Air, Zat Sakral Penyulut Perang dan Kejahatan

Foto dan Ilustrasi: CowasJP

COWASJP.COMWater, you are the one that brings us the life force.
Help us to find nourishment,
So that we may look upon great joy.
…Rulers over all peoples,
The Waters are ones I beg for cure
Waters – yield your cure as an armor for my body
 

KATA-KATA di atas adalah kutipan dari sebuah himne kuno Rig Veda, Water of Life, yang dikutip dari buku Water Wars: Privativation, Pollution, and Profit karya Vandana Shiva. Sebuah penghormatan yang sangat tinggi pada fungsi air bagi umat manusia.

Kata-kata penulis India tersebut makin bermakna ketika hubungan India dan Pakistan sekarang memburuk terkait potensi perang besar kedua negara itu akibat krisis air. Pemerintah India dikabarkan akan mempercepat pembangunan dam (bendungan) di sungai yang airnya mengalir ke Pakistan.

Mencium ancaman terhadap negaranya, Pakistan pun langsung memperingatkan tetangga sekaligus “musuh bebuyutan” tersebut. Potensi perang makin besar karena China (Tiongkok) tampaknya lebih cenderung membela Pakistan. China menggunakan dalih, sungai-sungai yang akan dibendung India tersebut berhulu di wilayah pegunungan Tiongkok.

Dalam tulisannya September 2016 yang lalu, Why don't India stop river water flow to Pakistan and make it surrender PoK?, Amol Nikam menyebutkan, India dan Pakistan sebenarnya telah memiliki perjanjian menyangkut distribusi air sungai yang melintasi kedua negara. Tetapi  pemerintah India pimpinan Narendra Modi belakangan mendapat tekanan untuk segera membangun dam-dam air terkait beberapa sungai.

Apa yang disebut The Indus Water Treaty adalah perjanjian distribusi air antara India dan Pakistan yang ditengahi Bank Dunia dan Internatiomal Bank for Reconstruction and Development. Perjanjian itu diteken di Karachi pada 19 September 1960 oleh PM India Jawaharlal Nehru dan Presiden Pakistan Ayub Khan.

Pandit-Jawaharlal-NehruEntrance-Exams-2015-Education-and-Career-in-IndiaWj95Q.jpg

Mantan PM India Jawaharlal Nehru. (Foto: Entrance Exams 2015 Education and Career in India)

Menurut perjanjian ini, kontrol atas “tiga sungai wilayah timur” – Sungai Beas, Ravi dan Sungai Sutlej – diberikan kepada India dan tiga “sungai wilayah barat” –Sungai Indus, Chenab, dan Jhelum – diberikan pada Pakistan. Namun, kontroversi makin membesar menyangkut ketentuan bagaimana pembagian airnya. Karena  sungai-sungai tersebut awalnya mengalir di India, perjanjian itu membolehkan India menggunakannya untuk irigasi, transportasi dan pembangkitan tenaga listrik.

Namun ada ketentuan yang mengatur khusus bila India akan membangun proyek-proyek di sepanjang sungai-sungai tersebut. Pakistan khawatir karena sumber airnya ada di India, apalagi meledaknya jumlah penduduk Pakistan akhir-akhir ini.

ayub-khan-presiden-pakistanYwzbh.jpg

Mantan Presiden Pakistan Ayub Khan. (Foto: Pakistan Source)

Potensi perang air yang besar tidak hanya terjadi antara India dan Pakistan. Israel dan Palestina. Sungai yang diperebutkan adalah Sungai Jordan yang digunakan Israel, Yordania dan Suriah, Lebanon dan Palestina. Pertanian Israel yang ekstensif menggunakan banyak air dan negara Yahudi itu menguasai sumber air secara semena-mena di tengah kemiskinan dan kekurangan air rakyat Palestina. Pencaplokan Dataran Tinggi Golan milik Suriah pada 1967 jelas berkaitan dengan kebutuhan air Israel dari wilayah tersebut.

Potensi perang juga mengincar Mesir dan 9 negara tetangganya yang sama-sama memanfaatkan Sungai Nil, sungai terpanjang di dunia itu.

Tetapi masalah air tidak hanya bisa menyulut perang. Perang yang nyata di depan hidung kita adalah fakta ketidakadilan konsumsi air di masyarakat, termasuk di Indonesia. Kalangan masyarakat makmur di perumahan mewah menggunakan air bersih dengan jumlah yang berlebihan, sementara orang-orang golongan bawah mengais-ngais air bersih dengan jumlah sangat terbatas di lingkungan yang kumuh dan penuh sumber penyakit.

Selain itu, makin terasanya betapa air semakin dikomersialkan dengan dalih privatisasi dan keterbukaan. Eksploitasi air dilakukan secara besar-besaran, tanpa mengindahlan aturan.

Banjir bandang di berbagai wilayah negeri ini, termasuk di Bandung pekan lalu, menunjukkan ketamakan manusia hingga melupakan sumber air. Wilayah hutan-hutan lindung dibongkar dan dimanfaatkan. Orang-orang heran, wilayah di ketinggian seperti Bandung saja dilanda banjir bandang luar biasa. Jangan tanya banjir di kota-kota kecil seperti Pamekasan, Madura, yang rutin dilanda banjir setiap tahunnya. Banjir nyaris merata di seantero negeri ini.

Semua itu menunjukkan, peradaban manusia sepertinya lupa fungsi air. Banyak orang menjadi jahat sekali. Hutan-hutan ditebangi dengan cara biadab, sungai-sungai dicemari, sementara entah berapa ratus atau ribu hektar wilayah gunung dan lembah dieksploitasi dengan mengabaikan prinsip-prinsip alami. Apakah ini bukan kejahatan?.

Dalam bukunya, Vandana Shiva juga menunjukkan betapa arifnya nenek moyangnya dahulu kala karena memiliki budaya yang menggratiskan air bagi masyarakat. Pada musim kekeringan, dibangun gubuk air beratap jerami yang disebut Jal Maindirs (kuil air) di mana diletakkan kendi terbuat dari tanah yang diberikan secara gratis kepada orang-orang yang dahaga. Jal Maindirs adalah sebagian dari tradisi kuno nenek moyang yang melatari kehadiran Piyaos, stan air gratis di ranah publik.

Tradisi ini juga berkembang di Indonesia selama ribuan tahun. Saya masih melihatnya di depan rumah warga di berbagai kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur, termasuk Surabaya dan Malang. Tahun 1970-an masih cukup banyak, namun akhir-akhir ini makin menghilang.
 
Agama Mensakralkan Air

Peran air jelas sangat sentral. Tetapi benarkah kita benar-benar sadar soal ini? Apakah kita benar-benar menghormati keberadaan air? Himne kuno yang dikutip di awal tulisan ini menunjukkan betapa amat sentralnya fungsi air sehingga umat Hindu pun sejak dulu mensakralkannya. Air adalah gizi, air juga penyembuh.

Dalam agama-agama lain, apakah Islam, Yahudi, Buddha, atau Kristen, kisah-kisah dan ayat-ayat yang berkaitan dengan fungsi air juga tidak sedikit. Para pemeluk Islam, misalnya, dapat menyelami lewat Alquran dari sebuah ayat: "Dan dari air kami jadikan sesuatu yang hidup." (QS Al-Anbiya 21: 30). Dalam kitab suci ini, kata "air" disebutkan lebih dari enam puluh kali, "sungai" lebih dari lima puluh kali dan "laut" lebih dari empat puluh kali. Itu pun belum termasuk frasa "air mancur", "mata air", "hujan es", kata "awan" dan "angin". Itu semua adalah tanda-tanda yang luar biasa dari Allah SWT.

Dalam sejarahnya, orang-orang Kristen juga mensakralkan air. Sakralitas air dimunculkan oleh kekuatan air dan peranannya sebagai kekuatan hidup manusia. Penyair Amerika TS Eliot misalnya pernah menulis tentang Sungai Mississippi,”Saya tidak banyak tahu tentang dewa-dewi, tapi saya pikir sungai adalah dewa maha kuat yang berwarna coklat.” Di seluruh dunia kita juga melihat peranan spiritual yang dimainkan oleh air.

Di Prancis, sebuah kuil suci yang dipersembahkan untuk Dewi Sequana bisa ditemukan di mata air Sungai Seine, dan Sungai Marne memperoleh namanya dari Matrona, Dewi Ibu. Nama kuno Sungai Thames di Inggris adalah Tamesa atau Tamesis, yang menunjukkan makna ilahiah sungai.  Di dalam buku mereka berjudul Sacred Water, Janet dan Colin Board mencatat 200 sumber mata air kuno dan suci yang ada di Inggris, Wales, Skotlandia, dan Irlandia yang telah bertahan hingga ke masa modern.

Kita tentu ingat seorang tokoh pergerakan bernama Raden Mas Pandji Sosrokartono, kakak kandung R.A. Kartini. Sosrokartono adalah bumiputera pertama yang memperoleh gelar Drs dari Fakultas Sastra Universitas Leiden, Negeri Belanda. Ia dikenal sebagai poliglot, orang yang menguasai banyak bahasa. Sekitar 25 bahasa. Ia pernah menjadi wartawan perang suratkabar The New York Herald Tribune pada Perang Dunia I di Eropa, juga menjadi kepala penerjemah Liga Bangsa-Bangsa. Setelah pulang ke Tanah Air pada 1926, Sosrokartono lebih banyak melakukan aktivitas spiritual dan sosial. Dengan medium air, ia menyembuhkan ribuan orang hingga masyarakat Sunda menyebutnya sebagai “Dokter Cai” alias “Dokter Air”.

Bagaimana Sosrokartono menyembuhkan para pasiennya? Menurut berbagai referensi, tokoh yang sangat dihormati Bung Karno itu memasang papan warna putih di sebuah ruangan rumahnya. Di papan putih itu terdapat tulisan huruf Alif dalam bahasa Arab dan ditutupi semacam kain korden. Di bawahnya terdapat meja untuk meletakkan gelas-gelas dan botol-botol berisi air milik para pasiennya.

Setiap kali Sosrokartono membuka kain korden tersebut dan bermeditasi sejenak. Dalam sebuah kisah ketika masih tinggal di Eropa, Sosrokartono pernah menyembuhkan seorang putri bangsawan Prancis yang sakit parah. Atas jasanya, Sosrokartono diberi hadiah tanah sangat luas tetapi dengan halus pemberian itu ditolaknya.

Sebuah buku yang relatif baru juga menunjukkan betapa air memang memiliki kekuatan yang luar biasa. Dalam bukunya, The True Power of Water, Masaru Emoto memaparkan secara panjang lebar tentang penelitiannya terkait air. Ia menunjukkan secara ilmiah lewat foto-foto yang dibuat secara khusus bahwa air yang diberi doa-doa dan kata-kata positif akan membuat kristal air menjadi bagus sehingga manusia – yang terdiri atas 70% air – menjadi bagus. Sebaliknya, air yang diberi kata-kata negatif, kristal airnya akan buram.

Penjelasannya, antara lain, air hanya menerima unsur positif, bukan unsur negatif. Dalam bukunya yang sangat laris di berbagai negara itu, Masaru memberikan inspirasi dan wawasan baru tentang potensi air yang luar biasa. Salah satunya, potensi air berupa gelombang energi yang berpengaruh terhadap tubuh manusia. Ia berhasil menunjukkan air untuk pengobatan alternatif terhadap berbagai macam penyakit yang menyerang manusia.

Penjelasan Masaru memang sangat menarik. Untuk menguji hipotesisnya tentang pengaruh kata-kata positif dan negatif terhadap air, ia memasukkan air ke dalam dua botol. Satu botol diberi label "Terima Kasih”, sedang lainnya diberi label “Kamu bodoh”. Dengan caranya sendiri, air ternyata mampu “membaca.” Air yang ada dalam kedua botol tersebut berasal dari sumber yang sama. Selanjutnya ia membekukan air yang ada dalam kedua botol tersebut. Hasilnya, lebih dari hipotesis yang dibuatnya. Air dengan label “Terima Kasih” membentuk kristal heksagonal yang indah, sedang air dengan label “Kamu Bodoh” hanya membentuk pecahan-pecahan kristal.

Menurut Masaru, berdasar risetnya tentang air tersebut, ia juga berpendapat bahwa permusuhan seperti Israel dan Palestina yang sengit pun dapat diakhiri. Syaratnya, orang-orang mendoakan yang bagus-bagus, baik untuk orang-orang Palestina maupun Israel. Karena, seperti orang-orang di mana pun, tubuh (fisik) orang-orang Palestina dan Yahudi Israel juga 70% terdiri atas air. Nah!

Penghormatan pada zat bernama air semestinya bisa lebih besar. Inilah yang kiranya bisa membuat perubahan ke arah iklim kehidupan masyarakat yang lebih baik. Iklim yang memadamkan api perang. Juga iklim yang menyurutkan kejahatan terhadap orang-orang miskin yang memimpikan akses air bersih. (*)
 
DJOKO PITONO, veteran jurnalis dan editor buku.

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda