Pencak Dor Budaya Tarung Bebas Para Pendekar

Tampak suasana pertarungan pencak dor. (Foto: cowasjp.com)

COWASJP.COM – style="text-align:center">O L E H: Imam Kusnin Ahmad

-----------------------------------------

RIBUAN pendekar dan masyarakat umum dari seluruh wilayah ex Karesidenan Kota/Kabupaten Kediri, Tulungagung, Blitar, Trenggalek dan Nganjuk Sabtu malam, tumplek bleg di halaman Masjid Kuning Desa Bakung, Kecamatan Udanawu, Blitar. Mereka datang berduyun-duyun dengan rombongan truk dan sepeda motor untuk menyaksikan pertarungan bebas Pencak Dor para pendekar.

Karena membludagnya penonton panitia sampai harus menyiapkan empat layar monitor. Gunanya untuk membantu penonton yang jauh dari panggung. Layar itu ditempatkan  sekitar 300 meter dari lokasi. Agar penonton bisa menikmati jalannya pertandingan dari berbagai sudut.

Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dan Syukuran Desa Bakung Udanawu yang digelar oleh Karang Taruna Pringgondani  dan PAC GP Ansor Udanawu Blitar.Turut hadir dalam acara tersebut Kapolsek, Camat, Danramil Udanawu serta puluhan tokoh masyarakat.

Diawali dengan sambutan Camat Udanawau Drs Zainal Arifin, acara dilanjutkan dengan atraksi anak-anak  dari Perguruan Silat PORSIGAL (Pendidikan Olah Raga Silat Indah Garuda Loncat).

Acara seremonial usai, suasana mencekam dan tegang mulai nampak ketika kegiatan ini dimulai. Para pendekar terbaik akan bertarung, adu jotos, tendangan atau bantingan , cekikan yang terkesan liar menjadi suguhan yang menarik . Hanya satu misi yang mereka bawa kehormatan perguruan silat masing-masing.

Pencak dor mulai muncul sejak era - 1960 an ini memang sangat digemari oleh khalayak ramai di Kediri Raya. Tak kurang dari 10.000 penonton hadir memadati arena setiap kali acara ini digelar.

Pencak dor sendiri diiniasiasi oleh Kiai Agus Maksum Jauhari atau yang biasa dipanggil Gus Maksum, cucu dari pendiri pondok Pesantren Lirboyo Kediri KH. Abdul Karim dan Gus Munir dari Nglegok Blitar. Tujuannya adalah terjalinnya silaturahmi sesama pendekar dan media dakwah pemuda.

Pendirian arena pencak dor ini dilatarbelakangi oleh kegelisahan Gus Maksum melihat makin maraknya aksi perkelahian antarremaja di Kediri dan sekitarnya  kala itu.

Tak jarang dari perkelahian tersebut menimbulkan korban, sifat arogan pemuda yang sulit terkontrol menjadi salah satu penyebabnya.

Sejalan dengan makin maraknya aksi tersebut, maka Gus Maksum mempunyai ide adanya suatu arena untuk bertarung satu lawan satu dengan fair. Dengan semboyan: ”Di atas lawan di bawah teman."

Biasanya mereka dipertemukan dalam gelanggang  pencak dor ukuran 8 x 4 meter. Gelanggang tersebut mirip ring tinju. Bedanya kalau ring tinju dikelilingi tali, pencak dor tidak. Pagar pembatas arena adalah batang bambu sebagai pembatas tepi untuk pertarungan para pendekar.

Gus Maksum bermaksud pencak dor ini bisa menyelesaikan perselisihan dengan adil tanpa mengurangi rasa persaudaraan, karena dalam pencak dor ini peserta yang bertarung dapat kembali menjalin persaudaraan lagi setelah selesai.

Bahkan ketika usai bertanding mereka bisa saling mengenal lebih dekat dengan lawannya yang ia ajak baku hantam. Tak jarang kadang mereka bertukar pengalaman seputar dunia persilatan dengan canda tawa, benar-benar tanpa dendam. “Di atas pentas menjadi lawan di bawah pentas menjadi teman. Inilah semboyan para pendekar pencak silat door,’’ungkap M. Shobiri kepada penulis.

Pencak dor dilahirkan di Pesantren Lirboyo Kediri yang juga pesantren salaf yang berdiri pada 1910. Di era tahun 1960 an juga dikenal sebagai tempat pengaderan para pendekar silat dari kalangan santri.

Para pendekar ini diasuh oleh almarhum Gus Maksum yang dikenal sakti dan dikenal di kalangan pesilat tanah air . Di pesantren Lirboyo ini pula selain melahirkan santri-santri hebat yang menguasai kitab-kitab klasik kuno, juga melahirkan santri yang menguasai ilmu kanuragan dan seni bela diri.

Meski tarung bebas, namun keselamatan tetaplah nomor satu. Salah satunya untuk menjaga keselamatan para peserta, setiap pertandingan dikawal dua orang wasit yang memiliki kemampuan lebih.

Tugas mereka adalah melerai mereka yang bertanding jika kondisi tak memungkinkan untuk dilanjutkan pertarungan.

Para wasit benar-benar harus militan, sebab yang mereka wasiti bertarung bebas mengeluarkan jurus yang dimiliki, mulai dari pencak, tinju , karate hingga judo. Para pendekar menggunakan keahlian bela diri masing-masing untuk menjatuhkan lawan.

Kegiatan tarung bebas atau pencak dor ini, lebih merupakan upaya mempertahankan tradisi Pondok Lirboyo, kata Zainal Abidin atau biasa dipanggil Gus Bidin keponakan Gus Maksum yang kini ditunjuk menjadi penerusnya dan sekaligus sebagai Ketua Gabungan Silat Muslimin Indonesia (GASMI).

Tugas Gus Bidin berat, selain Ketua GASMI ia juga ditunjuk mengkoordinir para pendekar yang jumlahnya sangat besar dan tersebar di seluruh Indonesia. Yang lebih berat lagi adalah menjaga kearifan lokal dan menyatukan gengsi masing-masing perguruan silat dengan slogan di atas lawan di bawah kawan.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh M. Shobiri, salah seorang tokoh pencak dor Blitar. Menurutnya, pencak dor merupakan media silaturrahmi antara para jawara dan pendekar pencak. Meski bermain keras dan bahkan sampai cedera milsanya, tidak ada dendam di antara mereka. ”Setelah itu ya...maaf  maafan. Jadi meski terkesan liar, namun mereka menjaga fair play,’’ ungkapShobiri yang juga mantan pesilat nasional IPSI Jawa Timur itu.

Karena ini olahraga keaarifan lokal, maka di Kediri dan Blitar olahraga ini tidak masuk IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia).Tapi, masuk Persatuan Olahraga Rekreasi Indonesia. ***

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda