Istanbul, Kota Seribu Menara (1)

Kereta Bandara dan Eksotisme Selat Bosphorus

COWASJP.COMSAAT akan mendarat di Bandara Internasional Ataturk Istanbul Turki sekitar pukul 13.20 siang waktu setempat, cuaca dikabarkan 16 derajat celcius, hati saya pun lega. Biasanya pada bulan ini, suhu di Eropa sudah mulai panas. Bila orang bule ke sini mendapatkan suasana panas, mereka berjemur menikmati teriknya matahari, kita pun kalau ke Eropa, mendapatkan sensasi dari dinginnya udara yang menusuk.

“Sudah mengenakan empat lapis pakaian, tetapi masih juga dingin,” kata istri saya setelah dua hari berada di Istanbul.. Berjalan dengan AC alam buatan Tuhan Yang Maha Pencipta. Tempat-tempat bersejarah dengan gedung-gedung tua dengan arsitektur Eropa tempo dulu yang dibangun berabad-abad yang lalu seperti tak pernah lapuk dimakan waktu.

Masih menjadi daya tarik tersendiri. Seandainya, secara tak sengaja saya membaca laporan ramalan cuaca pada bulan Mei diperkirakan suhu di Istanbul berkisar antara 16 – 19 derajat celcius, mungkin rencana perjalanan ini batal.

Pilihan untuk mengisi liburan bersama anak-anak di negara Muslim terbesar di Eropa ini antara lain karena Istanbul memang layak dikunjungi disamping tidak perlu mengurus visa. Dengan menggunakan visa on arrival, kita bisa langsung berangkat, visanya diurus saat kedatangan. Bisa juga sebelum keberangkatan diurus melalui web resmi Pemerintah Turki. 

Istanbul yang unik,  Istanbul merupakan salah satu di antara lima kota paling menarik di dunia. Letaknya yang unik, di ujung dua benua, Eropa dan Asia dipisahkan oleh Selat Bosphorus yang begitu fenomenal. Eksotisme Selat Bosphorus tak bisa dilukiskan dengan kata-kata, silakan Anda datang sendiri dan menikmatinya. Sebelum ini, saya bersama dua sahabat Ir Djawahir Adnab (alm) dan Dr Solihin Hidayat (mantan Pemred Jawa Pos) pernah ke Istanbul pada Februari 2012 lalu,

Menjadi tamu Prof. Widi Agus Pratikto yang saat itu beliau bertugas sebagai Sekjen Negara-negara D-8 yang berkedudukan di Istanbul. Sehingga untuk pergi bersama istri dan anak-anak, saya bisa lebih PD (percaya diri..hehehe). Perjalanan atau traveling mandiri, alias jalan sendiri tanpa menggunakan jasa travel. Di samping lebih santai, juga tentu lebih hemat.

foto-istambul0GVR.jpg

Jembatan, Bosphorus Bridge sepanjang 1.074 meter.  (Foto: Yamin Akhmad/CoWasJP.com)

Apalagi kami sepakat untuk berkunjung hanya ke Istanbul, tidak ke mana-mana. Semula ada keinginan untuk ke Kota Konya, kota tempat dimakamkan sufi terkenal Maulana Jalaluddin Rumi. Satu jam perjalanan udara dari Istanbul.

Tetapi rencana itu dibatalkan. Saya masih ingat pesan Prof. Widi, semua yang menarik di Turki ada di Istanbul. Kota Istanbul menyimpan banyak peristiwa masa lalu, yang tak mungkin bisa dikunjungi hanya dalam hitungan hari. Jadilah kami menikmati Istanbul selama berhari-hari. Tiba di Istanbul Minggu (1/5) siang itu, kami dijemput oleh Mas Arifan, kandidat doktor asal Aceh yang mengambil program S-3 di salah satu pergurung tinggi di Ankara Turki.

“Saya kebetulan beberapa hari ini di Istanbul,” kata Arifan sesaat setelah kami berjumpa. Ankara, ibukota Turki sekitar satu jam penerbangan dengan pesawat udara. “Seperti Surabaya-Jakarta lah,” kata ayah seorang putra itu.

Saya meminta agar kita langsung ke hotel dulu, sebelum memutuskan akan ke mana dihari pertama tiba di Istanbul. Tapi dalam perjalanan kami singgah di Warung Nusantara, yang menyediakan menu Indonesia. Pemiliknya, Ibu Meily Aristia Ozdemir, seorang wanita Indonesia yang menikah dengan Pria asli Turki. 

Hotel Erboy, tempat kami menginap direkomendasikan oleh Mas Arifan, terletak di kawasan Sultan Ahmet. Kawasan kota tua yang menjadi kawasan paling favorit bagi pelancong. Di kawasan ini berdiri kokoh, Istana Topkaki, Museum Hagia Sophia, Blue Mosque,

foto-istambul-satu2HjSi.jpg

Salah satu alat transfortasi yang ada kereta bandara. (Foto: Yamin Akhmad/CoWasJP.com).

Museum Seni dan Sejarah Islam dan ada banyak lagi yang jumlahnya sekitar 30an. Karena kami berlima dan kini bersama Mas Arifan, tentu untuk ke hotel tidak bisa menggunakan satu taksi, harus mencari mini bus yang dapat menampung enam penumpang. Tetapi menurut Arifan lebih baik kita menggunakan subway (kereta bawah tanah), lebih praktis dan tentu juga lebih murah.

“Sekaligus bisa menambah wawasan tentang transportasi di Istanbul,” kata Arifan.

Untuk perbandingan, seandainya kita menggunakan dua taksi atau minibus, ongkos ke hotel yang berjarak 20 km sekitar 80 LR (Lira Turki) atau sekitar Rp 400 ribu.

Sedang dengan kereta, harga tiket per orang hanya 2,5 Lira dan menjadi 5 Lira per orang karena harus berganti kereta untuk mencapai hotel. Jadi cukup dengan 30 LR sudah bisa sampai tujuan. Tranfortasi Bandara seperti ini sudah ada di Singapura dengan MRT-nya.

Selat Bosphorus Udara yang sejuk di tengah teriknya matahari siang itu membuat kami merasa nyaman-nyaman saja, meskipun rasa letih masih belum lenyap setelah menempuh perjalanan berjam-jam yang melelahkan. Hanya dengan sekali berpindah kereta, kami pun tiba dan turun di Stasiun Trem Gulhane.

Dari sini Hotel Erboy sudah tampak di depan mata, hanya berjarak sekitar kurang dari seratus meter. Tiba di hotel sekitar pkl. 16.00, ada waktu sekitar dua jam untuk melemaskan otot. Karena pkl. 18.00 kita akan berlayar di Selat Bosphorus (Bosphorus Cruise) yang begitu eksotis. Istanbul identik dengan Selat Bosphorus. Pada jam itu matahari masih bersinar terang, sebab waktu magrib nanti pkl. 20.05.

Menjelajah Selat Bosphorus di Istanbul, akan tampak eksotisme Eropa dan Asia sekaligus. Selat inilah yang memisahkan Turki atau lebih tepatnya Kota Istanbul bagian Eropa dan Asia. Meskipun luas wilayah Turki bagian Asia 80 persen dan bagian Eropa hanya 20 persen, namun kehidupan Istanbul sisi Eropa menjadi pusat peradaban Istanbul. Geliat ekonomi dan pariwisata berada di Istanbul sisi Eropa.

Selat ini memanjang sekitar 30 kilometer dari Laut Marmara di utara dan Laut Hitam di bagian selatan. Sementara lebarnya, terpanjang 3.700 meter dan terpendek 750 meter dengan kedalaman dari 36 meter hingga 125 meter.

Dalam sejarah masa lampau, Selat Bosphorus berperan besar terhadap kemenangan gemilang Sultan Al Fatih melumpuhkan Konstantinopel. Inilah masa kejayaan Islam pada zaman itu. Istanbul dikuasai dan hingga kini Turki merupakan negara Eropa yang berpenduduk mayoritas muslim. Di bawah Pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan saat ini Turki menjadi salah satu negara Uni Eropa yang cukup disegani.

Di tengah krisis ekonomi yang menimpa sebagian negara Eropa, Turki masih menikmati pertumbuhan ekonominya. “Masyarakat Turki menempuh pendidikan gratis, mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi,” ujar Arifan yang juga menikmati bea siswa dari Pemerintah Turki.

Ada banyak pilihan untuk Bosphorus Cruise, misalnya short circle cruise yang waktu perjalanannya satu jam. Ada juga yang full Bosphorus Cruise dengan waktu tempuh dua jam. Namun dengan mengambil short circle cruise, kami sudah bisa menikmati berbagai keindahan Istanbul baik sisi Eropa maupun bagian Asia. Ongkos satu jam Bosphorus Cruise, 20 TL per orang.

foto-istambul-duaK4EFM.jpg

Penulis (ketiga dari kiri) saat berfoto bersama keluarga di selat Bosphorus Cruise dengan latar belakang Istana Dolmabahce. (Foto: Yamin Akhmad/CoWasJP.com)

Dua sisi kota Istanbul ini dihubungkan dengan tiga jembatan, Bosphorus Bridge sepanjang 1.074 meter, Jembatan Fatih Sultan Mehmet (1.090m) dan Jembatan Yavuz Sultan Selim. Ada juga yang disebut Marmaray, kereta cepat yang melewati terewongan bawah laut sepanjang 1.400 meter. Dari stasiun Sultan Ahmet hanya butuh waktu kurang dari 10 menit sudah tiba di stasiun Uskudar, Istanbul sisi Asia.

“Kereta bawah laut ini baru diresmikan tiga tahun lalu,” kata Bayu Dewangga, mahasiswa Istanbul University asal Jawa Tengah yang mendampingi kami petang itu.

Ada juga kapal penyeberangan dengan waktu tempu 20 menit. Istanbul sisi Eropa tentu lebih menarik dengan gedung bersejarah seperti Istana Dolmabahce yang menyerupai istana-istana zaman kejayaan Eropa masa lalu. Istana ini merupakan pusat administrasi Kekaisaran Ottoman.

Ada juga Topkapi Place yang juga merupakan Istana Kesultanan Ottoman antara tahun 1465 hingga 1853, jauh sebelum Istana Dolmabahce dibangun. Dan tentu bangunan-bangunan masjid dengan ciri khas menara yang hampir sama, baik masjid yang ada di bagian Eropa maupun yang di sisi Asia. Jadi tak salah juga, bila ada yang bilang, Istanbul adalah Kota Seribu Menara. (bersambung)

Baca Juga berita-berita lainnya klik Di Sini

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda