Laporan Wartawan CowasJP dari Jepang

”The Big Issue” di Shinjuku

"Penganggur Jepang berjualan The Big issue di Shinjuku, Tokyo. (Foto: CoWasJP)

COWASJP.COM – ockquote>

O l e h: Roso Daras

---------------------------

JEPANG termasuk yang pengguna internetnya sangat besar, tetapi relatif tidak mengubah kebiasaan masyarakatnya membaca koran. Karena itu, koran seperti Yomiuri Shimbun bisa bertiras 10 juta eksemplar per hari, dan menjadi koran terbesar di dunia. Entah bagaimana asal-mulanya... Yomiuri Shimbun ada di lobby semua hotel. Yang pasti, setiap tamu bebas mengambil, gratis. Syaratnya cuma satu, bisa membaca huruf kanji. 

Nah, ada yang menarik terkait model pemasaran produk media cetak model The Big Issue. Majalah (format tabloid) ini, bermarkas di London, Inggris. Diterbitkan pertama kali tahun 1991, didesikasikan bagi individu para tunawisma dan pengangguran. Daripada menganggur, mereka bisa berjualan The Big Issue. Kalau di Indonesia, barangkali sejenis profesi loper koran. Bedanya, di negara-negara makmur, tidak ada loper koran. 

BACA JUGA: Puti Guntur ke Jepang Bawa Pemikiran Bung Karno

Setiap agen atau vendor bisa mendapatkan The Big Issue dan menjualnya dua kali lipat dari harga. Di Inggris misalnya, harga majalah itu 1.25 Poundsterling, atau sekitar Rp 20.000 dan para tunawisma dan penganggur menjualnya dua kali lipat. Dari yang terjual, si gelandangan dan penganggur itu hanya cukup menyetor separuhnya. Sisanya, bisa untuk biaya hidup, tanpa menjadi pengemis dan beban orang lain atau negara.

Majalah ini didedikasikan bagi masyarakat tunawisma dan penganggur yang mau bekerja mendapatkan uang secara halal, daripada mengemis. Kini, dengan sistem itu, The Big Issue sudah memiliki cabang di 120 negara. Jepang salah satunya. Foto ilustrasi dalam tulisan ini adalah salah seorang penganggur Jepang yang sedang menjajakan majalah The Big Issue edisi Jepang dengan harga 350 Yen atau sekitar Rp 43 ribu per eksemplar.

Ciri vendor The Big Issue di semua negara sama: Topi dan jaket merah. Si Jepang yang satu ini, menjajakan The Big Issue laksana patung. Berdiri tegak di trotoar depan Shinjuku Station, Tokyo, dengan mengacungkan majalah ke atas. Cukup lama ia tahan mengacungkan majalah dalam diam tak bergerak. Sepertinya hatinya berkata, “Belum akan turun tangan saya menawarkan The Big Issue kalau belum ada yang datang membeli.” 

ROSO-1b9CL.jpg

Tempelan promosi yang dikalungkan dan menempel di dada, jika diartikan kurang lebih “The Big Issue” (baris atas), On Sale (baris tengah). Kalimat huruf kanji kecil di bawah kurang lebih artinya “Dapatkan Nomor Lama Big Issue Lainnya”. Anda lihat di bawah, tersedia nomor-nomor The Big Issue edisi lama.

Oplah  mingguan ini bisa ratusan ribu eksemplar. Ciri khas tabloid ini adalah wawancara selebriti papan atas. Menguak isu-isu selebriti yang panas. Karena visi dan misi majalah yang memiliki aspek sosial tinggi, membuat jurnalis independen The Big Issue relatif cukup mudah mendapatkan simpati para artis besar. Mereka bersedia diwawanca The Big Issue secara eksklusif dan cuma-cuma. Sebab mereka tahu, dengan memberi wawancara eksklusif kepada The Big Issue, artinya mereka sudah berderma kepada para tunawisma dan penganggur di 120 negara.

Terakhir dikabarkan, The Big Issue bahkan sudah mendirikan yayasan yang bergerak di bidang sosial. Tidak kurang dari lima juga poundsterling atau sekitar Rp 81,8 miliar dana yayasan digelontorkan untuk menghidupi The Big Issue, yang itu artinya, membantu para tunawisma dan penganggur. Semboyan mereka adalah created as a business solution to a social problem. 

Tertarik membuka cabang di Indonesia? Silakan hubungi Head Office The Big Issue, dengan alamat 113-115 Fonthill Road, Finsbury Park, London, N4 3HH, telepon +44 (0)20 7526 3200. Atau sekadar bertanya lebih dulu? Hubungi General Enquiries di telepon +44 (0)20 7526 3200 atau melalui email [email protected]. ***

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda