Paska Tragedi Berdarah di Desa Selok Awar-Awar (1)

Penambangan Pasir Semeru Kembali Menggeliat

Kegiatan tambang pasir semeru di Kali Mujur Dusun Rekesan Desa Bago Kecamatan Pasirian Lumajang. (Foto: Subur Setyo Budi/CoWasJP)

COWASJP.COM – ockquote>

O l e h: Subur Setyo Budi

-------------------------------------

SETELAH genap setahun tragedi berdarah di Desa Selok Awar-Awar, Lumajang, kini kegiatan penambangan pasir (Gunung) Semeru kembali menggeliat. Tiap hari puluhan truk pasir mulai beriringan kembali memadati jalan  Pasirian –Klakah.  “Gerakan” ini menghidupkan kembali perekonomian rakyat di kawasan selatan Lumajang.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang sempat secara resmi menghentikan seluruh kegiatan penambangan pasir di daerahnya.  Hal tersebut dipicu adanya peristiwa pembunuhan terhadap seorang pecinta lingkungan hidup. Atas perintah Kepala Desa selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, belasan penambang setempat membantai Salim Kancil di jalan desanya pada 26 September 2015. 

Pejuang lingkungan yang lain, Tosan, juga disiksa beramai-ramai di dekat Kantor Kepala Desa Selok Awar-Awar, namun tidak meningggal. Tosan sempat dirawat di Rumah sakit Saiful Anwar, Malang, selama hampir satu bulan. Keduanya getol memperjuangkan penghentian penambangan pasir di kawasan Pantai Watu Pecak , Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian.

Peristiwa berdarah itu sempat  menjadi perhatian nasional. Pasalnya, banyak pecinta lingkungan hidup dan pemerhati pertambangan menuntut pembenahan dunia tambang Indonesia yang banyak menyimpan masalah. Tuntan mereka antara lain transparansi perpanjangan kontrak tambang emas Freeport di Papua, pertambangaan nikel di Sulawesi Tenggara,  pertambangan batu bara di Kalimantan, dan  potensi korupsi  tambang Bukit Suharto di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Di Lumajang sendiri marak terjadi penambangan ilegal dan masalah penerbitan ijin penambangan galian C (pasir sungai) dan galian B (pasir besi).  Silang sengkarutnya dunia tambang di Lumajang yang telah berlangsung bertahun-tahun mengakibatkan negara dirugikan puluhan miliar rupiah
Kerugian tersebut belum termasuk terjadinya kerusakan tatanan sosial masyarakat  area tambang.Yakni meletupnya permusuhan antarpenduduk yang anti dan yang pro penambangan. Kehadiran ribuan truk pasir yang tiap hari berlalu-lalang dari Pasirian hingga Klakah mengakibatkan jalanan rusak dan arus lalu-lintas sering macet. 

JATIM KAYA SUMBER DAYA  MINERAL

Provinsi Jawa Timur (Jatim) merupakan salah satu provinsi yang kaya akan sumber daya tambang, utamanya sebagai penghasil mineral.  Seperti pasir besi, emas, mangaan, tembaga, dan timah.  Data di Kantor Dinas ESDM Provinsi Jatim menunjukan potensi tambang terbesar berupa pasir besi (galian B)  yang berada di areal seluas 10.412,15 hektar = 10 kilometer x 10,4 km dengan potensi kandungan pasir seberat 735.608.023 ton.

Timbunan pasir besi terbanyak berada di kawasan selatan Lumajang. Tersebar di 6 kecamatan, yakni Kecamatan Yosowilangun, Kunir, Tempeh, Pasirian, Candipuro, dan Pronojiwo. Material pasir itu terbawa banjir dari Gunung Semeru yang mengalir ke Sungai Glidik, Leprak, Rejali dan Sungai Mujur. 
Di sungai-sungai pelanggan banjir itulah sebagian penduduk setempat sehari-hari menambang pasir.  Kemudian pasir diangkut kendaraan dam truk untuk dibawa ke tempat-tempat penampungan pasir. Selanjutnya pasir diangkut ratusan truk tronton untuk dikirim ke para pembeli di beberapa kabupaten, utamanya ke Surabaya.

Itulah sebabnya penduduk yang bermukim di kawasan timur gunung tertinggi di Pulau Jawa itu merasa senang apabila semeru  memuntahkan lavanya berupa banjir. Karena dengan datangnya banjir Semeru berarti mereka mendapat kiriman pasir yang melimpah.  Tentu saja mereka mengharapkan banjir yang tidak  membawa bencana, yang sampai  meluber dan menerjang areal pertanian dan pemukiman penduduk. 

Sementara itu, banjir Semeru yang mengandung material ratusan ribu ton kubik pasir mengalir ke selatan hingga Samudra Indonesia. Ombak Samudra Indonesia yang terkenal ganas itu kemudian mengembalikan pasir kiriman Semeru ke sepanjang tepi pantai. Timbunan pasir di sepanjang pantai menjadi tanggul alami, hingga mampu melindungi daratan dari melubernya air laut pasang dan tsunami..  Dari  hasil penelitian yang dilakukan berbagai pihak, pasir dekat pantai inilah yang banyak mengandung besi. 

INVESTOR CINA RUGIKAN NEGARA RP 80 M

Kekayaan alam berupa pasir yang melimpah ruah itu mengundang minat PT IMMS (Indo Mining Modern Sejahtera) perusahaan milik investor dari Cina  untuk mengexplorasi dan menambangnya. Dengan berbekal surat izin menambang pasir besi (galian B), sejak 2010  PT IMMS mulai melakukan explorasi dan penambangan di sepanjang pantai selatan Desa Wotgalih, Kecamatan Yosowilangun, Kabupaten Lumajang, seluas 872,6 hektar (= 8,72 kilometer persegi).

Sejak mendengar adanya rencana PT IMMS akan melakukan kegiatan penambangan pasir besi di desanya, sebagian penduduk Wotgalih tidak setuju. Mereka sangat khawatir akan terulang kembali terjadinya kerusakan lingkungan, sebagaimana  yang pernah dilakukan oleh penambang sebelumnya, yakni PT Antam. Setelah bertahun-tahun melakukan penambangan pasir di Wotgalih, PT Antam meninggalkan begitu saja bekas areal tambang tanpa melakukan reklamasi sampai tuntas.

Sudah tak terhitung berapa kali penduduk anti tambang ini melakukan unjuk rasa menuntut agar penambangan pasir PT IMMS dihentikan. Namun, tuntutan yang disampaikan kepada Pemkab dan DPRD setempat tidak membuahkan hasil.

Meskipun sama-sama penduduk Wotgalih, munculnya kelompok anti tambang ini mengundang adanya kelompok pro tambang.  Mereka tetangga dekat, bahkan sebagian punya hubungan saudara, sering bersitegang. Situasi yang tidak kondusif itu menciptakan rusaknya tatanan sosial masyarakat setempat yang semula hidup rukun dan damai.

Setelah hampir dua tahun menambang pasir besi, akhirnya pemerintah setempat secara resmi menghentikan kegiatan PT IMMS di Wotgalih. Pasalnya, pihak PT IMMS tidak bisa memenuhi kewajibannya membayar uang  IPKKHP (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Perhutani). Kesalahan PT IMMS mengakibatkan negara dirugikan hingga Rp 80 miliar. Atas perbuatannya tersebut, Dirut PT IMMS, Lam Chong San oleh hakim yang mengadilinya divonis  12 tahun penjara dan   denda Rp 600 juta subsider 5 tahun kurungan. (Bersambung)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda