Salah Satu Episode Sejarah Persebaya (6)

Apakah Saleh Ismail Mukadar Salah?

Bambang DH dan Saleh Ismail Mukadar mengangkat Piala Presiden saat menjadi juara 2004. (Foto:emosijiwaku)

COWASJP.COM – ockquote>

C a T a T a N: Slamet Oerip Prihadi

-------------------------------------------------

TIDAK ada kebenaran mutlak dan kesalahan mutlak di planet bumi. Pak Saleh punya cara dan gaya sendiri untuk  ikut mendongkrak kualitas dan prestasi sepakbola Merah-Putih. Sebab, setelah sukses merebut medali emas sepakbola SEA Games 1991 di Manila, prestasi tim nasional sepakbola Indonesia jeblok kronis. 

Untunglah masih terobati sedikit dengan sukses Tim Nasional Indonesia U-19 juara Piala AFF 2013.

Tapi di tingkat senior prestasinya nol,  sejak 1991 sampai 2016 sekarang (25 tahun).

Kita tidak bisa mengatakan bahwa Saleh Ismail Mukadar salah. Mengapa Persebaya meninggalkan arena 8 Besar Divisi Utama 2005? Mengapa Persebaya meninggalkan Kompetisi ISL PSSI dan menyeberang ke Kompetisi Breakaway Indonesian Premier League (IPL).

Walaupun ternyata IPL sendiri mengusung sejumlah klub yang tidak jelas proses promosinya, tiba-tiba masuk level puncak IPL. Berarti, berbagai pihak telah membuat kesalahan. Akibatnya sistem pembinaan tetap belum bisa berjalan dengan sempurna.  Apalagi IPL baru dua musim sudah bubar.

Di mana “SD, SMP, SMA dan Universitas” sepakbola Indonesia yang fair, yang rule, dan bermutu tinggi? Inilah yang belum ditemukan sampai sekarang. Pernahkah Litbang PSSI memperlihatkan angka kemajuan? Misalnya tahun 2005 daya jelajah rata-rata pemain ISL dalam 2 x 45 menit hanya 8.000 meter. Tahun 2014 meningkat jadi 10.000 meter. Akurasi passing rata-rata pemain tahun 2005 hanya 50 persen, tahun 2014 naik jadi 75 persen? Tidak pernah.

Kualitas out put makin merosot, walaupun Indonesia terpaksa menaturalisasi sejumlah pemain asing. Tetap saja gagal juara Asia Tenggara. Kalau in put-nya di bawah standar, out put pasti di bawah standar pula.

Sementara itu, tantangan ke depan semakin berat dengan masuknya Australia dalam arena AFF (ASEAN Football Federation) dan AFC (Asian Football Confederation). Kalau tidak ada perubahan radikal, rasanya sulit mengejar ketertinggalan.

Banyak kepentingan masuk dalam proses pembinaan (terutama di level ISL). Akibatnya sepakbola Indonesia terpeleset dari rel pembinaan dan kompetisi sejati. Para pejabat dan politisi menjadikan sepakbola sebagai tunggangan popularitas. Sementara kebutuhan klub untuk beralih ke era industri terabaikan. Misalnya perlunya setiap klub ISL (Indonesia Super League) memiliki stadion dan lapangan sepakbola sendiri. Perlunya setiap klub ISL memiliki Akademi Sepakbola yang berkualitas untuk menyiapkan generasi baru pemain yang lebih berkualitas.

Di sisi lain klub-klub ISL dihadapkan pada lemahnya daya dukung finansial. Bisa ikut satu musim kompetisi tanpa menunggak gaji pemain dan pelatih saja sudah bagus. Tidak degradasi juga sudah bagus. Klub paling elite Indonesia sekalipun tidak punya stadion sendiri, lapangan latihan sendiri, dan akademi sepakbola standar FIFA sendiri.

Apalagi setelah klub-klub Divisi Utama dan ISL dilarang menggunakan dana APBD. Malangnya, daya jual klub-klub Indonesia di mata pengusaha terbilang rendah. Penyebabnya antara lain sepakbola Indonesia masih dinilai tidak aman. Masih rawan bentrok antarsuporter yang berdarah-darah, bahkan menyebabkan korban tewas. Baku hantam antarpemain di lapangan. Wasit dikeroyok pemain. Terjadi offside palsu, pemberian kartu kuning terstruktur dan lain sebagainya. Ofisial pun ikut melanggar rule of the game. 

Para pengusaha sangat sensitif terhadap kerusuhan. Hal ini pula yang menjadi salah satu sebab mengapa pemain keturunan Tionghoa meninggalkan arena sepakbola. Indonesia kini tidak memiliki lagi bintang sepakbola kelas Asia seperti The Sian Liong dan Phoa Sian Liong. 

Penyebab kedua, sepakbola Indonesia masih diracuni mafia, walaupun sulit dibuktikan secara hukum.

Penyebab ketiga, PSSI begitu gampang menambah jumlah klub di setiap level, tanpa mempertimbangkan kualitas tim dan ketersediaan (daya dukung) pemain dan pelatih berkualitas. Apalagi memikirkan bagaimana tiap klub bisa memiliki stadion sendiri. Jauhlah dari pertimbangan mereka.

Alhasil, lahirlah sejumlah besar pemain karbitan. Beda jauh dengan era 1980-an dan sebelum ya, di mana tidak mudah seorang pemain masuk jajaran pemain inti Divisi Utama. Sekelas Iswadi Idris pun pernah menjadi “tukang bawa” sepatu sepakbola Sutjipto “Gareng” Soentoro. Ada proses penggemblengan mental untuk menjadi pemain inti kemudian melejit jadi pemain nasional.

LIHATLAH DIVISI UTAMA 2005

Setelah PSSI mengubah format kompetisi dari satu wilayah ke dua wilayah, jumlah pesertanya membengkak 55 persen. Dari 18 klub menjadi 28 klub. Benarkah semua klub memiliki kualitas top level?

DIVISI UTAMA 2005

Format dua wilayah, masing-masing wilayah bermuatan 14 klub. Top four tiap wilayah maju ke babak 8 Besar. Kemudian, babak 8 Besar dibagi dua grup. Juara grup maju ke babak final, runner-up grup bertanding memperebutkan tempat ketiga.

Inilah perjalanan Persebaya di Kompetisi Divisi Utama 2005.

grafis-Divisi-utamaEd561.jpg

Sumber: Wikipedia

BABAK 8 BESAR

Di Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta dan Stadion Mandala, Jayapura.

Dilaksanakan pada 16, 18 dan 21 September 2005.

Wilayah Barat bertanding di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta: Persija, Persebaya, PSM, PSIS.

Wilayah Timur bertanding di Stadion Mandala, Jayapura: PSMS, Arema, Persipura, Persik

KLASEMEN WILAYAH BARAT 

1.  Persija       3  2  1  0  5-1   7

2,  PSIS          3  2  0  1  3-1   6

3.  PSM           3  0  2  1  3- 5  2

4.  Persebaya  3  0  1  2  2-6   1

Hasil Pertandingan:

16 September: Persija 1-0 PSIS; PSM 2-2 Persebaya

18 September: Persija 1-1 PSM; PSIS 1-0 Persebaya

21 September: Persija 3-0 Persebaya (Persebaya menyerah tanpa bertanding); PSIS 2-0 PSM

Sehari sebelum pertandingan hari terakhir dilaksanakan, Persebaya mengundurkan diri dengan alasan bahwa keamanan Bonek tidak terjamin. Posisi Persebaya saat itu memang sudah tidak mungkin bisa juara lagi. Permintaan pengunduran diri disampaikan sendiri oleh Ketua Umum Persebaya yang juga juga Walikota Surabaya, Bambang D.H.

Akibatnya, Persebaya dihukum tidak boleh mengikuti kompetisi liga nonamatir di lingkungan PSSI selama dua tahun berturut-turut serta denda sebesar Rp. 25 juta. Setelah melalui banding, hukuman ini lalu dikurangi menjadi 16 bulan.

KLASEMEN WILAYAH TIMUR

1. Persipura      3  3  0  0  3-0  9

2. PSMS           3  1  1  1  2-2  4

3. Persik Kediri  3  1  0  2  3-3  3

4. Arema            3  0  1  2  0-3  1

Hasil Pertandingan:

16 September: Persipura 1-0 Persik; Arema 0-0 PSMS

18 September: Persipura 1-0 Arema; Persik 1-2 PSMS

21 September: Persipura 1-0 PSMS; Persik 2-1 Arema

Perebutan tempat ketiga    

25 September 2005

PSIS Semarang  2 – 1  PSMS Medan

Gelora Bung Karno Stadium

Final    

25 September 2005

Persija Jakarta  2 – 3 (a.e.t.)  Persipura Jayapura    

Gelora Bung Karno Stadium

Penonton: 80.000

Wasit: Purwanto (Kediri)

Gol Persija: Agus Indra 10', Francis Wewengkang 55'

Gol Persipura: Boaz Solossa 18', Korinus Fingkreuw 82', Ian Kabes 101'

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda