Nyalakan Api Revolusi Grassroot (1)

Dua mantan Arema Imam Hambali (kiri) dan Aji Santoso. (Foto: CoWasJP.com)

COWASJP.COM – ockquote>

C a T a T a N: Slamet Oerip Prihadi

-------------------------------------------------

MINGGU 13 April 2014 pukul 13.00 WIB di tribun barat Stadion Gajayana Malang. Pelatih kepala Timnas sepakbola Indonesia U-23, Aji Santoso, menyaksikan proses seleksi pemain U-17 Jawa Timur (Jatim).

Di tepi barat lapangan Stadion Gajayana, terlihat pelatih kepala seleksi pemain U-17 Jatim, Mursyid Effendi, bersama asisten pelatih almarhum Eko Prayogo, asisten pelatih Denimar Carlos Jacintho, dan mantan pelatih PSBI Blitar Mohammad Arifin mencermati performa setiap pemain U-17 Kota Malang yang sedang melakukan game.

Mengapa dia tertarik mencermati seleksi pemain remaja Jatim yang diproyeksikan untuk PON Remaja edisi perdana 2014 di Jatim? Seleksi para pemain usia 15 sampai 16 tahun. Ternyata dia ingin mengetahui seberapa jauh hasil pembinaan pemain-pemain bocah di Jatim. Lapisan pemain-pemain bocah (usia 8 – 14 tahun) inilah yang di dunia pembinaan sepakbola disebut sebagai grassroot. Fundamen pembinaan.

“Jika fundamen pembinaan salah dan rapuh akibat tidak ditangani dengan benar, maka jangan sekali-kali berharap Indonesia mampu melahirkan pemain-pemain U21, U23, dan senior yang berkelas Asia,” tandas Aji Santoso.

Sepakbola Indonesia senior tak pernah lagi moncer di pentas Asia Tenggara. Tim Nasional (Timnas) Indonesia hanya bisa merebut medali emas SEA Games pada 1987 dan 1991. Setelah itu gagal juara sampai sekarang.

Mengapa? Jawabannya tegas: grassroot sepakbola Indonesia rapuh. Karena itu, jangan salah terapi. Kalau Indonesia kembali ingin berjaya di pentas Asia Tenggara dan menembus Empat Besar Asia, mau tidak mau grassroot inilah yang harus digarap luar biasa. Revolusi Grassroot Sepakbola Indonesia!

Jangan salah diagnosis, jangan salah terapi.

Akan tetapi, yang kita lihat sekarang justeru pemerintah hanya terfokus pada pembenahan industri hilir. Hanya terfokus “membongkar” tata kelola klub-klub Indonesia Super League dan Divisi Utama.

Kita sudah bisa membayangkan berapa triliun rupiah yang harus digelontorkan untuk menyalakan revolusi industri hilir. Mari kita hitung. Jika per klub ISL atau Serie A atau apalah namanya harus menyediakan dana 4 musim kompetisi, sekitar Rp 100 miliar, maka untuk sekitar 16 klub level puncak diperlukan dana Rp 1,6 triliun!

Dana 4 musim kompetisi harus tersedia di tahun pertama revolusi. Ini untuk menjamin agar tidak terjadi lagi penunggakan gaji pemain dan ofisial. Juga tidak terjadi penunggakan bayar sewa stadion dan lapangan.

Seperti yang dikatakan Menpora, setiap klub level puncak diwajibkan untuk memiliki stadion dan lapangan latihan sendiri. Berapa triliun rupiah lagi yang harus dibelanjakan untuk mewujudkannya!

Ini belum terhitung sekitar 24 klub Divisi Utamanya. Jika per klub divisi utama memerlukan dana Rp 8 miliar per musim, maka per musim dibutuhkan dana total Rp 192 miliar.Apakah perlu terjadi pemborosan besar-besaran?

***

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda