Meliput Euro 96 England 20 Tahun Lalu (3-Habis)

Djoko Tugas Nguping Radio dan Televisi

Foto dan ilustrasi: CoWasJP.com

COWASJP.COMMEMASUKI rumah kontrakan, Mas Djoko mengenalkan saya kepada penyewa rumah apartemen, Mas Boedi Soesetyo. Kami langsung akrab karena dia arek Suroboyo. Rumahnya persis di depan Gelora 10 Nopember Tambaksari, pojok Barat-Selatan.

 Apartemennya lumayan enak. Terdiri atas dua kamar tidur, satu kamar mandi, satu ruang dapur, plus ruang tengah serbaguna –termasuk untuk klesetan— yang cukup luas. Saya, almarhum Mas Djoko Susilo, kadang juga Auri Jaya, membuat laporan di ruang serbaguna itu.

BACA JUGA: Kali Pertama Kirim Berita via Internet

Persiapan liputan harus segera dilakukan. Pertama mencocokkan colokan listrik laptop dengan sistem perlistrikan Eropa. Betul, ternyata colokan laptop tidak cocok dengan stop kontak di apartemen Mas Boedi. Umumnya di Eropa menggunakan colokan tiga lubang, jadi harus mencari colokan listrik berkaki tiga.

BACA JUGA: Teriak Olee..Olee di Imigrasi Heathrow

Maka, hari pertama kerja itu kami habiskan untuk belanja. Antara lain beli colokan listrik, peta London lengkap dari A sampai Z. Peta itu meliputi peta kereta Underground, bus Underground, serta tempat-tempat penting lainnya. Yang tak boleh ketinggalan adalah belanja majalah-majalah dengan berbagai foto tentang Euro, utamanya foto pemain bintang. Majalah-majalah itu langsung dipaketkan ke Surabaya.

joko-susiloDej1I.jpg

DARI KIRI: Solihin Hidayat. Boedi Soesetyo, Djoko Susilo (almarhum), dan Auri Jaya di salah satu cafe di London. (Foto: Fuad Ariyanto/CoWasJP.com)

Sebetulnya, tim Euro 96 ingin sekali bisa mengirim foto-foto ke Surabaya. Mas Djoko mengusulkan agar membeli foto scanner mini. Tapi, dengan berbagai pertimbangan –termasuk izin ke Surabaya-usul tersebut tidak disetujui. Karena itu, foto-foto yang dimuat cowasJP.com ini sangat mungkin belum sempat dimuat di Jawa Pos.

Selama liputan Euro, tim liputan memasak makanan sendiri. Jadi, harus belanja keperluan makan sehari-hari juga. Untungnya Mas Boedi punya mobil tua yang bisa dipakai ke mana saja, sehingga tak sulit jika harus seringkali belanja ke supermarket. Utamanya supermarket khusus makanan Asia.

Nikmat juga masak sendiri. Menunya ambil dari buku resep. Mulai sambal bawang sampai ikan oven. Bahkan, kami sempat bikin sambal terasi. Nah, ketika menggoreng terasi, tak sadar baunya yang menyengat keluar rumah. Para tetangga apartemen rame-rame membuka jendela rumah masing-masing sambil mengumpat karena bau terasi. Hehe…harap maklum.

****

Di zaman itu situs-situs berita on line belum banyak. Untuk mencari isu-isu hangat tentang Euro harus membaca koran setempat. Di Inggris saja masih seperti itu, apalagi di tanah air. Karena itu, tiap hari harus beli setidaknya lima koran berbeda. Selain itu, harus terus nguping berita radio dan televisi. Nguping radio dan televisi itu menjadi tugas utama Mas Djoko.

eropa-duaHJdRu.jpg

NOMOR PUNGGUNG: Tur ke Wembley juga membawa pengunjung ke ruang ganti pemain tim Inggris. (Foto: Fuad Ariyanto/CoWasJP.com)

Sekitar hari ketiga saya di London, Auri Jaya tiba dari Frankfurt, Jerman. Saya minta kepada Mas Djoko agar membiarkan saya menjemput Auri sendirian ke bandara. Dengan begitu saya bisa melakukan orientasi medan, mengukur waktu dari rumah ke halte bus, dari halte bus ke stasiun kereta, dan seterusnya.

Euro 96 digelar di delapan kota. Yaitu di Stadion Wembley (London), Old Trafford (Manchester), Anfield (Liverpool), Villa Park (Birmingham), Eland Road (Leeds), Hillsborough (Sheffield), St James Park (Newcastle), dan City Ground (Nottingham).

Saya dan Auri segera berbagi tugas. Saya kebagian liputan di London, Birmingham, dan Leeds. Sementara Auri di Manchester, Liverpool, dan Newcastle. Sedangkan Sheffield dan Nottingham sengaja kita tinggalkan karena waktu tidak memungkinkan. 

Sehari di London, keesokan harinya saya dan Mas Djoko mengantarkan Auri ke posnya, Manchester. Di sana Auri indekos di rumah yang disewa mahasiswa Indonesia. 

Ketika meliput di Birmingham, saya juga tinggal di rumah kontrak dosen ITS yang kuliah di sana. Rumahnya dekat stadion. Para mahasiswa Indonesia yang kuliah di Inggris rata-rata memang kontrak dekat stadion karena relatif lebih murah. Orang Inggris umumnya menghindari rumah dekat stadion karena seringkali terjadi bentrokan suporter. Bisa-bisa rumahnya kena imbas kerusuhan.

Berbekal referensi koran, radio, dan televisi, tim peliput tiap hari harus jalan mencari berita. Mencari basis-basis suporter fanatik. Berita penangkapan hooligan seringkali menjadi trend berita sebelum hari H kick-off.

Auri meninjau beberapa stadion di kota-kota penyelenggara. Ada stadion yang dilengkapi sel untuk perusuh. Saya menyempatkan ikut tur Wembley. Di ruang operasional stadion itu –masih Wembley lama—terdapat ruangan besar yang disebut sebagai jantung Wembley. 

Terdapat puluhan monitor di ruang itu untuk memantau kondisi seluruh kompleks stadion. Bahkan, ada kamera yang memantau situasi jalan 10 kilometer sebelum Wembley. Juga ada kamera zoom ke arah penonton. 

suporter-antre-di-depan-pintu-masuk-stadiondNVoR.jpg

ARUS BESAR: Penonton antre masuk Wembley kala Euro 96 di Inggris. (Foto: Fuad Ariyanto/CoWasJP.com)

Tidak heran jika petugas Stadion Wembley cepat menangkap pembuat rusuh karena dipandu dari ruang monitor tersebut.  Peserta tur juga diajak masuk ruang tunggu pemain Timnas Inggris sebelum keluar bersama-sama lewat pintu masuk pemain ke stadion.  Suhu menempatkan laporan saya itu sebagai boks di Zona Euro.

Berburu berita seringkali juga dilakukan di malam hari, bahkan dini hari. Utamanya setelah pertandingan. Sebab, tak jarang para suporter membuat acara spontan, semisal musik jalanan atau orasi dari dedengkot suporter untuk menyemangati teman-temannya dalam mendukung tim.

Beruntunglah saya ada Mas Boedi dan teman-teman mahasiswa Indonesia lain di London. Mereka selain hafal tempat-tempat nongkrong suporter, semisal di SwissSquare dan lain-lain, juga punya mobil. Salah seorang mahasiswa, Rizky, bahkan punya Range Rover keluaran terbaru. 

Transpor berita lancar, transport lokal tersedia, mampu meningkatkan semangat mencari berita terbaik. Apalagi, pemimpin redaksi waktu itu, Solihin Hidayat, sempat mampir ke London dari perjalanannya keliling Eropa.

Dukungan semangat juga datang dari Surabaya. Suhu selalu memberi kabar positif, menyenangkan. Bahkan, menurut Suhu, Zona Euro Jawa Pos merupakan laporan terbaik di Indonesia. Koordinasi dan kerjasama yang apik antara penjaga gawang di Surabaya, tim peliput yang kompak, serta sarana dan peralatan memadai merupakan kunci keberhasilan.

Syukurlah, liputan berlangsung tanpa halangan berarti sampi akhir. Jerman tampil sebagai juara setelah mengalahkan Republik Ceko 2-1 di Stadion Wembley. Gol penentu kemenangan Jerman ditentukan oleh gol emas Oliver Bierhoff di babak perpanjangan waktu.

Selain juara, Jerman juga menggondol predikat Pemain Terbaik atas nama playmaker Matthias Sammer. Sementara Inggris yang menempati peringkat ketiga bersama Prancis, cukup terhibur dengan penampilan Alan Shearer sebagai pencetak gol terbanyak dengan membukukan enam gol.

Liputan dilanjutkan ke Frankfurt, Jerman, mengikuti pesta Sang Juara pulang kandang. Inilah yang sangat exklusif dari laporan Tim Jawa Pos di pentas Euro 96. Auri (yang fasih berbahasa Jerman) lebih banyak berperan dalam liputan di Jerman ini. Sedangkan saya sudah waktunya istirahat…hehe…

Jika Suhu menyebut liputan Euro 96 merupakan yang terbaik di Indonesia, tentu bukan hanya berkat tim peliput di Inggris. Tapi juga berkat dukungan personel lain. Antara lain, laporan Ramadhan Pohan –yang sekarang politisi Demokrat-dari Bulgaria, Wing Wiryanto Sumarsono (almarhum) dari Italia, dan Irawan Nugroho dari Amerika Serikat. Semuanya jadi kenangan terindah sebagai wartawan olahraga. (*)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda