inspirasi ca'amu

Menghambat Jalan ke Surga

Penulisa saat foto bersama dengan Dahlan Iskan, (Foto: CoWasJP.com)

COWASJP.COMSEPERTI biasa, setiap hari Jumat usai subuhan pengeras suara Masjid Al Akherat pojok kampung Rungkut Wetan selalu dibesarkan. Suaranya cukup menggugah orang nyenyak tidur. Sejam sebelum adzan sudah mengudara.

Tak sedikit umat yang butuh keheningan dan ketenangan di sepertiga malam pada menggerutu. Tak terkecuali sekuriti perumahan sebelah kampung santri itu. Maklum saja, jam jam subuhan memang menjadi kebiasaannya, merem sebentar sebelum ganti sif pagi. Termasuk SiKemprut dan SiKemprot.

Sudah menjadi kebiasaan kedua remaja tanggung, anak pemuka agama di kampungnya itu. Mereka baru beranjak dari tempat tidurnya, jika bapaknya pulang dari subuhan. Itulah sebabnya, pria paruh baya berjidat gosong ini tak pernah ikut mendengarkan kuliah subuh di masjid. Soalnya, ya itu tadi, harus menggugah anaknya yang selalu molor. 

“Peno koq gak pernah lungguh sing enak sih Ji... Kene lho  dekat aku, Cak Kaji. Mau ke mana? Kuliah subuhe wis kate dimulai lo,” celetuk SiLamun kepada tetangganya yang karib disapa Kaji DuLamu itu. Pria yang sehari harinya jualan sate klopo ini hanya mesam mesem. Tak menghiraukan ajakan SiLamun.

Benar juga SiLamun, sesaat setelah Kaji DuLamu nyahut sandal selopnya, suara Ustad Khosim terdengar nyaring. “Assalamualaikum warohmatullooohi wabarokaatuuuh,” langsung dijawab serempak jamaah yang sebagian besar sudah berumur,”Wa’alaikum salaam warohmatullahi wabarokatuh.!”

Mendengar uluk salam penceramah asal Pasuruan itu, Kaji DuLamu juga tak kalah semangatnya menjawab. Tapi tidak berucap sekeras jamaah di masjid. Dia hanya menjawab  dalam hati. Hingga matanya berkaca kaca.

Seperti biasa, usai membangunkan kedua anak kembarnya SiKemprut dan SiKemprot, Kaji DuLamu langsung nyetik kompor. Ini kebiasaannya setiap pagi, lantaran sang istri saben habis subuhan, selalu belanja ke Pasar Rungkut pinggir kali. Sehingga, dia harus melayani diri sendiri. Terlebih lagi, hanya dia yang bisa membuat  wedang kopi jahe kesukaannya.

Di kursi kayu jati ukir ruang tamu itulah, kebiasaan bapak dua anak ini, mendengarkan ceramah subuh dari pengeras suara masjid. Sebab, ia biasa nyambi buka-buka Al Quran sekalian nyemak ayat ayat yang disebut sang penceramah..

Sementara SiKembar: Kemprut dan Kemprot juga turut mendengarkan kuliah subuh sembari sarapan di ruang makan. Keduanya asyik mendiskusikan materi ceramah yang dianggapnya menarik. Usai ustad turun mimbar, Kaji DuLamu menghampiri kedua putranya. “Onok opo rek, kok serius banget,” sapa sang bapak.

SiKemprut langsung buka omongan. Dia tertarik dengan ceramah subuh yang membahas kematian seorang kaya dan miskin. Menurut mubalig Masjid Al Akherat tadi, bahwa jalan pulang kematian orang miskin jauh lebih lempeng ketimbang si kaya. Mengapa? Orang miskin yang bertaqwa, tawaduk dan tidak kufur nikmat akan lebih mudah hisapnya ketimbang si kaya. Meskipun amal ibadahnya seimbang dengan si miskin.

“Bes, apa betul semua harta yang aku miliki nanti,  mulai anak, istri sampai gono-gini bisa menghambat jalan ku menuju surga, kalau sudah mati nanti?" tanya SiKemprut kepada bapaknya yang lebih suka dipanggil Ebes ini.

Kaji DuLamu pun  mengangguk! "Trus.. buat apa saya nikah, bekerja jungkir balik dan sampai punya anak segala?"protes anak yang satunya, SiKemprot. "Begini nak," sahut sang bapak sembari mengelus janggutnya. "Mohonlah kepada Allah, agar semua yang kamu peroleh nanti menjadi berkah. Onok barokahe,” nasihatnya.

gus-amuCpSO8.jpg

Jika kalian menikah nanti, pesan Kaji DuLamu lagi, didiklah istri dan anakmu menjadi istri yang solihah dan anak yang sholeh. Harta yang diperoleh jangan terlalu banyak dikumpulkan. “Berikan kelebihannya untuk orang orang fakir miskin, anak anak yatim dan piatu. Cukuplah makan dengan hartamu yang halal dan toyyibah.”

Lantas? "Ya bersyukurlah kepadaNya atas nikmat yang diberikan selama ini. Jika ditambahi nikmat lebih, bagikan kepada orang orang yang tidak mendapatkan kenikmatan harta," jelas sang bapak yang spontan disahut SiKemprot,"Termasuk nanti kalau saya punya istri lebih dari satu?"

"Kalau yang itu beda Prut. Kamu harus adil seadil adilnya. Dan, ini sangat berat. Mangkane Ebes mu iki,  gak wani blas ndekati wanita selain ibukmu,” jawab Kaji DuLamu. “Betul Bes, karepku yo ngono. Tapi kalau sudah jodoh pasti ada jalan keluarnya. Kan, Gusti Allah tidak tidur, Bes,” timpal SiKemprut.

Kaji DuLamu langsung mengernyitkan jidat. Ia mbesengut. “Gak turu bathuk mu ngono. Sing turuan yo awakmu iku. Sembahyang subuh sering telat ae, koq, wani-wani ne kepingin ngopeni istri dua, Prut Pruut.. Wis-wis sing genah sekolahe. Ojok mikir wedok an ae,” hardik sang bapak.

By: Pesantren Jurnalis/Abdul Muis

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda