Laporan Wartawan CowasJP dari Jepang (7)

Bung Karno ”Hidup” di Sudut Tokyo

Puti Guntur Soekarno saat simposium di sebuah kampus, Universitas Kokushikan yang terletak di wilayah Setagaya,Tokyo, Jepang. (Foto-Foto: Roso Daras/CoWasJP)

COWASJP.COM – ockquote>

O l e h: Roso Daras

---------------------------

HARI itu, 3 November 2016, Bung Karno serasa hidup kembali di salah satu sudut kota Tokyo, Jepang. Di sebuah kampus, Universitas Kokushikan yang terletak di wilayah Setagaya, suasana Bung Karno muncul saat melewati gedung utama. Di halaman depan, berdiri sebidang poster “Simposium Internasional Mengenai Soekarno”. Poster paduan huruf kanji dan latin itu menjadi petunjuk kegiatan yang menarik perhatian, tidak saja mahasiswa tetapi juga masyarakat Indonesia yang diundang.

Duta Besar Indonesia di Jepang, Yusron Ihza Mahendra sendiri tidak hadir dalam acara simposium tentang Bapak Bangsa Indonesia yang diadakan sebuah perguruan tinggi di Tokyo itu. Ia hanya menugaskan dua stafnya.

BACA JUGA: Guntur Soekarnoputra Angkat Bicara

Memasuki lantai 3 gedung kampus utama, aura Bung Karno kembali terlihat jelas. Poster-poster serupa ditempel di dinding dekat auditorium tempat berlangsungnya acara. Bung Karno serasa hidup kembali, justru di lingkungan kampus nun di Jepang sana.

Sementara itu, memasuki acara inti simposium, Puti Guntur Soekarno pun melangkah anggun menuju podium, diiringi tepuk tangan hadirin. Mereka adalah mahasiswa, civitas akademika dan undangan yang tertarik menyimak tema “Refleksi Pemikiran Soekarno dari Masa Kini Abad ke-21”. Simposium diprakarsai Pusat Studi Asia – Jepang, Program Pascasarjana, Universitas Kokushikan, Kamis (3/11).

jepang-AQwblS.jpg

Gemuruh tepuk tangan senyap, ketika Puti uluk salam. Puti hari itu tampil seperti kakeknya, Bung Karno. Paduan tone dan timbre suara Puti yang berat, melahirkan texture yang segera saja menguasai aula berkapasitas tak kurang dari 400 orang itu. Dibalut kebaya light-purple dan kain motif tenun kecoklatan, Puti membawakan pidato berjudul “Pancasila Menuju Tata Dunia Baru”.

BACA JUGA: Gelar Visiting Professor Puti Guntur Soekarno

“Saya awali pidato saya dengan mengutip kata-kata Sukarno, Presiden Republik Indonesia yang pertama, ‘Kami nasionalis, kami cinta kepada bangsa kami dan kepada semua bangsa’,” Puti membuka pidato.

Lebih lanjut, Puti membawa audiens kepada kesadaran, tentang pentingnya persaudaraan bangsa-bangsa. Dikatakan, bahwa dalam lintasan peradaban, sebagai manusia kita tinggal di dunia yang sama yaitu bumi manusia. Meskipun kita berbangsa-bangsa namun kita semua perlu menjalin persaudaraan.

BACA JUGA: Puti Guntur ke Jepang Bawa Pemikiran Bung Karno

Seperti halnya Bung Karno, maka Puti pun menyitir kata-kata Mahatma Gandhi, “Nasionalismeku adalah kemanusiaan dan kemanusiaanku adalah persaudaraan. Kebangsaan Indonesia sebagaimana kata Bung Karno tumbuh subur dalam taman-sarinya kemanusiaan. Itulah arah tujuan dan makna dari sebagian nilai dasar dari Pancasila yang berkaitan dengan ide berkebangsaan dan cita-cita kemanusiaan di dalam dunia yang sama,” ujarnya, masih dalam suara lantang dengan diksi yang sangat baik.

jepang-3rLy1F.jpg

Dalam pidato yang disaksikan ayahanda, Guntur Soekarnoputra dan ibunda, Henny, Puti juga menyajikan fakta menyedihkan yang terjadi di atas bumi kita. Dikatakan, bahwa dunia saat ini merasakan pudarnya semangat persaudaraan kemanusiaan. Ekonomi global bergerak begitu cepat dalam sistem yang kadang nyaris tak terpahami nalar budi kemanusiaan. Terjadi gelombang besar materialisme yang semakin meminggirkan moral dan watak sosial. Tanpa persaudaraan bangsa-bangsa, kondisi tersebut akan makin parah dan mengancam keselamatan bumi seisinya.”

BACA JUGA: Guntur Soekarnoputra Angkat Bicara

Bung Karno dalam pidato di PBB tahun 1960 membawakan judul “To Build the World a New”. Puti menggaungkannya kembali di Tokyo. Diungkapkan, bahwa tata dunia baru membutuhkan transformasi pengelolaan negara bangsa dan pola baru hubungan antar negara dan bangsa yang dilakukan secara utuh, secara once for all bukan parsial.

Bangunan tata dunia baru tersebut membutuhkan transformasi politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hukum yang konstruktif demi terwujudnya kemanusiaan dan keadilan sosial bagi setiap warga di tiap negara dan semua penduduk dunia. 

BACA JUGA: ”Warteg” ala Tokyo

Puti menambahkan, bahwa kata kunci utama adalah: keberhasilan mengembalikan kedaulatan rakyat. Bagaimana mengembalikan kedaulatan di tangan rakyat dan prinsip negara kedaulatan. Di tiap negara akan menghasilkan pemerintahan yang mendahulukan keharmonisan dan kemakmuran warganya, sehingga terwujud pula dalam komunitas global warga dunia.  

Pada puncak pidatonya, Puti yang tampil cantik dengan untaian kalung mutiara itu menegaskan, bahwa saat ini dunia tengah menghadapi arus deras kapitalisme global vis a vis kesenjangan global di hampir semua negara. Sebuah kondisi yang disebabkan eksploitasi berlebih atas sumberdaya alam dan manusia. Dunia dalam ancaman krisis hebat akibat ketimpangan dan kesenjangan. 

Di samping itu, tatanan negara-bangsa dibengkokkan oleh kekuatan fundamentalisme pasar yang meminggirkan peran negara. Kehidupan sosial masyarakat dunia yang inklusif diancam kebangkitan fundamentalisme agama, yang memunculkan radikalisme dan terorisme. Saya meyakini, semua masalah itu akibat prinsip keadilan sosial dan kesejahteraan umum yang telah banyak dilupakan.  

BACA JUGA: ”The Big Issue” di Shinjuku

Pada konteks ini, Pancasila haruslah dimengerti sebagai ideologi yang memiliki semangat menentang kesenjangan dan ketimpangan di dunia yang diakibatkan eksploitasi berlebihan yang dijalankan oleh kapitalisme global. Pancasila mengandung keinginan menjamin, menghormati, dan memenuhi hak kemerdekaan negara bangsa, kesejahteraan umum, keadilan sosial, kehidupan yang beradab, serta perdamaian dunia yang abadi. Pancasila menawarkan solusi “jalan ketiga” (the third way) menuju tata dunia baru.

Puti pun menutup pidato dengan memekikkan kata “Merdeka!”, yang disambut spontan audiens, disusul tepuk tangan gemuruh. ***

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda