Ketika Cowas JP Lawang Membuka Peluang (1)

Belajar Bikin Green House Dua Tahun pada Orang Prancis

COWASJP.COMSEMANGAT membuka peluang hidup menderu-deru di Kota Lawang, 20 kilometer utara Kota Malang. Tiga Konco Lawas: Imawan Mashuri, Tonny, Bambang Supriyantoro tak lagi menulis berita, features, atau mencipta program. Namun, kini mereka menyadur alam dan zat kimia menjadi peluang baru kehidupan.

Kunjungan Tim Penggerak Cowas JP (Konco Lawas Jawa Pos, perkumpulan mantan karyawan Jawa Pos dan grupnya) ke Lawang tidaklah sia-sia. Kamis 2 Juni 2016 siang itu, kami membaca kisah tentang bagaimana menguak mata pencaharian yang dulu tak pernah kami bayangkan.

Tim Penggerak Cowas JP yang terlibat dalam kunjungan tersebut adalah Wakil Bendahara Thomas Joko Susilo, Ketua Bidang Keanggotaan Abdul Muis, Desain Grafis Budiono, dan Wakil Ketua 1 Slamet Oerip Prihadi.

Imawan Mashuri, mantan wartawan hukum (pernah ngepos di Kejaksaan Agung) Jawa Pos dan bos JTV Group bersama Tonny, mantan wartawan JTV di wilayah Malang Raya, kini merintis proyek percontohan (pilot project) ternak lele, ternak kelinci, dan green house. Jangankan kami, mereka pun tak pernah membayangkan bahwa kini mereka “bergulat” di sektor itu.

“Saya punya tanah di Desa Telogo (3 km sebelah barat Lawang). Tanah ketinggian yang subur. Dari desa sini kalau terus naik akan sampai ke Kebun Teh Lawang yang terkenal itu,” kata Imawan Mashuri. Mengapa dia memiliki tanah di sini. “Banyak sekali saudara saya tinggal di sini (Desa Telogo). Di sinilah asal ibu saya,” kisahnya. Di tepian bidang tanah tersebut sekitar 10 pohon durian setinggi 25 meter tegak menjulang.

foto-imawan-satumRTvB.jpg

Larik-larik tanah dalam green house (foto kiri). Tampak luar green house (kanan). (Foto: Suhu/CoWasJP.com).

Sekitar satu hektar tanah pebukitan ini harus disadur menjadi apa? Apakah ditanami jagung seperti yang ada di sekitar? Itulah yang menjadi renungannya berminggu-minggu. “Saya tidak bisa sendirian.

Saya harus mencari Konco Lawas. Pilihan saya jatuh kepada Tonny,” kata Imawan. Tonny mengundurkan diri dari JTV beberapa tahun yang lalu, kemudian banting setir menjadi karyawan biro perjalanan. Tapi kemudian Tonny merasa jenuh, karena jerih payahnya tak seimbang dengan hasil yang didapat.

“Saya harus hijrah ke bidang lain. Tapi bidang apa? Jawaban itu saya dapatkan dari wisatawan asal Prancis yang menjadi klien perusahaan tempat saya kerja. Dari ngobrol biasa mengarah pada keahliannya di bidang cocok tanam. Dari dialah saya dua tahun belajar membuat green house. Rumah cocok tanam tertutup plastik transparan yang seluruh tanamannya tidak boleh kena hujan,” terang Tonny. Air hujan yang mengandung sulfur berpotensi merusak tanaman.

tonnyQKZIb.jpg

Tonny "Desainer" green house. (Foto: suhu/CoWasJP.com)

Karena itu, ajakan Imawan adalah hal yang sudah lama dia nantikan. “Di green house yang baru dibangun ini akan kami tanami paprika. Lombok besar asal Eropa. Ada lima warna. Apa paprika ungu, merah, hijau, kuning, dan oranye.”

Diperhitungkan, per larik (gundukan tanah) ukuran 1 meter x 20 meter bisa menghasilkan paprika dengan harga Rp 5 juta. Di proyek percontohan dibuat 20 larik. Berarti akan menghasilkan sekian kuintal paprika seharga Rp 100 juta. “Jangan dijual kepada tengkulak. Tapi harus kami jual sendiri door to door. Inilah cara kami untuk bersaing harga dan mendapatkan hasil yang lebih besar,” timpal Imawan. Semakin panjang lariknya tentu akan semakin besar pula hasilnya.

Namun, ini masih tahap percontohan. Mereka baru bergerak menembus pasar sesungguhnya jika telah mengetahui dengan pasti berapa kilogram produksi per larik, dan menemukan pasar yang paling menguntungkan. “Kalau kami berhasil, sistem cocok tanam ini akan kami share kepada Konco Lawas JP yang berminat. Dan, kami membangun jaringan green house Cowas bersama-sama,” tutur Imawan.

imawan-satuoH3bN.jpg

Imawan Mashuri pioner green house CoWas JP. (Foto: Suhu/CoWasJP.com)

Sekitar 25 meter dari green house tertata belasan tong-tong besar dari plastik tebal warna biru. Tiap tong berdiameter 2 meter. Tinggi 1 meter. “Di tiap tong ini bisa kita ternakkan sekitar 4.000 ekor lele. Pasar masih sangat terbuka. Di Pasar Lawang saja masih ada permintaan sekitar 20 ton per hari yang belum terpenuhi,” kata Imawan.

Biaya produksi per tong, mulai pembuatan tong, pembelian bibit lele sampai biaya makanan lele selama tiga bulan untuk panen pertama sekitar Rp 5 juta. Di area tong biru ini, Imawan punya seorang tenaga ahli bernama Nizam. “Saya belajar ternak lele seperti ini selama dua tahun di Pahang (Malaysia),” jelas Nizam.

Dalam kondisi paling buruk, jumlah lele yang bertahan hidup sampai usia tiga bulan 3 kuintal lele. Per kilogram harganya Rp 17.000. Per kilogram idealnya 10 ekor lele. Berarti per tong biru bisa menghasilkan uang sebesar Rp 5,1 juta tiap 3 bulan. “Dalam tempo tiga bulan balik modal. Tiga bulan berikutnya kita tak perlu lagi membuat tongnya.” 

Maka, per tong di tiga bulan kedua bisa menghasilkan keuntungan sekitar Rp 2,5 juta. Agar terjadi perputaran bisnis yang baik, minimum perlu 6 tong biru. Ini untuk mendapatkan keuntungan Rp 3 juta per bulan. Apalagi jika bisa menekan jumlah kematian dan penyusutan berat.

tong-lelewj1OG.jpg

Area tong biru lele. (Foto: suhu/CoWasJP.com)

Keuntungan akan lebih besar, bila peternak bisa membuat makanan lele sendiri. “Sekarang kami sudah bisa membuatnya sendiri. Kami harus bisa melepaskan diri dari ketergantungan pada Pokphand yang memonopoli pakan lele. Bahkan memonopoli ternak lele dari hulu ke hilir,” terang Imawan Mashuri.

Tempat pembuatan pakannya agak jauh dari tempat pemukiman penduduk karena baunya yang menyengat. Tapi tempat untuk mngolahnya dengan campuran lain dibuat di sebuah bangunan di samping area tong biru. Hasilnya menggembirakan. Dengan pakan buatan sendiri mereka bisa memproduksi lele lebih dari 3 kuintal (usia 3 bulan) per tong biru. Lele tidak boleh dipanen lebih dari usia 3,5 bulan. Kalau lebih tua dari itu, rasa gurihnya akan berkurang.

Apakah itu sudah cukup? Masih ada lagi yang wajib dilakukan. Apa gerangan? Tunggu seri tulisan kedua.*

Baca juga berita-berita menarik lainnya. Klik Di Sini

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda