Mencium Titiek Puspa di Pematang Sawah

Kenangan 43 tahun lalu ketika penulis bermain sinetron bersama istrinya.(Foto: cowasjp.com)

COWASJP.COMPERNAHKAH Anda mencium Titiek Puspa? Saya pernah. Lho kok bisa? Begini ceritanya: 

Awal Januari tepat 50 tahun yang lalu, saya bersama tiga orang remaja asal Surabaya berangkat ke Jakarta naik KA Gaya Baru. Ketiga teman saya masing-masing Ali Bas, Untung Risa dan Hadi Baya. Kami berempat yang rata-rata berusia antara 21- 23 tahun ini bertekad mengadu nasib di Jakarta.

Kebetulan kami termasuk para calon artis yang terpilih di antara 50 siswa Pensitrafi (Pendidikan Seni Teater & Film ) untuk memulai debutnya sebagai pemeran pembantu dalam flm "Minah Gadis Dusun" yang dibintangi Titiek Puspa, Dicky Zulkarnaen, Rachmad Kartolo, Tuti S, Farouk Afero, S. Efendy dan masih banyak lainnya. Di antaranya kami berempat tadi. Sungguh casting yang diberikan oleh sutradara S. Waldy (mantan suami Sofia WD ) termasuk luar biasa ketika itu. Karena siapa pun pasti bangga bisa main film bersama artis-artis top di zamannya.

Apalagi kami terpilih atas penunjukan langsung dari S. Waldy yang saat itu merangkap sebagai direktur Pensitrafi. Pensitrafi sendiri berdiri di pertengahan 1965 di Jalan Pemuda Surabaya ( lokasinya jadi satu dengan SMA Tri Murti). Sehingga selepas SMA, saya yang sejak masih SMP sudah bercita-cita menjadi sutradara film itu, langsung melangkahkan kaki belajar acting dan penyutradaraan. Gayung pun bersambut. S. Waldy secara khusus menularkan ilmunya ke mereka-mereka yang dinilai punya bakat tinggi.

Tapi tak  sampai lima bulan nengajar, S. Waldy yang Indo Jerman ini, mendapat telepon untuk segera kembali ke Jakarta, karena sinopsis cerita "Minah Gadis Dusun" yang diadopsi dari lagu hit Titiek Puspa akhir 1965 disetujui oleh I. Harun, produser "Berdikari Film" untuk diangkat ke layar putih. Tapi tolong jangan dibayangkan fim yang akan digarap sutradara kelahiran tahun 1919 ini berwarna plus cinemascope. Sama sekali belum ke situ, karena film "Minah Gadis Dusun" adalah salah satu dari empat film hitam putih terakhir diproduksi di awal tahun 1966. Setelah itu barulah Film "Sembilan" yang disutradarai Wim Umboh, tercatat sebagai film Indonesia berwarna pertama.

Terus terang waktu itu kami tak ada rasa menuntut mengapa main di film hitam putih. Dapat peran sudah alhamdulillah, apalagi bukan figuran numpang lewat. Kami semua dapat peran, ada yang berperan sebagai staf  kantor, lurah. Saya sendiri mendapat peran sopir. Lumayan sekitar 12 scene dan sudah barang tentu itu membanggakan.

Pada akhirnya setelah menunggu dua minggu dan diseling enam hari lima malam tidur di teras studio "Tan Wong Bross" di Jalan BIdara Tjina ( kini Jalan Otto Iskandar Dinata Jatinegara ), saya pun mulai merasakan getarnya nadi ini ketika syuting pertama kali. Bayangkan anak udik yang baru berusia 21 tahun harus berhadapan dengan kamera untuk pertama kalinya. Wah apalagi disaksikan bintang-bintang besar antara lain Titiek Puspa dan Dicky Zulkarnaen. Kalau saja tidak teringat sudah mendapat sepertiga nilai kontrak sebesar Rp.300.000 yang bakal saya terima, pasti saya sudah retake berulang-ulang 

Memang syuting film "Minah Gadis Dusun":ini tidak cuma di seputar Jakarta, tapi juga sampai ke Sukabumi, Pelabuhan Ratu, Tagog Apu kawasan bukit kapur di Padalarang, Banten dan di sekitar Bandung. Tentu ini merupakan pengalaman baru bagi kami berempat, karena jarang sekali Arek Surabaya bisa bersama artis-artis top "tour" selama satu bulan di kawasan Kabupaten Bandung dan sekitarnya. 

Tapi di balik itu semua ternyata ada hal-hal yang  kurang saya perhitungkan. Tak bisa ditolak saya terlalu royal, mulai dari makan sampai beli busana maunya yang lagi tren. Tak pelak lagi, uang kontrak film mulai menipis, sehingga sering nebeng teman dan bintang. Inilah awal dari  sebuah ""bencana", ketika Hadi salah seorang teman menantang saya, kalau berani menciumTitiek Puspa ysng ketika itu usia baru 28 tahun, maka dia akan memberi saya uang    ketika itu senilai makan selama dua hari. Pokoknya mencium pipi walaupun sekedar nempel,  maka tanpa pikir panjang saya lawan tantangannya. 

koesnan1NoRf6.jpgPenulis (kanan) bersama Bung Sukur, Presenter Becak Show ( Berita Kocak) di JTV. (Foto: CoWasJP)

Di saat Titiek lagi syuting memanen padi di kawasan Sukabumi. Bisa dibayangkan khan, jika ada artis syuting tentu penontonnya meluber bahkan sampai berdesak-desakan. Inilah momen  yang pas kata saya dalam hati, itu pun setelah bersiasat dengan Ali dengan janji memberinya fee. Yang peting bisa mencium pipi bintang cantik Titiek Puspa. Nah, -setelah satu jam action memanen, sutradara pun berteriak: Cut..ayo break..!

Inilah saya mulai action juga, apalagi penonton semakin berdesakan di pematang, sehingga jalannya Titiek terhadang. Saya yang juga bertugas rangkap menjadi pengatur penonton juga sibuk. Sementara teman yang berjanji membantu saya supaya bisa mencium sang artis Titiek sudah mulai bersiap siap, satu..dua ..tiga, tiba-tiba tangan teman saya serasa sangat kuat mendorong  punggung saya.

Ya..ampun bukan pipi Titiek yang saya cium "sak nyuk-an" tapi kondenya. Benar saya mencium konde Titiek. Tak pelak lagi konde pemeran utama film yang menghabiskan masa syuting tiga bulan ini jadi agak berantakan. " Piye toh iki..arek Surabaya iki...!!, ujarnya agak cemberut. 

Saya pun langsung minta maaf. Begitulah belakangan si teman yang saya tugasi mendorong pelan di saat suasana penonton berdesakan, mengaku, di detik detik persis akan mendorong, tiba tiba kakinya terperosok. Jadi kebablasan. Sial sungguh memang,  sudah gagal mencium pipi seklebatan, bibir pun tergores tusuk konde. (*)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda