkah kongkret untuk ikut menangani masalah ini.’’

Saya lihat para mahasiswa itu serius memerhatikan paparanku. Mereka melihat foto kondisi TPA Piyungan di layar LCD yang saya tampilkan. Ada yang manggut-manggut, ada yang mengernyitkan dahi, ada yang geleng-geleng. Barangkali mereka baru menyadari betapa produksi sampah yang begitu buesarr itu telah mengubah lingkungan di tempat penampungan sampah.

‘’Setiap orang yang menghasilkan sampah wajib memilah sampah sesuai jenis dan sifatnya!’’ Saya paparkan bunyi pasal 19 dalam Perda Istimewa No 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga. Pasal ini menegaskan mengenai pemilahan. Dan pemilahan merupakan ‘roh’ dari sistem pengelolaan sampah. Maka, seharusnya ada kesadaran dari Anda untuk melakukan amanat peraturan ini.

Saya tampilkan pula aturan di pasal lain yang menegaskan adanya pembatasan timbulan sampah, pemanfaatan kembali sampah dan pendaurulangan sampah. Atau dalam bahasa kerennya reduce, reuse dan recycle. ‘’Kesadaran untuk tidak menyampah, semestinya sudah menjadi kesadaran awal kita sehingga produksi sampah kita tidak malah terus membesar. Perlu kita sadari, TPA itu bukan untuk sembarang sampah. TPA itu hanya untuk sampah yang benar-benar tidak bisa dimanfaatkan. Itulah sampah residu. Itulah pampers. Baik pam­pers bayi maupun pampers dewasa,’’ ujar saya.

BACA JUGA: Apa sumbangsih BANK SAMPAH?

Kemudian saya tekankan bahwa menjadi orang, apalagi orang yang terdidik haruslah selalu bertindak dengan bijak dan bertanggung jawab atas setiap tindakan kita. Jangan sampai kita menjadi orang yang bisanya hanya melempar tanggung jawab, melempar masalah ke pihak lain. Jangan pernah sekalipun berpikir, yang penting masalah di diri kita selesai. Padahal, masalah itu kemudian menjadi masalahnya pihak lain.

Mereka yang membuang sampah sembarangan, adalah tipe orang yang hanya memikirkan diri sendiri. Mereka berpikir dengan membuang sampah di kali, di tempat sepi, maka masalah sampah selesai. Mereka tidak berpikir langkah tersebut hanyalah memindah masalah. Bisa jadi, masalah sampah pada diri mereka selesai. Tapi, bukankah sampah yang mereka tinggalkan atau mereka buang itu akan menjadi masalah bagi orang lain? Sampah itu akan menyusahkan pihak lain. Pasti!

Saya lihat anak-anak muda yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia ini masih antusias. Sepertinya mereka memahami apa yang saya sampaikan. Maka saya pun melanjutkan ocehan saya, sebelum praktik pengolahan sampah plastik seperti yang dijadwalkan.

BACA JUGA: Mendaur ulang sampah itu FARDLU KIFAYAH.

‘’Jika belum bisa membuat orang lain SENANG, setidaknya tidak membuat orang lain SUSAH,’’ begitu kataku menekankan poin penting dalam hal orang yang membuang sampah seenaknya ini.

‘’Oke! Siap?’’ tanya saya disambut teriakan ‘’Siaaappp!’’

‘’Kalian hebat! Kalian tepat berada di sini. Maka niatkan mulai hari ini untuk semakin peduli dengan lingkungan. Seberapa pun kecilnya sumbangan kita, pasti akan bermanfaat pada sekitar. Yakinlah bahwa energi positif yang kita hadirkan di sini, akan memancar dan kembali kepada kita lagi. Begitu pula sebaliknya, kalau kita memancarkan energi negatif, maka hal itu juga akan kembali ke kita juga. Baik secara sedikit-sedikit atau pun akumulatif.’’

Untuk mengakhiri pemaparan di sore yang cerah dan udara sejuk segar itu, saya mengajak mereka untuk membuat Ecobricks. ‘’Botolmu tempat sampahmu!’’ kataku. Dengan botol air mineral bekas yang Anda miliki, Anda bisa membuat kursi, meja dan bentuk lain yang bisa dirancang. Isilah botol air mineral itu dengan sampah-sampah plastik seperti tas kresek, bungkus kopi, bungkus permen, bungkus mi instan, dan sejenisnya. Mampatkan dengan tongkat sehingga benar-benar padat dan tidak ada rongga di dalamnya.

Botol-botol air mineral yang sudah diisi penuh sampah plastik tersebut bisa disatukan dengan pola tertentu menjadi susunan yang bisa dibuat menjadi kursi, meja, dan lain-lain. Botol yang sudah terisi tersebut direkatkan satu sama lain dengan lem silikon. Satu kursi membutuhkan 19 botol dengan pola susunan 3-4-5-4-3.

Saat itu saya membawa contoh ecobricks yang sudah disusun menjadi kursi. Kursi Ecobricks itu pun menjadi “bintang” di tempat itu. Bergantian mereka mencoba duduk di atasnya. Bahkan ada yang berdiri. ‘’Kuat ya!’’ ujar mereka.

Jika di acara educamp ini ada agenda plastic hunt, maka saya sarankan untuk dibuat ecobricks. Kalau setiap anak membuat satu botol maka akan terkumpul 50-an botol ecobricks. Dengan 57 botol akan bisa diperoleh tiga buah kursi.

KUAT NYAMAN. Duduk di atas kursi ecobricks saat berbagi seputar Bank Sampah dan Ecobricks.

Anak-anak muda yang antusias. Mereka mengaku mendapatkan ilmu baru. Ilmu sederhana yang sebelumnya tidak ada di dalam benak mereka. Bisa langsung dipraktikkan. Saya pun merasa tambah bahagia. Semoga apa yang saya sampaikan bisa bermakna. Sebelum saya pamit pulang, saya didaulat untuk menanam pohon di lokasi tersebut. Saya memilih menanam pohon manggis. Harapannya, dalam waktu mendatang akan bisa kita petik buah yang manis. Tidak hanya buah dari pohon itu, tapi juga buah dari ilmu yang telah terbagi pada anak-anak muda hebat ini.***

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda