Faktor Gender Bisa Kalahkan Hillary

Dua calon Presiden Amerika Serikat Hillary Clinton (Partai Demokrat), Donald Trump (Partai Republik). (Foto: OptiDaily)

COWASJP.COM – ockquote>

O l e h: Bambang Indra Kusumawanto

-----------------------------------------------------

PEMILIHAN Presiden AS digelar pada 8 November 2016 ini, waktu setempat. Sebenarnya ada empat calon presiden yaitu Hillary Clinton (Partai Demokrat), Donald Trump (Partai Republik), Gary Jhonson (Partai Libertarian) dan Jill Stein (Partai Hijau). 

Tetapi yang mencuat hanya dua nama karena ketatnya persaingan antara Clinton (69 tahun) dan Trump (70 tahun). 

Ada 225,8 juta warga AS menjadi pemilih pada Pilpres AS, namun sudah ada lebih dari 30 juta pemilih yang telah melakukan pencoblosan di beberapa negara bagian dengan beragam alasan. Mereka akan memilih 538 electoral-college, dan mengingat sistem Pemilu di AS memberlakukan prinsip winner-takes all, maka kandidat Presiden yang sudah mendapatkan 270 electoral-college akan menjadi Presiden AS ke-45, di mana kita akan mengetahuinya pada 17 Januari 2017 depan.

Hasil polling terakhir, kandidat presiden dari Partai Demokrat, Hillary Rodham Clinton mengungguli kandidat presiden dari Partai Republik, Donald John Trump. Lembaga-lembaga survei di AS dengan selisih rata-rata 5-6 poin. 

Banyak ramalan mengemuka. Bahkan, di bursa taruhan Las Vegas, angka taruhan mencapai triliunan rupiah. Kedua kandidat memiliki keunggulan masing-masing.

Persentase keunggulan Clinton berdasarkan survei sempat merosot seperti ditunjukkan Reuters/Iphos yang menggambarkan keunggulan Clinton berkurang 5 persen dari Trump. Langkah Biro Investigasi Federal (FBI) menyelidiki surat elektronik (email) pribadi Hillary disebut-sebut menjadi penyebab meredupnya dukungan publik terhadap mantan ibu negara AS tersebut.

Rakyat AS memilih calon pemimpin lebih jeli. Banyak faktor tak terduga yang menjadi pertimbangan, hingga pada detik terakhir. Hillary yang penah dijagokan dalam konvensi Partai Demokrat 2008, kalah dari Barack Obama konon hanya karena masalah gender. Ada dua pilihan waktu itu bagi pendukung Partai Demokrat, memilih capres pertama keturunan Amerika-Afrika Obama atau presiden pertama wanita pertama Hillary. Obama pun melenggang sebagai capres, dan menang.

Ya, faktor gender itu mungkin saja terjadi lagi pada Pilpres kini. Artinya, rakyat AS lebih suka dipimpin oleh laki-laki. Namun, jika menang Hillary adalah sejarah sebagai presiden wanita pertama AS.

trumpbbcMD4T.jpg

Donald Trump (Partai Republik) (Foto: BBC)

Ada 15 swing states yang menjadi kunci penentu penghuni baru Gedung Putih, pengganti Barack Hussein Obama. Negara bagian itu adalah Arizona, Colorado, Florida, Georgia, Iowa, Maine Distrik Ke-2, Michigan, Nebraska Distrik Ke-2, Nevada, New Hampshire, North Carolina, Ohio, Pennsylvania, Virginia, dan Winscosin. Hingga sepekan usai debat ketiga Hillary-Trump 19 Oktober 2016, Hillary masih unggul di delapan swing state, Trump hanya memimpin di Georgia. Di enam swing state sisanya, dukungan bagi Hillary maupun Trump relatif seimbang.

Pemilihan presiden AS memang menarik. Mungkin karena status AS sebagai negara adidaya; apapaun yang terjadi di negara ini, gaungnya terasa ke seluruh penjuru dunia.

Di balik popularitas peristiwa empat tahunan ini, barangkali banyak orang yang sebenarnya tidak mengerti betul bagaimana presiden AS dipilih.

Electoral College (Kolase Pemilih)

Pemilihan presiden AS bukanlah pemilihan langsung seperti yang saat ini berlaku di Indonesia. Presiden AS dipilih oleh sebuah lembaga perwakilan yang disebut Electoral College (Kolase Pemilih). Anggota lembaga inilah yang menentukan apakah seorang calon presiden bisa melenggang ke Gedung Putih atau tidak, bukan semata-mata jumlah suara populer yang mereka dapatkan.

Ketentuan ini diatur dalam Pasal Dua Konstitusi AS. Cara ini ditempuh sebagai jalan tengah di antara para perumus Undang-undang Dasar yang menghendaki bahwa presiden dipilih oleh anggota Kongres dan yang menghendaki pemilihan langsung.

Setiap negara bagian diberi jatah keanggotaan di Kolase Pemilih sesuai dengan jumlah anggota Kongres dan Senat yang memakili negara bagian tersebut. Dengan cara ini, Washington DC, yang merupakan wilayah khusus, mula-mula tidak memiliki perwakilan di Kolase Pemilih. Namun setelah Amandemen ke-23 disahkan pada tahun 1969, District of Columbia (DC) diberi jatah yang sama dengan negara bagian dengan jumlah penduduk terkecil.

Keanggotaan Kolase Pemilih ditentukan oleh masing-masing negara bagian. Pada awalnya, tidak semua anggota Kolase Pemilih dipilih langsung oleh rakyat. Pada pemilihan presiden (pilpres) pertama tahun 1789, hanya 6 dari 13 negara bagian yang ada waktu itu memilih anggota Kolase Pemilihnya secara langsung. Namun keadaan itu secara bertahap berubah. Kini di seluruh negara bagian (yang jumlahnya 50), anggota Kolase Pemilih dipilih secara langsung oleh rakyat.

Hillary-ClintontribunnewsbmEKM.jpg

Hillary Clinton (Partai Demokrat). (Foto: tribunnews)

Berdasarkan Amandemen Keduabelas (yang disahkan pada tahun 1804), anggota Kolase Pemilih mempunyai hak untuk memberikan dua suara: satu suara untuk memilih presiden, dan satu suara untuk memilih wakil presiden. Amandemen ini juga menetapkan, apabila calon presiden atau wakil presiden tidak mendapatkan suara mayoritas yang diperlukan untuk ditetapkan sebagai presiden atau wakil presiden, maka Dewan Perwakilan Rakyat (The House of Representatives) atau Kongreslah yang akan memilih presiden maupun wakil presiden melalui pemungutan suara.

Meskipun suara populer tidak secara langsung menentukan kemenangan seorang calon presiden, umumnya ada korelasi yang signifikan antara perolehan suara populer dan kemenangan seorang calon presiden. 

Sepanjang sejarah AS, hanya empat kali (dari 56 kali pilpres) calon presiden yang memenangkan suara populer dikalahkan calon presiden yang memenangkan suara Kolase Pemilih. Kasus terakhir terjadi pada pilpres tahun 2000, ketika Al Gore yang memenangkan suara populer dari lawannya George W. Bush (48,4 persen untuk Gore dan 47,9 persen untuk Bush) dinyatakan kalah karena Bush berhasil mengantongi 271 suara Kolase Pemilih, sementara Gore hanya mendapatkan 266.

Untuk terpilih sebagai presiden, seorang calon harus mengantongi sekurang-kurangnya 270 suara Kolase Pemilih dari total 538 suara yang saat ini ada.

Anggota Kolase Pemilih dinominasikan oleh partai politik di tingkat negara bagian beberapa bulan sebelum hari pemilhan presiden dan dipilih oleh rakyat pemberi suara pada hari pemilihan presiden.
Ketika seorang memberikan suaranya untuk seorang calon presiden, dia memilih juga anggota Kolase Pemilih yang akan memberikan suaranya untuk calon itu.

Nama-nama anggota Kolase Pemilih biasanya dicantumkan di bawah nama sang calon presiden. Dengan memilih nama calon presiden yang dikehendakinya, seorang pemilih secara otomatis dianggap memilih anggota Kolase Pemilih yang akan memberikan suaranya pada calon tersebut. 

Di seluruh negara bagian, kecuali Nebraska dan Maine, berlaku asaz a winner-take-all, yaitu jika seorang calon memperoleh suara mayoritas di negara bagian tersebut, maka seluruh suara Kolase Pemilih akan diberikan kepada calon tersebut.

Para anggota Kolase Pemilih akan bertemu pada hari Senin setelah hari Rabu kedua bulan Desember di masing-masing ibukota negara bagian untuk memberikan suaranya bagi calon presiden dan wakil presiden. Pada awal Januari tahun berikutnya, suara mereka dibuka dan dihitung oleh Wakil Presiden yang sedang menjabat (dalam kapasitasnya sebagai Ketua Senat) dan hasilnya dibacakan di depan sidang gabungan Kongres yang baru dipilih.

Meskipun para anggota Kolase Pemilih secara resmi baru memberikan suaranya pada bulan Desember, dan suara mereka baru dihitung pada awal Januari tahun berikutnya, kemenangan seorang calon presiden pada umumnya sudah dapat ditetapkan pada akhir hari pemililhan atau sehari sesudahnya, karena sebelum dipilih para anggota kolase ini umumnya (di 26 dari 50 negara bagian yang ada) diwajibkan dan telah diikat oleh hukum di negara bagian masing-masing untuk memberikan sumpah bahwa mereka akan memilih calon presiden yang telah ditetapkan.

Anggota Kolase Pemilih yang tidak memberikan suaranya bagi calon sesuai dengan sumpahnya disebut faithless elector (pemilih tak setia) dan, tergantung dari hukum yang berlaku di negara bagian tempatnya dipilih, dapat dikenai sanksi dan hukuman. Para anggota Kolase Pemilih yang tak bersumpah (unpledged elector)secara teori dapat memberikan suara mereka kepada calon manapun.

Tapi mereka umumnya setia pada calon presiden dari partai yang menominasikan keanggotaan mereka pada Kolase Pemilih.

Perkiraan basis massa Partai Demokrat yang terdiri dari kaum minoritas dan anggota/simpatisan Partai Demokrat dari kalangan wanita: 

California (55 electoral-college) 

Minnesota (10 electoral-college) 

Wisconsin (10 electoral-college) 

Illinois (20 electoral-college) 

Michigan (16 electoral-college) 

New York (29 electoral-college) 

Vermont (3 electoral-college)

Massachussets (11 electoral-college)

Maryland (10 electoral-college) 

Washington DC (3 electoral-college) 

Perkiraan basis pendukung Partai Republik: 

North Dakota (3 electoral-college)

Wyoming (3 electoral-college)

Idaho (4 electoral-college)

Nebraska (4 electoral-college)

Oklahoma (7 electoral-college)

Arkansas (6 electoral-college)

Missouri (10 electoral-college)

Alabama (9 electoral-college)

Kentucky (8 electoral-college)

West Virginia (5 electoral-college).

Persaingan ketat di: 

Georgia (16 electoral-college)

Florida (29 electoral-college)

Virginia (13 electoral-college)

North Carolina (15 electoral-college)

Pennsylvania (20 electoral-college)

Ohio (18 electoral-college)

Colorado (9 electoral-college)

Arizona (11 electoral-college)

New Hamsphire (4 electoral-college)

Iowa (6 electoral-college)

Nevada (6 electoral-college) 

Maine (4 electoral-college).

(dari berbagai sumber)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda