Bayang-bayang Korupsi Asian Games 2018

Islustrasi Logo Asian Game 2018 (Foto: istimewa)

COWASJP.COM – ockquote>

O l e h: Roso Daras

---------------------------

SEJAK  Indonesia mengambil-alih posisi tuan rumah Asian Games ke-18, dari Hanoi, Vietnam ke Jakarta dan Palembang, sejak itu pula berbagai persiapan dilakukan. Ini terjadi tahun 2015. Dengan waktu tersisa tiga tahun, Inasgoc (Indonesian Asian Games Organizing Committee) mulai mempersiapan segala sesuatu demi sukses hajatan olahrga multi-even se-Asia itu.

Pemerintah melalui Kemenpora pun mulai mengucurkan dana persiapan kepada Panitia Penyelenggara Asian Games ke-18 (Inasgoc) tadi. Tercatat, untuk tahun anggaran 2015, Inasgoc yang dikomando Erick Tohir sebagai Presiden, dan Sylviana Murni sebagai Sekjen, telah menerima kucuran dana Rp 374 miliar. Peruntukan dana itu adalah sosialisasi dan belanja barang yang diperlukan pada tahap persiapan.

Berkaca dari banyaknya kasus keuangan yang membelit kepanitiaan olahraga sebelumnya, maka Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tidak mau kecolongan. Mereka menerjunkan pasukan auditor untuk mengaudit dana Rp 374 miliar tersebut, melalui Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT). Ini sebuah ragam pemeriksaan yang biasa dilakukan ketika ada indikasi fraud, atau penyimpangan di dalamnya.

Benar saja. Dalam hasil pemeriksaan yang dirilis BPK beberapa waktu lalu, terendus adanya 13 permasalahan keuangan, senilai Rp 62,6 miliar. Rinciannya, terdapat kerugian negara sebesar Rp 31,6 miliar, kekurangan penerimaan negara sebesar Rp 18,4 miliar, dan pemborosan keuangan negara sebesar Rp 90 juta.

Sebagai gambaran saja. Bahwa untuk menjadi tuan rumah Asian Games, maka Indonesia harus membayar semacam fee kepada OCA (Olympic Council of Asia), yang dituang dalam Host City Contract. Nilai yang disepakati adalah 17 juta Dolar AS atau Rp 236,3 miliar, berdasar kurs tengah Bank Indonesia saat perjanjian itu dibuat, 18 Agustus 2015.

Guna memenuhi perjanjian tersebut maka KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) mentransfer dana sebesar Rp244,30 miliar ke rekening BNI atas nama Inasgoc. Selanjutnya, Inasgoc membayar kepada OCA sesuai Host City Contract sebesar Rp242,5 miliar. Dengan demikian masih terdapat sisa dana pembayaran ke OCA yang berasal dari selisih kurs sebesar Rp l,7 miliar. Nah, dana ini, saat diperiksa BPK, masih ngendon di rekening Inasgoc, dan belum  disetor kembali ke Kas Negara.  

Temuan BPK lain, terkait aliran transfer uang negara berikutnya, sebesar Rp 61,3 miliar, yang ternyata hanya dibelanjakan Rp 44,7 miliar. Saat diperiksa BPK, di rekening Inasgoc masih ngendon dana Rp 16 miliar lebih, ditambah ada dana lain sebesar Rp 125,2 juta, yang ternyata berasal dari pendapatan jasa giro.

Atas temuan BPK tersebut, Sekretaris Jenderal KOI (Komite Ilimpiade Indonesia) memberikan tanggapan bahwa pada tanggal 7 Maret 2016 telah melakukan pengembalian dana selisih kurs ke Kas Negara melalui Kemenpora sebesar Rp 1,7 miliar pada Bank BNI Cabang Senayan. Sekjen KOI juga mengaku sudah mentranser jasa giro Rp 83,9 juta. Sisanya, Rp 41,3 juta, dikatakan, akan segera disetor ke kas negara.

Sedang terkait sisa dana sebesar Rp 16 miliar lebih yang belum terpakai, menurut KOI masih tersimpan dalam rekening Inasgoc. Pasalnya, dana tersebut merupakan dana yang ditangguhkan dan belum dibayarkan kepada penyedia.

BPK tidak tinggal diam atas laporan Sekjen KOI. Auditor negara langsung melakukan pengecekan ke bendahara negara. Hingga batas pemeriksaan berakhir, BPK belum juga memperoleh bukti setor atas pengembalian dana selisih kurs yang Rp 1,7 miliar, maupun dari jasa giro sebesar Rp 83,9 juta.

Oleh karena itu BPK merekomendasikan agar Menpora Imam Nahrawi memerintahkan Sekjen KOI menyetorkan sisa dana dan penerimaan jasa giro atas fasilitasi bantuan untuk persiapan Asian Games 2018 ke Kas Negara sebesar Rp 18,448 miliar, dan menyampaikan salinan bukti setor kepada BPK.

Honorarium Ganda  

Temuan BPK lain yang agak mencengankan adalah, aksi “bagi-bagi honor” kepanitiaan Asian Games. Ini terjadi ketika honorarium tidak menggunakan SBM (Standar Biaya Masukan), melainkan menggunakan SK Menpora tentang Penetapan Indeks Satuan Biaya Dalam Rangka Persiapan dan Penyelenggaraan Asian Games XVIII Tahun 2018. 

logo-sea-gamesCfUDA.jpg

Akibatnya, dari daftar nominatif pembayaran honorarium pada dokumen SPM (Surat Perintah Membayar) dan SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) diketahui adanya tarif pembayaran honor yang melebihi ketentuan SBM sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Akibatnya, dari realisasi pembayaran honor sebesar Rp 14,41 miliar, terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp 1,74 miliar.

BPK juga menemukan keganjilan lain, yakni adanya kepanitiaan ganda dengan tujuan bagi-bagi honor. BPK menemukan beberapa nama pejabat Kemenpora yang menjabat sebagai Panitia Pelaksana sekaligus merangkap tim asistensi. Tumpang tindih dengan struktur organisasi Inasgoc yang berjumlah 199 orang.

Akibatnya, besaran honor kegiatan tim asistensi yang juga menjabat dalam Panitia Pelaksana pun membengkak Rp 665,6 juta. Yang lebih memprihatinkan, menurut keterangan Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP), bahwa Tim Asistensi sampai saat itu belum membuat laporan pelaksanaan kegiatan asistensi. Bahasa lain, “gaji buta”.

Yang lebih celaka, berdasar pemeriksaan atas bukti pertanggungjawaban pembayaran honorarium, juga terjadi penyimpangan. BPK Mencatat pengeluaran atas nama pembayaran honor sebesar Rp 3,8 miliar tidak disertai kuitansi yang ditandatangani oleh penerima honor. Uang itu dibagi-bagi atas nama jabatan tim asistensi, panitia pengarah, panitia penanggung jawab, panitia penyelenggara dan panitia pelaksana.

Saat BPK mengonfirmasi ke Bandahara Pengeluaran Pembantu Kemenpora, hanya dijelaskan, bahwa pemberian honor dilakukan secara tunai, tidak melalui transfer rekening. Akibat adanya honorarium ganda tersebut maka telah terjadi kerugian negara sebesar Rp13,3 miliar.

Iklan Layanan Masyarakat

Temuan BPK yang lain terjadi pada aspek pembiayaan jasa optimalisasi promosi atau iklan layanan masyarakat, terkait persiapan Asian Games. Dari hasil audit, ditemukan ada kegiatan mark-up iklan layanan masyarakat di berbagai stasiun televisi, yang nilainya mencapai Rp 4,7 miliar. Selain itu, ada kerugian lain sebesar Rp 1,4 miliar, akibat amandemen kontrak yang tidak sesuai ketentuan.

Uang negara yang bocor di masa persiapan Asian Games, masih banyak lagi ragamnya. Contoh lain adalah dana sosialisasi Asian Games di enam kota: Balikpapan, Makassar, Medan, Palembang, Banten, dan Surabaya. BPK menemukan kelebihan pembayaran belanja pada kegiatan itu sebesar Rp5,3 miliar. ***

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda