Berawal dari Keyakinan (2)

Ruko Baru milik Anggun Busana Group (milik penulis) yang ada di Jalan Ronggolawe 43 Tuban. (Foto: cowasjp.com)

COWASJP.COM – ockquote>

C a T a T a N: Akhmad Zaini

-------------------------------------------

KETIKA tekad untuk memulai berdagang sudah bulat, langkah yang pertama saya lakukan adalah menyakinkan pihak keluarga, terutama istri dan keluarganya bahwa langkah saya itu serius dan menjanjikan. Sebab, tempat yang akan digunakan untuk memulai usaha yang saya nilai sebagai modal awal yang cukup penting, adalah asset keluarga istri. Apalagi, tempat yang merupakan bagian depan rumah itu, sudah dimanfaatkan orang lain untuk berjualan mebeler dengan sistem bagi hasil. Meski saya nilai sangat tidak menguntungkan, namun dari sanalah mertua yang hidup pas-pasan, menautkan harapan. Tiap terjadi transaksi, beliau mendapatkan bagian meski dalam jumlah yang sangat kecil.

Ide untuk berdagang, pertama kali saya sampaikan ke istri. Di luar dugaan, meski terkesan belum terlalu yakin, istri mendukung. Apalagi, sebelumnya istri juga telah mencoba iseng-iseng berdagang. Dia ambil barang dari Tanah Abang, lalu dikirim ke Tuban untuk dipasarkan oleh beberapa temannya dengan sistem bayar tempo alias kredit. Jadi, pada dasarnya munculnya ide bisnis di benak saya tersebut tidak murni muncul di tengah-tengah ruang hampa. Akan tetapi, juga terdorong kondisi di mana istri ternyata juga punya keinginan ke arah sana. Intinya, juga untuk mengembangkan potensi istri. 

Setelah ide kami (saya dan istri) klik, akhirnya action dimulai. Langkah pertama, istri menyampaikan gagasan tersebut ke ayahnya. Alhamdulillah, mertua mendukung seratus persen. Langkah cepat pun diambil. Orang yang selama ini jualan mebel di tempat tersebut diminta pindah. Mertua ternyata juga merasa bahwa kerja sama yang ada selama ini dinilai kurang menguntungkan. Tempat yang hanya berukuran, 4,5 meter x 10 meter itu pun akhirnya dikosongkan dan benar-benar siap kami gunakan.   

Bismilllah, akhirnya eksekusi siap dimulai. Saya siap action. Namun, sebelum langkah benar-benar diayunkan, musibah menimpa kami sekeluarga. Ayah mertua sakit. Istri yang semula tinggal bersama saya di Jakarta, terpaksa harus pulang kampung untuk merawat ayahnya.  Sekitar sebulan sebelum akhirnya ayah mertua menghadap Sang Khaliq, saya pulang ke Tuban untuk membesuk. Dan di moment pertemuan terakhir itu, mertua menyampaikan beberapa wasiat. Intinya, dia titip putri tunggalnya (istri saya) dan ibu mertua agar saya jaga dengan baik. Kedua, beliau menegaskan dukungan dan doanya atas rencana saya. Beliau yakin tempat itu akan memberikan keberkahan bagi kami sekeluarga.

Plong! Namun, semua langkah harus berhenti untuk sesaat. Kondisi duka karena ayah mertua dipanggil Allah, menahan saya untuk melakukan langkah apapun. Kami konsentrasi dulu menghormati kepergian ayah mertua. Langkah kembali diayunkan ketika kematian ayah mertua sudah melewati masa 100 hari. Setelah mengadakan selamatan dan mengirim doa, kami kembali merajut rencana yang tertunda. Bismillah….Babak baru dimulai!

Dan, kondisi baru pasca ditinggal ayah mertua menjadikan  tekad saya semakin kuat untuk mewujudkan usaha di Tuban. Saya yakin keberadaan toko nanti akan semakin bermanfaat dan bisa memecahkan masalah baru yang muncul. Sebab, sepeninggalan ayah mertua, berarti ibu mertua akan hidup sendirian di Tuban. Putri tunggalnya (istri saya) harus mendampingi saya di Jakarta. Nah, dengan adanya toko dan karyawan, kami berharap ibu mertua akan punya kesibukan baru dan sekaligus punya teman tinggal di rumah Tuban. Karenanya, untuk keperluan itu, saya mencari karyawan yang bersedia nunggui toko sekaligus tinggal di rumah bersama ibu mertua.

Setelah semua saya anggap matang, dengan bermodal pas-pasan, langkah kami mulai. Langkah pertama adalah merevonasi toko. Dari mengganti lantai yang semula memakai ubin tua menjadi keramik yang lebih layak dan mengganti pintu depan yang semula terbuat dari kayu, untuk kemudian diganti dengan pintu harmoni. Setelah tahap awal itu dilakukan, per tanggal 27 September 2002, toko baju yang akhirnya saya beri nama Anggun Busana itu buka untuk pertama kalinya.

Namun anehnya, ketika tekad sudah bulat. Restu sudah di tangan. Ketika renovasi sudah berjalan, belum jelas betul, jenis usaha apa yang akan kami kelola. Tidak terlintas sedikit pun di benak saya untuk menggeluti busana muslim. Maklum, saya tidak sedikit pun punya ilmu tentang perbusanaan-musliman. Awalnya, saya ingin berdagang bahan-bahan bangunan atau alat-alat listrik. Sebab, setelah lulus dari kuliah di Semarang, saya sempat membuka toko kecil-kecilan yang menyediakan alat-alat listrik dan bahan bangunan di depan rumah saya di Kendal, Jawa Tengah. Usaha itu masih saya jalankan hingga awal-awal saya menjadi karyawan JP. Sebelumnya, saat masih kuliah, saya membuka warung makan di sekitar kampus.

Lalu bagaimana akhirnya bisa banting setir ke busana muslim? Karena nasehat tetangga sebelah yang kebetulan warga keturunan (Tionghoa). Alasan dia sangat simple. Rumah mertua yang saya sulap jadi toko, letaknya di Jl. Pemuda. Jalan itu, sudah bertahun-tahun dikenal sebagai kawasan toko busana. Di Tuban, bila hendak berbelanja busana, tentu jujukannya Jalan Permuda. Pada saat Ramadhan tiba, kawasan ini sangat padat. Untuk parkir sepeda motor saja sangat sulit, apalagi kendaraan roda empat.

Bagi saya, ini adalah ilmu bisnis partama yang saya peroleh. Membuka usaha, tidak harus selalu sesuai dengan selera kita. Kita harus memulai dari sesuatu yang paling mudah dijangkau. Paling mudah diraih. Paling mudah dijalani.  Kita harus terlebih dulu mengadakan analisa SWOT (milihat kelemahan, kelebihan serta peluang yang ada). Kita harus menelisik mana potensi dan peluang terbesar yang bisa dikembangkan. Berbisnis dengan berbasis hobi, memang sangat baik. Bahkan sangat baik. Namun, dengan catatan terdukung oleh potensi yang ada. Bila tidak, tentu harus dipikir ulang. Kita harus realistis dan kompromi dengan keadaan. 

Semula, saya memandang, dengan banyaknya toko baju di Jalan Pemuda Tuban, adalah persaingan ketat yang harus saya hadapi. Karena itu harus dihindari. Berangkat dari pemikiran itu, saya ingin mencoba usaha lain. Pilihannya; alat-alat listrik atau toko bangunan. Maklum, sudah punya sedikit pengalaman. Namun, tetangga Tionghoa tadi punya pandangan lain. Dia mengatakan, justru karena jalan Pemuda adalah kawasan toko baju, maka saya harus membuka toko baju juga. Menurutnya, kondisi itu akan sangat memudahkan bagi saya untuk memperkenalkan usaha baru itu.

Dan alhamdulillah, ternyata benar. Usaha jenis ini berjodoh dengan saya dan keluarga. Insya Allah, saat ini, kalau bicara toko busana muslim di Tuban, nama Anggun Busana, insya Allah sudah sangat familier di telinga masyarakat Tuban. Anggun Busana Group --saat ini ada tiga toko, kalau bicara ruang display bahkan ada 4, karena di lantai 2 Jl. Ronggolawe saya buat untuk Anggun Busana 2--, yang kami kelola adalah toko busana muslim yang cukup diperhitungkan di Tuban. Opsesi saya, Anggun Busana Group harus benar-benar nomor satu dan tak tertandingi di Tuban. Setelah itu, saya akan mengembangkan sayap ke kota lain. (semoga!)

Lalu mengapa busana muslim, bukan busana biasa? Sejak awal saya berprinsip, mencari rizki adalah ibadah. Karena itu, agar halalal toyyiban, saya ingin sesuai dengan syariat (seusia dengan ketentuan Allah SWT). Harapannya, dunia dapat, akhirat pun dapat. Karena itu, pilihan bisnis busana muslim saya anggap tepat. Sebab, dengan menyediakan busana muslim, berarti kita memudahkan bagi seorang muslim untuk menutup aurat. Filosofis ini sejak awal saya pegang teguh. Istri saya sejak awal saya beri pengertian dan pemahaman soal filosofis itu. Saya katakana ke istri, meski bisnis busana biasa (non syar’i) menjanjikan dan ada model-model tertentu yanag sedang booming dan laris kayak kacang goreng, saya tetap akan bertahan di busana muslim. Ini prinsip! Ini keyakinan! Alhamdulillah istri, sepakat dan memahami pondasi dasar usaha kami tersebut.

Di saat prinsip itu saya teguhnya (2002), bisnis busana muslim belum sebooming sekarang. Kelas menengah muslim Indonesia memang terus meningkat jumlahnya. Namun, saya sendiri belum terlalu nggeh alias belum terlalu paham. Selain itu, efek ke dunia usaha kelas bawah seperti yang saya geluti, juga belum semeyakinkan sekarang. Namun, karena keyakinan dan imam, saya tetap berjalan. Subhanallah, di luar perhitungan saya, sejak sekitar 2004 bisnis busana muslim perlahan naik daun. Saya yang kebetulan jualan busana muslim anak Dannis ikut menikmati hasilnya. Dan harus saya akui, dari sinilah usaha saya mulai bergerak. Saya mulai menemukan ‘’jalan yang lurus’’. Saya mulai sedikit bisa menikmati ‘’enaknya’’ menjadi pedagang.

Alhamdulillah, usaha kecil itu kini telah berkembang. Kami sekeluarga bisa menggantungkan diri dari usaha tersebut. Toko yang semula hanya menempati bagian depan rumah (ruang tamu dan ruang keluarga), kini telah menghabiskan semua area yanag ada. Kami sekeluarga bisa membuat rumah di kawasan lain yang lokasinya lebih nyaman, lebih luas dan lebih tenang. (untuk cerita jatuh-bangunnya di masa-masa awal merintis usaha ini, akan saya tuturkan pada tulisan berikutnya).

Usaha semakin terlihat bentuknya setelah saya keluar dari JP pada 2011 dan fokus mengurusi usaha. Dua cabang saya buka lagi dengan cara mengontrak tempat. Dan subhanallah, sebelum kontrak tempat itu habis, saya bisa membeli dua ruko baru. Dua ruko itu berhimpitan. Sehingga, meski di lantai satu terpisah jadi dua toko, di lantai dua dan tiga saya gabung jadi satu. Lantai dua untuk ruang display Anggun Busana 2, lantai tiga untuk ruang pertemuan.

Di Ruang Pertemuan lantai 3 itu, kini sering digunakan untuk kegiatan. Teman saya, seorang motivator dari Semarang rutin memberikan motivasi kepada masyarakat untuk semangat merajut hidup dan keberkahan hidup dengan berdagang. Istighotsah dan rapat rutin bersama karyawan pun saya gelar sebulan sekali di tempat itu. Di lantai 3 ini, saya berminpi sayap usaha terus bisa dikepakkan. Dengan istighotsah rutin bersama karyawan, saya bermaksud dan ingin agar usaha saya selalu dibimbing Allah. Allah semoga selalu berada di tengah-tengah usaha saya. Dia Zat pemberi rizki dan kehidupan. Hidupku, Matiku hanya untuk beribadah kepada-Nya. (bersambung)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda