@inspirasi ca'amu

DUWIK PANAS

Desain grafis Nulis Sampek Tuwek Seduluran Sampek Matek iku (Gedhebug/ cowasjp.com)

COWASJP.COMMALAM itu seorang bos pabrik rokok nelpon SiKemprut. Ia ngajak sowan ke rumah kiyai kondang yang kharismatik. Karena rumah dan pesantrennya jauh sekitar empat jam dari Surabaya, SiBos minta SiKemprut kumpul sebelum subuh.

"Kalau bisa kita subuhan di Mesjid pesantrene Pak Yai yoo Prut," pinta pria perlente yang selalu necis ini. "Siyap Booos...Tapi kalau berangkat sebelum subuh berarti ngitung mundur empat jam, kita brangkat jam rolas malem donk," sahut SiKemprut via Hape yang spikernya terdengar orang lain.

Sebelum menyimpan hapenya, SiKemprut langsung nyolek SiKemprit. "Meloook taa bro? Nek ikut ayo siap siap. Ojok cetingan ae...," ajak SiKemprut langsung tancap gas ke rumah bos pabrik rokok tadi.

Tidak banyak yang diobrolkan dalam perjalanan mereka menuju Ponpes Asembagus Situbondo. SiKemprit dan SiKemprut lebih asyik memainkan hape android yang kabelnya tetap konekting dengan power banknya.

"Kalian gak laper kan?" SiBoos buka omongan. "Tar aja bos kita makan pulangnya," timpal SiKemprit sok akrab yang disambut anggukan kepala SiKemprut. Maklum  kedua bersahabat ini memang seprofesi: wartawan koran pagi.

Sesampai di Ponpes ternyata subuhan sudah lewat. Pelataran mesjid penuh dengan santri lagi menikmati udara pagi. Untuk masuk rumah PaYai saja, mobil harus membedah lautan santri.

"Wah terpaksa gak subuhan iki. Malulah necis necis gini telat sembayang subuh hahaha,"ujar bos rokok sembari markir mobilnya.

Setelah antri beberapa menit di ruang tunggu jamaah, seorang pria bersyurban dan sarung warna gelap  menyapa tamunya. "Assalamualaikum... Sampean dari mana? Keperluannya apa?" tanya PaYai pada bos rokok sembari melirik SiKemprut dan SiKemprit.

amu-dan-dahlan-iskanpUOda.jpg

Penulis bersama Dahlan Iskan Menteri BUMN era Presiden SBY dan  Bos Jawa Pos Grup. (Foto: CoWasJP.com)

"Gini Yai, kami bertiga mohon doa dan restu PaYai untuk mendirikan klub sepak bola," jelas SiBos. "Enggih Yaiii.  Leres...," sambung SiKemprit dan SiKemprut senada.

Lhoo? Jidat PaYai langsung mengkerut. "Urusan bal balan kok ke kiyai. Main bola itu sehat. Yang gak sehat itu judi bola. Uangnya panas. Haraam ya!" pesannya dengan nada tinggi.

"Lantas?" SiKemprut agak protes. PaYai paham maksud wartawan muda ini. "Silahkan aja main bola, asal tidak merugikan orang lain. Apalagi nyakiti yang tidak ikut nonton. Dosaaa itu.. yaa."

PaYai pun lantas mempersilahkan SiBos meninggalkan rumahnya, karena masih banyak tamu yang menunggu giliran curhat dan minta doa. Pas pamitan pulang inilah SiBos salim duluan dan nyalimi PaYai dengan segebok amlop.

"Plook," suara amplop jatuh dari tangan PaYai, yang tak berkenan menerima salam tempel SiBos. Tahu uang warna hijau berceceran di lantai, dua sohib SiBos langsung mengambili kembali.

SiBos terdiam seribu bahasa. Sementara SiKemprut dan SiKemprit malah bercanda. "Wah bos uangnya ikut panas nii. Kalau dingin pasti tadi langsung digenggam Yai. Ini malah ditamplek..hi hi hi," kelakar SiKemprut.

Dasar SiKemprut uang ratusan ribu yang ikhlas dilepas SiBos itu disabet bagi dua sama sohibnya. "Lumayan Prut... Kalau sudah rejeki tidak akan kemana. Duwik panas iki iso dipakai tukar tambah hape hehehe," kekeh SiKemprit.

Sembari pegang setir, SiBos hanya membisu hingga lalai gak ngajak dua rekannya sarapan sampai Surabaya lagi.

(By: Pesantren Jurnalis/Abdul Muis)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda