Cangkruk’ane Cowas Karmen (7-Habis)

Bekerja Bukan Sekedar Cari Uang

Foto-Foto dan ilustrasi: CoWasJP.com

COWASJP.COM – ockquote>

O l e h: Cak Amu

-------------------------

BANYAK gembok-gembok penghalang kita untuk melakukan perubahan. Gembok itu ada kalanya berupa dalih soal usia, kesehatan atau gengsi dan malu.

Hal itu yang menghinggapi semua insan. Jika ia tidak menyadari akan kebutuhan hidup, gembok tersebut bakal menjadi benteng kemalasan. 

Ada empat gembok yang harus kita buka agar mencapai sukses. Gembok pertama adalah soal usia.

Tidak pantas diri manusia yang lebih sempurna dari hewan beralasan umur yang sudah tua enggan berbuat apa-apa.

Jika factor usia menjadi kendala untuk berhenti berkarya, maka tidak aka nada Kolonel Sanders, sang pendiri KFC (Kentuchy Fried Chichen) itu. Dia memulai usahanya di usia pensiun 55 tahun dan meraih sukses di usia 62 tahun. 

Juga Si Bocah ajaib Louis Tendean. Di usianya yang ke 23 tahun dia berhasil meraih gelar Doctor Honoris Causa dari Islamic Colege London. Ini diperoleh setelah berhasil menjadi marketer terbaik Asia dengan penghasilan Rp 1 M perbulan.

ketuaa-cowasaPn2U.jpg

Suasana syukuran launching Cangkruk’ane CoWas Karmen yang dihadiri Ketua dan anggota CoWasJP. Tampak penulis (kaos biri), pak ichsan, dan pak Abror (Ketua CoWasJP).

Alasan kesehatan juga tidak masuk akal. Gus Dur yang punya nama lengkap Abdur Rahman Wahid menjadi presiden dalam kondisi matanya invalid. Juga Pepeng hingga meninggal dunia dia tetap berkarya walau berada di atas ranjang.

Bagi saya, lima tahun tidak memiliki penghasilan tetap, bukan hal yang mudah buat karyawan yang sudah lama menggantungkan hidup dari gaji. Apalagi tidak dibekali dengan pengetahuan entrepreneurship atau bekal kerja di luar profesinya.

Baca Berita Sebelumnya: Tenggelamkan Kapal Pesiar

Tidak cukup buat saya hanya bermodal memeras otak, keringat, dan menjual asset yang ada. Untuk mengiringi perubahan itu, saya harus bergerak. Butuh sinergi. Perlu tali silaturahim.

Saya mencoba banting setir berbisnis multi level marketing (MLM). Menjadi agen asuransi. Sebab, hanya dua sektor ini yang paling mudah menghasilkan uang. Kerja keras, hasilnya pantas.

Kerja keras? Bagi saya tidak sulit. Dua puluh delapan tahun ikut Jawa Pos, tidak ada pekerjaan yang ringan. Tidak mengenal waktu. Tidur pun mimpinya pekerjaan. Semuanya under presser. Di bawah kendali deathline. 

Berita Berita Sebelumnya: Jangan Pernah Ingin Mengemis!

Karena itu, hanya dalam hitangan hari saya bisa melakukannya. Hasilnya memang nyata. Kalau di perusahaan lama butuh tahunan untuk meraih jutaan rupiah, di bisnis MLM tak perlu stress. Hanya butuh memanage diri dan waktu saja.

cak-amu-sambutanxu5J0.jpg

Penulis saat memebrikan sambutan dalam acara syukuran. 

Tapi, itukah yang saya cari? Ternyata uang bagi saya bukan segala galanya. (maaf). Di usia yang sudah mulai masuk magrib ini, naluri saya bilang bahwa pekerjaan adalah sangu untuk menuju alam kubur.

Sebagai wartawan puluhan tahun, yang darah dagingnya teraliri bias hati nurani, rasanya saya harus berpikir ulang untuk menekuni bidang baru tersebut. Perjalanan hidup di dunia, bagi saya adalah bekal hidup setelah mati nanti. 

Baca Berita Sebelumnya: Wartawan Hebat Bukan Hedonis

Karena itu, di usia memasuki kepala lima ini, bagi saya bekerja tidak sekedar cari uang. Apalagi seorang anak sudah berkeluarga. Pasti Allah tidak akan mengingkari janjinya untuk memberikan rejeki padanya. Bukan saya yang harus mengatur rejekinya.

Seorang anak lagi memang masih menjadi kewajiban kami. Tapi itu tidak sulit karena kami sanggup mendampingi hingga dia berhasil. Namun, tidak harus saya carikan dari hasil kerja yang tidak sesuai dengan hati nurani.

Baca Berita Sebelumnya: Lima We plus Satu Ha

Saya memahami. Saya bisa beli rumah. Punya mobil. Kendaraan roda dua dan perabot seisi rumah, tidak lepas dari kerja ikhlas. Membuat karya jurnalistik yang dimuat Jawa Pos. 

hendralIYRju.jpg

ISITMEWA: Beberapa Anggota juga dihadiri sesepuh CoWasJP. 

Bukan menjual harga diri. Bukan memperdagangkan berita. Tidak! Semua itu kami peroleh dari manivestasi karya yang sesuai hati nurani.

Kebersamaan hati nurani rekan Jawa Pos angkatan Kembang Jepun itulah menghasilkan produk Jawa Pos kian mengena di hati pembaca. Iklan melimpah. Gaji karyawan nyaman dan aman. 

Saya pun sering keliling luar negeri. Gratis! Bahkan pulang masih bawa dolar. Nama melangit. Tapi, alhamdulillah hati tidak selangit hehee..

Nah, unsur Lima We plus Satu Ha dalam LIMA RAHASIA sukses wartawan itulah adalah plusnya. Yaitu Satu Ha (How). Bagaimana? Kata bagaimana ini saya pergunakan untuk menjawab semua “kegagalan” langkah setelah menenggelamkan Kapal Pesiar.

Baca Berita Sebelumnya: Memilih Belum Tentu PilihanNya

Bagaimana saya harus survive? Bagaimana saya harus bisa mempertahaknan kepribadian yang anti hutang dan mengemis. Bagaimana caranya saya harus bekerja yang tidak ada kaitannya dengan koran? 

Bagaimana caranya saya harus mendapatkan uang dari hasil yang lebih halal dan toyyibah?

suhuNCWQ.jpg

KEPANASAN DAN KIPAS: Sahabat plus gurunya Suhu (pegang kipas) si penulis juga sibuk membantu untuk kelancaran acara ini.

Bagaimana caranya ilmu jurnalistik yang saya miliki tidak muspro dan bermanfaat?

Baca Berita Sebelumnya: Tak Ingin Jadi Motivator Jarkoni

Banyak, banyak sekali unsur how dalam sisa hidup ini. Tapi, saya harus memilih dan memilah. Hidup ini tinggal sebentar. Saya tidak ingin salah melangkah. 

Bukan saatnya, bekerja untuk menumpuk harta. Mencari kepuasan dunia. Jikalau harus ada harta yang terkumpul, kita harus bisa melepasnya lagi. Melepas untuk orang yang ingin sukses. Sukses menduplikasi sukses kita.

suryadihBn3z.jpg

Anggota CoWasJP Suryadi (kiri) menyerahkan hadiah untuk penulis.  

Ibarat sebuah jamban. Jadilah jamban yang bisa mengaliri air ke bawah karena bocor. Bukan jamban yang menunggu penuh airnya.

Salam CoWas

By: Cangkruk’ane CoWas Karmen

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda