Duel Hukum, Implikasi Statement ”Dahlan Diincar”

Dahlan Iskan (Foto: istimewa)

COWASJP.COM – ockquote>

C a T a T a N: Djono W Oesman

-------------------------------------------------------------------

(Pengamat Sosial dan Mantan Wartawan Jawa Pos)

Dahlan Iskan kini berhadapan dengan Raksasa. Gara-gara ucapannya: “Saya diincar penguasa.” Kemungkinannya: 1) Duel hukum terbuka. Negara menuntut agar Dahlan membuktikan tuduhan di muka umum. 2) Duel hukum tertutup. Intensifikasi ‘incaran’ (seandainya benar diincar).

DI tulisan saya yang lalu (baca: Saya Tidak Percaya Dia Korupsi) saya tidak mengatakan, Dahlan tidak bersalah. Melainkan Dahlan tidak korupsi. “Salah” dan “Korupsi” berbeda. Diduga, dia diincar Penyidik (atas kesalahannya).

Dahlan bersalah dalam kasus PT Panca Wira Usaha (PWU) Jatim. Bukti: Dia mengakui kepada pers, jelang masuk mobil tahanan, Kamis (27/10) bahwa dia tanda-tangan penjualan aset PWU. Salah, manusiawi.

BACA JUGA: Dahlan, Kisah Si ”One Man Show”

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim meyakini, penjualan aset PWU tidak prosedural dan berindikasi korupsi. Tanpa keyakinan ini, tidak ada kasus. Memangnya, Kejaksaan lembaga main-main?

Pasal 17 KUHAP: Penyidik berhak menahan seseorang yang diduga kuat melakukan tindak pidana berdasar “bukti permulaan yang cukup”. Pasal 184 KUHAP: “bukti permulaan yang cukup” adalah, minimal dua alat bukti sah.

BACA JUGA: Dahlan dan Jawa Pos Tak Sejalan

Kejati Jatim menyidik PWU sejak setahun lalu. Dahlan dan para pihak, diperiksa maraton sejak awal pekan lalu. Terbukti, aset PWU dijual. 1) Pengakuan pejabat PWU yang menjual. 2) Surat jual ditanda-tangani Dahlan selaku Dirut PWU. Dua alat bukti.

BACA JUGA: Saya Tidak Percaya Dia Korupsi

Sedangkan, pengakuan Dahlan menanda-tangani surat, menguatkan alat bukti. Jadi sah.

Kini, tinggal Kejati Jatim membuktikan, bahwa penjualan aset PWU tidak prosedural dan berindikasi korupsi. 

Prosedural. Kita tahu, prosedur birokrasi lembaga usaha negara/daerah, sangat rumit. Serumit melacak titik awal sampai akhir, pada jaring laba laba. Mumet kepala. 

Indikator Korupsi: Merujuk pernyataan Kepala Kejati Jatim Maruli Hutagalung kepada pers: “Aset-aset PWU dijual di bawah harga pasar (NJOP),” 

Logika hukum, jika aset perusahaan daerah dijual (diduga) di bawah harga pasar, berindikasi korupsi. Dipadu NJOP. Lebih rumit lagi. NJOP tidak sama dengan harga pasar.

Kejati Jatim (sangat mungkin) tidak salah menetapkan Dahlan tersangka. Seandainya salah, hancurlah sistem hukum negeri tercinta ini. Sebab, Dahlan pernah dijadikan tersangka oleh Kejati DKI Jakarta, ternyata salah. Masak kini salah lagi?

Begitu yakinnya Kejati, sampai-sampai menetapkan Dahlan langsung ditahan. Sangat pede.

BENARKAH DAHLAN DIINCAR?

Awal Juni 2015 Dahlan dikepung tiga penjuru. Kejaksaan Agung: Kasus dugaan penyimpangan pengadaan 16 unit mobil listrik di tiga BUMN senilai Rp 32 miliar. Kejati DKI: Dugaan penyimpangan gardu listrik PLN senilai Rp 1 triliun. Kejati Jatim: Kasus PWU.

6 Juni 2015 Dahlan didampingi pengacara Yusril Ihza Mahendra, diperiksa di Kejati DKI soal gardu listrik. Keluar dari ruang pemeriksaan, Dahlan berstatus tersangka. Tapi tidak ditahan.
Dahlan berupaya hukum. Dia mengajukan gugatan pra peradilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) atas statusnya, tersangka.

4 Agustus 2015 hakim tunggal PN Jaksel, Lendriaty Janis, menyatakan: Surat Penyidikan Dahlan oleh Kejati DKI , tidak berdasarkan hukum. Dahlan dinyatakan menang. Otomatis, dia bukan lagi tersangka.

Kini Dahlan bersiap mengajukan gugatan pra peradilan. Bisakah dia menang di pra peradilan lagi? Seandainya dia menang lagi, Kejaksaan masih punya satu ‘amunisi’ lagi: Kasus mobil listrik belum disidik.

Bayangkan, andaikata demikian: Dahlan menang di pra peradilan PWU. Bebas. Lalu disidik di mobil listrik. Jadi tersangka lagi. Lantas pra peradilan lagi. Akhirnya menang lagi. Apa kata dunia? Legitimasi pemerintah diragukan.

Pakar politik Kanada kelahiran Amerika, David Easton (1917 – 2014) menyatakan, bagian-bagian suatu sistem pemerintahan tidak berdiri sendiri-sendiri. Melainkan terkait. Sifat keterkaitan itu, secara sistematis mempengaruhi keputusan otoritatif dalam masyarakat. Menghasilkan legitimasi. Jika legitimasi pemerintah diragukan, sendi negara goyah.

Sementara, Kejaksaan sudah publikasi bahwa Dahlan dijerat kasus di Kejagung, Kejati DKI, dan Kejati Jatim. Kejaksaan tidak mungkin mencabut statement itu, sebab sudah terpublikasi di media massa pada awal Juni 2015.

APAKAH DAHLAN KORUPSI?

Dahlan kemarin mengatakan: “Saya tidak makan uang. Tidak menerima sogokan. Tidak menerima aliran dana. Tapi harus tanda tangan yang disiapkan anak buah.”

Saya yakin, dia tidak korupsi. 1) Aset pribadinya belasan triliun rupiah. 2) Saat akan menjabat Dirut PLN, dilarang isterinya, khawatir jadi tersangka korupsi. Sudah di-warning. 3) Dia ingin mengabdi, pasca ganti liver 2007. (tentang semua ini, sedang saya tulis dalam novel true story: Un-told Story Jawa Pos, segera terbit).

Definisi korupsi menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah UU NO.31/1999 juncto UU No.20/2001 tentang tindak pidana korupsi.

Unsurnya: 

Memperkaya diri orang/badan lain yang merugikan keuangan /perekonomian negara (pasal 2).

Menyalahgunakan kewenangan karena jabatan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/kedudukan yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara (pasal 3)

Kelompok delik penyuapan (pasal 5,6, dan 11)

Kelompok delik penggelapan dalam jabatan (pasal 8, 9, dan 10)

Delik pemerasan dalam jabatan (pasal 12)

Delik yang berkaitan dengan pemborongan (pasal 7)

Delik gratifikasi (pasal 12B dan 12C)

Itu dibuktikan dalam persidangan di pengadilan, nanti. Pihak Kejaksaan berusaha membuktikan bahwa Dahlan koruptor. 

Sedangkan, pernyataan Dahlan ‘diincar penguasa’ karena dia merasa tidak mencuri. Selama 10 tahun Dirut PWU (2000 – 2010) dia tidak mau menerima gajinya, termasuk fasilitas Dirut.

Tapi, pernyataan jengkel itu membuatnya berhadapan dengan Raksasa yang disebut sistem pemerintahan. Apakah bakal duel hukum terbuka atau tertutup? (Jakarta, 28 Okt 2016). (Bersambung/*)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda