Kopi Klotok Lali Jiwo

Kopi Klotok adalah adonan kopi tradisional yahud. (Foto-foto: Roso Daras/CoWasJP)

COWASJP.COM – ockquote>

O l e h: Roso Daras

------------------------------

KOPI klotok, satu hal. Lali-jiwo, hal yang lain lagi. Kopi klotok adalah salah satu varian adonan kopi tradisional yahud. Lali-jiwo ini istilah Jawa sebagai kata ganti “gila” alias sakit jiwa. Dua hal yang bumi-langit itu, bersatu di Yogyakarta, menjadi “Waroeng Kopi Klotok, Pakem”. Lengkapnya: Jalan Kaliurang Km 16, Pakembinangun, Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Anda tahu? Tahun 80-an, orang Pakem malu menyebut asal daerahnya. Mengapa? Begitu menyebut kata “Pakem”, lawan bicara menyusulnya dengan olok-olok, “Kapan keluarnya?” Jadi, setiap orang Pakem, diidentikkan dengan “lali jiwo”. Mirip-mirip dahulu kala, ketika orang Jakarta menyebut kata Grogol. Atau barangkali warga Surabaya yang menyebut kata Menur.

KOPI-KLOTOK-1Jgq3N.jpg

Lain dulu, lain sekarang. Pakem sekarang sudah menjadi daerah pilihan, kalau tak mau disebut elite. Di sana, selain bercokol cluster-cluster perumahan high class, juga memiliki banyak keistimewaan lain, yang lambat-laun menenggelamkan stigma “lali-jiwo” tadi. Salah satunya, keberadaan Waroeng Kopi Klotok.

Warung Kopi Klotok ini berada di dekat areal persawahan namun masih dekat dengan permukiman penduduk. Bangunan utama berbentuk joglo limasan kuno menghadap ke arah utara, menghadap keagungan Gunung Merapi. Warung tradisional ini dibagi menjadi tiga area. Area ngopi-ngopi cantik yang agak terbuka, bagian tengah dan belakang yang menjadi satu bagian dengan dapur.

Area depan tentu menjadi wilayah favorit. Menikmati kopi klotok sambil mereguk keindahan hamparan sawah serta gunung merapi nun di utara sana, sungguh bisa melupakan utang, barang sejenak.

Persoalannya, tidak tersedia banyak kursi di sana, jadi harus rela menunggu.

KOPI-KOLTOK-2z7aS4.jpg

Di ruang tengah, ini semacam dinning room. Luas, dengan tatanan meja-kursi yang berlimpah, tetapi tidak leluasa menikmati keindahan alam. Kecuali, ornamen klasik yang menempel di dinding bangunan kayu. Ada kaca-pengilon tua, radio jadul, dan lain-lain. Atap tak berplafon, menjadikan ruang ini cukup sejuk sekalipun tak ber-AC.

Nah, di bagian belakang, tidak kalah menarik. Sebab, beberapa set meja kursi, diletakkan tak jauh dari aktivitas masak-memasak. Ada dua papan pengumuman menarik di bagian belakang. Pertama, perempuan hamil boleh makan minum sepuasnya gratis. Kedua, rokok elektrik dilarang di area ini.

Bicara soal kopi klotok, adalah kopi dengan penyajian sederhana. Kopi bubuk dimasak dalam panci panas tanpa air. Setelah beraroma sedikit gosong barulah disiram air hingga mendidih. Dari proses tersebut munculah nama klotok yang berasal dari bahasa jawa nglotok atau mengelupas. Proses mengelupasnya kopi adalah saat air disiramkan ke panci yang lengket dengan kopi yang dimasak tanpa air tadi.

Kopi klotok menjadi favorit karena rasa pahit yang pas. Rasa kopi tentunya berbeda dari kopi yang hanya diseduh dengan air panas, walaupun bubuk kopi yang digunakan sama. Memasak kopi hingga mendidih tentunya menambah aroma kopi semakin kuat. Kopi klotok adalah pamor tersendiri bagi warung sederhana. Penyajian sederhana membuat segelas kopi klotok dihargai juga dengan harga murah meriah.

KOPI3Df1Fk.jpg

Yang membuat khas lagi adalah campuran sari tebu di dalamnya. Ini menimbulkan sensari aroma sekaligus rasa yang berbeda. Konon, sari tebu yang digunakan, didatangkan dari Jawa Timur. Harga per gelas, hanya Rp 5.000 saja.

Makanan pun tersedia di sana. Aneka sayur lodeh, aneka sambal, gorengan, dan lain-lain. Banderol yang dipasang cocok sekali dengan kantong mahasiswa, bangsa terbesar di Yogyakarta. Makan-ngopi sekenyangnya, tidak akan merobek dompet. Bisa jadi, lembar dua-puluhan-ribu, masih dapat kembalian.

Barangkali sangat murah untuk ukuran warga yang sehari-hari tinggal di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya. Tetapi, untuk kelas mahasiswa, harga itu mereka apresiasi dengan kata normatf “normal”. 

Selain mahasiswa dan turis lokal maupun asing, pengunjung Waroeng Kopi Klotok juga dari kalangan artis dan pejabat. Ini bisa kita lacak dari tinggalan catatan kesan-kesan mereka yang ditulis di atas kertas A-4 lalu dilaminating dan ditempel di dinding. Ada nama-nama seperti Eros Sheila on 7, Emha Ainun Nadjib, Menlu Retno Marsudi, Wakil Ketua BPK Sapto Amal Damandari, dan masih banyak lainnya.

Warung ini buka mulai pukul 08.00, dan tutup pukul 22.00. Pilihlah waktu yang tepat. Pagi-pagi sekali, Anda bisa menikmati sarapan plus ngopi-cantik sambil menikmati gunung merapi. Agak siang sedikit, merapi mulai tertutup awan. Sore hari, juga saat yang pas menyeruput kopli klotok. Malam hari? Cocok juga membawa pasangan. ***

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda