Mbonek di Ukraina: Nobar dengan Keluarga Tim Juara

Penulis saat menyaksikan Piala Euro 2012 di Ukraina. (Foto: hendra eka/jawa pos)

COWASJP.COM – ockquote>

O l E h: Agung Pamujo

--------------------------------


BISA tepat disebut bonek alias bondo nekat. Lebih tepat lagi, bonek ala Jawa Pos. Padanan lain, semangat pantang menyerah untuk mencapai hasil lebih baik. Apalah istilahnya. Intinya, saya mau cerita pengalaman menyenangkan dan mengesankan akibat dari mbonek. mBoneknya di Ukraina. 

Alhamdulillah, saya masih punya jiwa mBonek pada 2012 itu. Saat usia sudah 45 tahun. Karier di dunia jurnalistik sudah 20 tahun. Bahkan, saat itu sebenarnya sudah tidak lagi ‘’murni’’ ngurus redaksi. Sejak 2002, saya memimpin anak perusahaan, yakni Radar Tulungagung.  Tugas yang membuat saya lebih fokus ngurus bisnis perusahaan. 

Gabungan antara semangat mBonek ala Jawa Pos yang otomatis terbentuk dampak pernah gabung Jawa Pos, dan cita-cita awal jadi wartawan, memunculkan keinginan nonton Euro 2012.  Saya lulusan Fakultas Peternakan, sangat suka sepakbola. Masuk Jawa Pos pada 1992, dengan cita-cita menjadi wartawan olahraga, lalu meliput Piala Dunia. Setidaknya Piala Eropa. 

Semula, it seemed to be on the right track. Setelah percobaan tiga bulan, saya ditempatkan di desk olahraga.  Meski, liputan saya adalah non bola, saya tetap optimistis bisa ke Piala Dunia. Terlalu optimistis malah, karena saya membidik Piala Dunia 1994 di Amerika Serikat. 

Keinginan ke Piala Dunia bubar, ketika pada pertengahan 1993 saya dipindah ke desk gubernuran. Waktu itu, redaksi perlu mengisi pos gubernuran dengan sosok baru. Saya ingat, Pak MG –sebutan untuk Pak Margiono, pemred Jawa Pos waktu itu—memilih saya dengan alasan : Pam biasa rapi. Suka pakai (baju) lengan panjang.  Pam itu inisial saya. 

ukraina-BjLRkb.jpg

Anak Alvaro Arbeloa terus mengibar-ibarkan bendera Spanyol di tribun keluarga para pemain Spanyol. (Foto: agung pamujo)
 
Jadi wartawan gubernuran, menguaplah tekad berangkat  ke event ‘’haji’’nya wartawan olahraga itu. Apalagi, pada 1996 saya mundur dari Jawa Pos. Saat –alhamdulillah—ditawari masuk Jawa Pos lagi lewat Radar Malang, tekad ke Piala Dunia, makin hilang. Apalagi, kemudian memimpin Radar Tulungagung, lalu ke Radar Semarang. Sampai, saya tiba di Radar Tangerang alias Satelit News. 

Saya bergabung di Satelit News pada akhir 2011, atas permintaan Pak MG. Ya, saya bertemu Pak MG lagi, yang saat itu adalah bos Rakyat Merdeka (RM) Group. Pertemuan juga berakibat : tekad ke Piala Dunia muncul lagi.  Meski harus membenahi dan memimpin Satelit News, terbayang lagi Piala Dunia.  Saya pun membidik event lebih kecil, tapi lebih dekat. Yani Euro 2012 alias Piala Eropa di Polandia dan Ukraina.  Kalau Piala Dunia ibarat haji, Piala Eropa ibarat umrah, di kalangan wartawan olahraga. 

Jalan nonton Euro 2012 pun saya buka dengan mBonek. Saya awali dengan menghadap MG. Pagi itu, di rumahnya, saya menyakinkan Pak MG bahwa RM Group perlu ngirim wartawan ke Euro 2012. Tentu bukan karena lebih pintar dari Pak MG, saya bisa mematahkan argumen dia --buat apa, kan sudah ada wartawan Jawa Pos?. Yang jelas, akhirnya Pak MG setuju saya ke Euro 2012. 

*** 

Tidak sulit sekali, tapi tetap perlu perjuangan bumbu bonek, sampai  bisa dapat visa Ukraina. Tiket Jakarta-Kiev tertanggal 7 Juni 2012, jam 20.30. Visa baru keluar dari Kedutaan Besar Ukraina di Jakarta jam 13.30, hari itu juga. Itu berkat bantuan Pak Prabowo, staf di Kedubes Indonesia di Kiev yang mengirim calling visa untuk saya. Saya bisa kontak Pak Prabowo, berkat bantuan Ilham, wartawan Jawa Pos yang sudah lebih dulu di Kiev. 

Banyak sekali berkah yang saya alami setiba di negara bekas pecahan Uni Soviet itu pada Jumat, 8 Juni 2012. Antara lain, ya berkat mBonek itu. Mbonek –sesuai judul tulisan ini—saat nonton di stadion. Beli tiket paling murah di tribun paling atas dengan sudut pandang tak nyaman, tapi bisa nonton di kelas utama, di pinggir lapangan. 

Di sinilah saya memakai jurus mBonek untuk pindah tribun. Saya sukses di Stadion Olimpysky, Kiev dan Donbass Arena di Donetsk. Tapi, gagal di Stadion Metalist, Kharkhiv dan Lion Arena di Lviv.

Bahkan, saya tidak pernah dapat  tiket di stadion di Kharkiv dan Lviv, dan hanya nonton di Fan Zone. 

Di Kiev dan Donetsk, saya selalu sukses melewati penjagaan petugas stadion untuk dua hal: loncat tribun, dan membawa lensa panjang (tidak panjang sekali sih, hanya 300 m).  Entah karena sukses mBonek saya, atau karena alasan lain: tidak ada yang mau melanggar kayak saya, ha..ha.. ha. 

bek-e-spanyold0skA.jpg

Seergi Ramos langsung ''mengambil'' anaknya dari tribun, lalu menggendongnya ke tengah lapangan, begitu pertandingan final selesai(Foto: agung pamujo)

Nah, sukses besar mBonek di stadion ya pas nonton final Euro 2012, antara Spanyol dan Italia di Stadion Olimpysky.  Saat itu, tiket saya kategori II seharga 330 poundsterling (sekitar Rp 5 juta, saat itu).  Terpaksa saya beli tiket cukup mahal, karena kategori lebih rendah sold out.  

Tribun katagori II tidak jelek-jelek amat. Tapi, saya tetap ingin duduk di tribun stratetgis: paling depan, dekat dengan pintu keluar masuk pemain. Saya ingin menfoto pemain dari dekat.  Saya sudah pelajari peta stadion. Sore itu, saya mantap, mbonek, agar bisa pindah ke tribun strategis itu. 

Saya beruntung. Ada satu kursi di deretan paling depan kosong, sehingga saya bisa duduk di tempat yang strategis. Persis di belakang bench tim, yakni bench tim Italia. Tribun saya juga berada di bawah tribun kehormatan. Antara lain saya lihat Brian May, gitaris grup legendaris Queen yang malam sebelum final tampil di Fan Zone Euro 2012 di Kreschatyk Street, Kiev. 

Tribun saya jelas kubu Spanyol. Hampir semua penonton memakai kaus merah khas Spanyol.  Lebih jelas lagi, mereka bersorak riang, saat berurutan David Silva, Jordi Alba, Fernando Torres dan Juan Matta menjebol gawang Italia yang dikawal Gianluigi Buffon.  

Penonton di tribun saya malam itu, mayoritas perempuan, orang tua dan anak-anak.  Anak-anak yang imut-imut itu juga memakai jersey Spanyol.  Baik yang sudah agak besar, maupun yang masih digendong ibunya.  Tapi, hingga pertandingan berlangsung,  saya tidak menyadari siapa mereka. 

Bahkan, saat pertandingan usai dengan skor 4-0 untuk Spanyol, saya belum juga ngeh, waktu melihat para pemain Spanyol menghambur ke tribun saya.  Berduyun-duyun, Fernando Torres, Sergio Ramos, Gerald Pique, Alvaro Arbeloa, dan banyak lagi mendekat ke tribun saya itu. Para pemain itu berteriak-teriak gembira, menyebut-nyebut nama, dengan kedua tangan membuka. 

Sebaliknya, dari tribun para suporter perempuan dan juga orang tua mendekat sambil mengangkat anak-anak. Lalu, anak-anak itu diserahkan ke Torres dkk. Terlihatlah kemudian, Torres menggendong dua anak, diciuminya, lalu dibawa ke tengah lapangan. Demikian pula, Ramos yang garang di lapangan, terlihat kebapakan sekali, menggendong satu anaknya, ke tengah lapangan juga. 

Gerald Pique yang belum punya anak, terlihat mencari seseorang di tribun. Dia tidak segera menemukan Shakira, pasangannya. Akhirnya, bek timnas Spanyol  itu ke tengah lapangan, dan .. menyobeki jala gawang. Jala gawang itu lantas dia kalungkan di leher. Sementara, Iker Cassilas yang juga belum punya anak, terlihat mojok berdua dengan pacarnya, yang juga wartawati olahraga. 

Dari situlah, saya baru tahu. Bahwa, malam itu, saya berada di tribun keluarga pemain Spanyol. Wow, sama sekali tidak menyangka. Aksi mBonek saya kali ini membawa saya bisa nonton bareng (nobar) dengan para WAG’s dan juga anak-anak serta orang tua para pemain tim juara Eropa 2012!

Hampir satu bulan di Ukraina (7 Juni sampai 5 Juli 2012), banyak sekali keberuntungan lain yang saya terima. Antara lain berkat mBonek ala Jawa Pos itu.  InsyaAllah akan saya ceritakan kemudian. Termasuk, cerita akhirnya kesampaian juga cita-cita berangkat ‘’haji’’ ala wartawan olahraga. Yakni, meliput Piala Dunia, di Brasil, 2014. Sekali lagi, juga karena mBonek. (*)

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda