Dahlan Iskan dan Buku-buku Antikorupsi

Dahlan Iskan (Foto: kompas)

COWASJP.COM – ockquote>

C a T a T a N: Djoko Pitono

-------------------------------------

DJOK, saya ada buku bagus tulisan seorang jaksa di Hongkong. Ini buku tentang pemberantasan korupsi. Saya minta tolong Anda terjemahkan ya, mau saya terbitkan. Tapi harus cepat Djok. Satu minggu harus selesai. Mungkin nanti diluncurkan oleh Presiden.”

Begitu kira-kira ucapan Pak Dahlan Iskan lewat telepon dari Hongkong sekitar November 2005. Tak ada pembicaraan rinci, selain pesan-pesan singkat lewat email. Softcopy naskah buku yang dimaksudkan itu pun langsung dikirim lewat email melalui teman bagian IT di Jawa Pos. Buku tulisan Ian MacWalters itu berjudul A Handbook on Fighting Corruption With Special Reference to Hong Kong Experience And the United Nations Convention Against Corruption.

Tahu kalau buku tersebut cukup tebal dan saya hanya diberi waktu satu minggu, saya pun langsung kontak. “Mas, bukunya cukup tebal, nggak mungkinlah kalau waktunya satu minggu. Nggak mungkin,” kata saya.

buku-korupsi6gMUY.jpg

“Pokoknya satu minggu Djok. Tidak ada alasan tidak bisa,” jawab Pak Dahlan.

Begitulah memang gaya Pak Dahlan, yang biasa saya panggil Mas. Sebagai sesama jurnalis, saya berteman sejak paruh kedua 1970-an, saat dia masih sangat sederhana hidupnya, untuk tidak mengatakan miskin. Saya bukan karyawan Jawa Pos saat dia meminta menerjemahkan buku Ian MacWalters itu, tapi freelancer yang sering menulis di Jawa Pos. Juga menulis, mengedit,  dan menerbitkan buku untuk JPBooks, penerbitan buku Jawa Pos Group.

“Gila, edan, ” pikir saya saat itu. Tetapi saya segera memperoleh ide untuk mengajak beberapa orang untuk membantu menerjemahkan buku tersebut. Ini memang sesuatu yang baru bagi saya. Sebagai jurnalis dan penerjemah, saya biasa bekerja sendiri. Saya menganut pandangan, a writer is a lonely profession.

Dengan bantuan beberapa mahasiswa pintar dari jurusan bahasa dan sastra Inggris, Universitas Negeri Surabaya, saya kebut penerjemahan buku tersebut. Tidak mudah memang, apalagi buku ini dipenuhi istilah hukum sistem British. Benar-benar penerjemahan ini membuat saya jungkir balik, karena harus bertanya pada sejumlah ahli. Ahli hukum dan juga ahli bahasa. Penerjemahan molor tiga hari dan akhirnya diterbitkan oleh JPBooks dengan judul Memerangi Korupsi: Sebuah Peta Jalan untuk Indonesia.

Buku tersebut akhirya diluncurkan di gedung Bursa Efek Indonesia (BEJ) Jakarta, Senin,  3 Januari 2006, oleh Wapres Jusuf Kalla, mewakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)  yang berhalangan datang. Acara yang diprakarsai oleh Harian INDO POS tersebut dihadiri para pejabat dan tokoh-tokoh bisnis di Jakarta. Hadir pula penulis buku tersebut, Ian McWalters, seorang Senior Counsel di Komisi Independen Anti Korupsi (ICAC) Hongkong.

Jusuf Kalla (JK) dan Dahlan Iskan sudah lama berkawan, jauh sebelum JK menjadi Wapres di era pemerintahan pertama SBY, kemudian jadi Wapres lagi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo sekarang. Keduanya jelas sudah saling kenal pribadi masing-masing.

dahlanmerdekaT70N.jpg

Karena itu, lugas saja jawaban JK ketika ditanya wartawan mengenai ditetapkannya mantan menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan sebagai tersangka atas dugaan korupsi penjualan aset negara oleh Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Sebagai kawan lama, Wapres mengaku tak yakin Dahlan berniat untuk melakukan tidak pidana korupsi.

“Saya gak yakin Pak Dahlan punya niat seperti itu ya. Tapi banyak hal di Indonesia memang selama ada masalah ya dihubung-hubungkan terus. Tapi itu tugas mereka (kejaksaan) lah,” kata Jusuf Kalla di kantor Wakil Presiden, seperti dilaporkan Republika, Sabtu (29/10).

Tak hanya Wapres Jusuf Kalla yang tidak percaya bahwa Dahlan Iskan berniat korupsi. Banyak tokoh masyarakat, termasuk mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahmud MD, para ulama serta ribuan orang di seluruh negeri ini, tidak percaya pada sangkaan korupsi yang ditujukan kepada Dahlan Iskan.

Orang-orang di luar sana lebih percaya bahwa pernyataan Dahlan  bahwa dirinya “sudah lama diincar penguasa”. Jadi ada motif politik di balik sangkaan tersebut. Hal yang tentu saja dibantah oleh pihak kejaksaan.

Langkah kejaksaan bagaimana pun harus dihormati dalam proses hukum ini. Terlepas  tak bisa dibendungnya sorotan lebih besar dari masyarakat. Ini karena darah Dahlan Iskan adalah darah antikorupsi, kata jurnalis senior Ali Salim.  (Jawa Pos, Kamis, 3 November 2016)

Terkesan Hongkong

Niat Dahlan Iskan menerbitkan buku karya Ian McWalters tersebut disebabkan karena suksesnya upaya pemberantasan korupsi di Hongkong. Ia melihat pilihan terbaik memang bekas koloni Inggris yang dikembalikan pada Tiongkok pada 1997 tersebut.  Bukan saja negeri itu telah diakui sebagai “pusat dunia untuk belajar pemberantasan korupsi”, tapi juga latar belakangnya sangat relevan dengan apa yang terjadi di Indonesia.

Dahlan Iskan menyatakan, tingkat korupsi di Hongkong pada 1970-an boleh dibilang sama dengan apa yang terjadi di Indonesia.. Mereka juga mempunyai istilah bahwa korupsi sudah “membudaya” di Hongkong. Begitu membudayanya sehingga petugas pemadam kebakaran yang sudah berada di lokasi amukan api pun tidak akan mulai menyemprotkan airnya kalau belum disogok.

“Perawat yang sudah siap alat suntiknya di rumah sakit umum pun tidak akan mulai menginjeksi pasiennya kalau belum dapat penghasilan tambahan,” tutur Dahlan dalam pengantar buku Ian McWalters edisi Indonesia itu.

Menurut Dahlan pula, pada saat itu 80 persen tindak korupsi di Hongkong dilakukan oleh aparat negara, mulai dari atas sampai yang paling bawah. Mulai pejabat kementerian sampai petugas di kampung-kampung. Yang 20 persen dilakukan oleh swasta. Sampai kemudian dilakukan pemberantasan korupsi secara sistematis. Hasilnya bukan saja berupa sistem kenegaraan dan kemsyarakatan yang sangat bersih, tapi juga kemajuan ekonomi yang luar biasa.

dahlan-bogorposwU4LN.jpg

“Kini kalau masih ada tindak korupsi, jumlahnya sangat kecil dan prosentasinya sangat menakjubkan: hanya 20 persen dilakukan aparat pemerintah dengan sisanya yang terbesar dilakukan oleh swasta, terutama di pasar modal,” kata Dahlan pula.

Dahlan pun menyatakan, karena itu dirinya meminta Ian McWalters yang terlibat langsung dalam konsep dan operasional pemberantasan korupsi di Hongkong itu untuk menuliskan buku khusus buat Indonesia. “Dia sudah menulis beberapa buku tapi kami meminta dia untuk sekali lagi menulis yang lebih spesifik. Buku yang sudah terbit di Hongkong dan selalu laris, terlalu sudut teknis hukum dan sangat berorientasi ke Hongkong,” katanya.

Satu hal yang telah diusulkan Dahlan saat itu adalah langkah amnesti umum, yang dalam batas tertentu mirip Amnesti Pajak yang kini diterapkan pemerintah Presiden Joko Widodo.

Dahlan saat itu mengatakan, memang tidak mudah mengikuti road-map seperti apa yang pernah dilakukan di Hongkong. Salah satu yang akan akan menimbulkan kehebohan adalah keharusan melakukan amnesti umum terhadap para pelaku korupsi di masa lalu. Bagaimana kita bisa mengampuni koruptor yang begitu enak? “Ini memang pilihan yang berat. Namun kalau tidak dimulai dari sini, akan dari mana kita memulai dan berapa lama akan memakan waktu?,” katanya.

Apresiasi Bupati dan Jaksa Bersih

Selain mengkampanyekan upaya antikorupsi dengan menerbitkan buku jaksa Hongkong, Dahlan Iskan juga memberi pengantar pada buku biografi tokoh-tokoh yang dikenal bersih dan transparan dalam bekerja. Seperti Bupati Tuban Fathul Huda dan Asisten Pengawasan (Aswas) Kejaksaan Agung MS Rahardjo (2009), yang sebelumnya pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur.

Sebagai CEO PLN, pada 2011 Dahkan Iskan memberikan sambutan dalam buku Menuju Pendopo via SMS Kiai karya H. Anas Sadaruwan, wartawan Jawa Pos, terkait terpilihnya Huda sebagai bupati Tuban untuk periode jabatan pertama. Kebetulan saya adalah editor buku Anas tersebut.

Dahlan antara lain mengatakan, Fathul Huda telah memiliki modal yang luar biasa, utamanya adalah modal tidak takut tidak jadi bupati. “Tidak seperti banyak calon bupati lain, Fathul Huda tidak butuh apa-apa kecuali beribadah dan mengabdikan dirinya pada masyarakat. Ini karena Huda telah sukses dalam kehidupannya sebagai pengusaha,” kata Dahlan.

koranCmLK.jpg

Meskipun demikian, Fathul Huda disebutnya akan menghadapi birokrasi yang sangat berbeda budayanya dengan dunia usaha. “Pak Huda akan seperti benda kecil yang dimasukkan kolam keruh birokrasi. Di situ Pak Huda bisa jadi kaporit yang berhasil menjernihkan kolam itu. Atau jadi ikan lele yang justru hidup dari kolam keruh itu. Atau jadi ikan hias yang akan mati di kolam itu,” tulis Dahlan.

Dahlan pun menunjuk, sebagai pengusaha Fathul Huda juga banyak akal, selain kaya raya dan tak takut tidak jadi bupati. Beragam modal itu akan dapat mengubah Tuban jadi lebih maju. “Pantai dalamnya bisa dia jadikan pelabuhan yang akan memakmurkan. Pelabuhan Surabaya sudah kehilangan masa depannya. Tuban, kalau mau, bisa mengambilalihnya,” kata Dahlan pula.

Becik Ketitik Ala Ketara

Menariknya, kalau tahun 2016 Dahlan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati Jawa Timur Maruli Hutagalung, pada 2009 dia memberi pengantar buku biografi seorang pejabat tinggi Kejaksaan Agung. Pejabat itu adalah MS Rahardjo, saat itu baru pensiun dari jabatannya sebagai Asisten Pengawasan (Aswas) Kejagung di masa kepemimpinan Jaksa Agung Hendarman Supandji.

Pejabat yang dikenal sederhana dan bersih ini sebelumnya pernah menjadi Kepala Kejati Jawa Timur. Saya kebetulan adalah penulis buku biografi tersebut, Becik Ketitik Ala Ketara: Perjalanan Jaksa MS Rahardjo. Selain perjalanan karier Rahardjo dari bawah, buku ini diwarnai pelukisan suasana Kejaksaan Agung di saat tertangkapnya Jaksa Urip Tri Gunawan oleh aparat KPK karena menerima suap 600.000 dollar AS atau sekitar Rp 6,3 miliar dari pengusaha Artalita Suryani.

dahlan-iskanliputan6flH1g.jpg

Dalam pengantarnya, Dahlan Iskan memberikan pujian tinggi kepada sosok MS Rahardjo, apalagi jaksa ini sudah dikenal banyak wartawan Jawa Pos di Surabaya sejak 1980-an. “Para wartawan yang kini sudah senior itu punya banyak cerita tentang jaksa yang ramah, sopan, rendah hati, tapi juga tegas ini. Mereka masih ingat, bagaimana Jaksa Rahardjo naik bus kota ke kantornya, atau ke Pengadilan Negeri dan hanya membawa tas kresek,” tulis Dahlan.

Dahlan juga mengatakan, dirinya tidak heran saat mendengar berita bahwa Jaksa Agung Hendarman Supandji sempat berupaya mencegahnya saat Rahardjo akan mengajukan pensiun dengan alasan masih membutuhkan. “Saya juga tidak heran mendengar bahwa Pak Rahardjo kini diminta menjadi konsultan hukum di beberapa perusahaan, selain juga mengajar di perguruan tinggi. Mengajar rupanya sudah jadi salah satu hobinya,” tambah Dahlan pula.

Orang-orang kini banyak yang bertanya, bagaimana nasib Dahlan Iskan nantinya? Inikah akibat Dahlan Iskan mencemplungkan diri ke dalam kolam keruh birokrasi? Seperti diiingatkannya kepada Bupati Tuban Fathul Huda? Banyak pihak terus menunjukkan rasa prihatin dan memberikan dukungan moril. Sebagian lainnya mungkin sedang sibuk berspekulasi. Sebagian lain tertawa-tawa bergembira ria menyaksikan drama yang terjadi di depan matanya. Tetapi yang jelas, Pengeran ora sare. Tuhan tidak pernah tidur.

Becik ketitik ala ketara. Baik buruk perbuatan pada akhirnya (akan) diketahui. Ungkapan Jawa inipun akan berlaku pada siapa pun, termasuk semua pihak yang masuk dalam pusaran kasus Dahlan Iskan. Termasuk pula invisible hands, sosok-sosok bayangan yang boleh jadi pegang peranan tetapi tidak pernah terdengar suaranya. (*)
 
Djoko Pitono, veteran jurnalis dan editor buku.

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda