Senyum Luluk.. Senyumnya Si Aldi

Aldi (paling kiri) putera Luluk Ekowati (almarhumah), (Foto: Cowasjp.com).

COWASJP.COM – ockquote>

C a T a T a N: Cak Amu 

-------------------------------

BELUM genap sepekan, warga besar media besar Jawa Pos diselimuti duka. Belum kering tanah kubur mantan wartawan yang pernah jadi Dubes RI di Swiss dan anggota DPR RI Djoko Susilo dimakamkan di TPU Boyolali, Selasa 1 Februari kami dikejutkan lagi berita duka. Luluk Ekowati, yang lama digrogoti kanker dan masih rawat inap di kamar 816 RS Husada Utama, dikabarkan meninggal dunia.

Saya baru tahu kabar duka itu, setelah membuka WA grup CoWas JP (konCo laWas Jawa Pos) sekitar pukul 00.15. Namun, dinihari itu sudah banyak teman teman yang komen di grup yang tak pernah tidur alias online full 24 jam, kayak korannya yang Nonstop itu hehehe. Maklumlah teman teman yang sudah kena serangan insomnia itu, tetap saja tidurnya usai subuh. Lha, teman lain yang sudah kembali ke pola hidup normal, selalu menyambung WA bagai gayung bersambut yang tak berujung.

Karena itu, komen seperti ini, “Innalillahi wainnailaihi rojiun semoga Allah mengampuni dosa dosanya. Semoga Mbak Luluk khusnul Khotimah. Semoga Mbak Luluk diterima amal ibadahnya,” tetap muncul meski yang bersangkutan sudah dimakamkan. Solidaritas mereka tetap solid, meski satu sama lain ada yang lama tidak berjumpa. Apalagi yang sudah pensiun dan tidak tinggal sedaerah.

Kendati Luluk termasuk senior yang masih aktif di Jawa Pos, perhatian teman teman lawasnya tetap tidak pernah surut. Bahkan ketika CoWas baru berdiri setelah mengadakan reoni, sekaligus halal bil halal di RM Mahameru Surabaya, arek arek CoWas selalu menyelipkan doa atau bacaan al fatihah untuknya. Mereka juga silih berganti mengunjungi RS Putri Surabaya dan RS Husada Utama saat ibu dua anak itu opname.

Nah, ketika  Yulfarida Arini, CoWas dari Jakarta membesuk bersama para pengidap kanker dan mengabarkan kondisi Luluk  cukup mengkhawatirkan, kami langsung mengagendakan kunjungan rutin CoWas dua mingguan ke rumah sakit. Dengan mobil sewaan, dari markas CoWas Jl Ronggowarsito rombongan dipimpin langsung sesepuh CoWas Koesnan Soekandar yang dijuluki Hendral CoWas dan Slamet Oerip Prihadi yang dikenal Suhunya Wartawan.

Kami berangkat berlima, selain Hendral dan Suhu ada Budiono yang grafisnya mewarnai halaman Jawa Pos hingga menjuarai dunia versi WAN-IFRA, ada semior non redaksi Thomas Djoko Susilo dan istri Hendral mantan bintang Radio dan Televisi itu. Selain mengunjungi sahabat yang sukses dalam bisnisnya, yaitu HM Ilham di Jalan Klumprik Surabaya, ada empat agenda silaturahmi kali ini. 

Selain besuk Luluk, juga berkunjung ke rumah Kholili Indro yang baru pulang Umro kendati kondisi kesehatannya sering kemoterapi. Sayang  kami tak bertemu Kholili di rumahnya. Kami lantas memutuskan untuk menjenguk Nasaruddin Ismail yang tergolek di rumah sakit. Baru menjelang magrib, kami merapat di kamar Lukuk opname. Dia hanya ditemani ibu kandungnya.

Saat kami uluk salam,”Assalamualaikum,”Luluk langsung melempar senyum khasnya sembari menjawab,”walaikum salam.” Tidak banyak kata kata yang disampaikan teman teman CoWas. Suhu, saya dan Hendral hanya saling memandang saat melihatnya mengusap kulit tangannya dan sibuk membenarkan selang infus yang menempel.

LULUK-1QyFtD.jpg

Istri-istri CoWas waktu takziah di rumah duka. (Foto: Cowasjp.com)

“Gimana kondisinya sekarang? Sudah enakkan ta Mbak,” istri Hendral membuka omongan untuk mencairkan suasana hening. Belum dijawab Luluk, kemudian muncul Si Aldi, putra pertama yang setia merawat ibunya hingga menunda skripsi di STIKOM. “Ooo.. Sakit semua. Mulai sini (sembari mengusap kulit lengannya) sampai perut dan sampek sak awak,” jawab Luluk sembari memiringkan badannya ke arah Bu Koesnan.

Sementara Hendral dan Suhu, sibuk mendengarkan penjelasan Si Aldi, yang tampak tetap tegar dengan senyum mengambang. Ketabahan dan ketenangan Si Aldi inilah yang membuat saya harus memberanikan diri buka mulut. Walaupun saya sebenarnya tidak sampai hati untuk berbicara, karena saya tahu persis nggak ada artinya berceramah atau menasehati orang sakit.

Hati saya tetap bergolak. Antara ingin bicara atau tidak. Saya mencoba diam sejenak. Melirik Suhu, melihat Hendral. Sementara Budiono dan Thomas sibuk motret. Istri Hendral berdoa di samping kanan Luluk. Hati saya mulai tenang setelah mengingat bahwa Hubungan keluarga kami dengan Luluk amat dekat. Selain satu wilayah perumahan di Tropodo, Luluk dan istri saya akrab sekali. Juga Aldi adalah teman les bahasa Inggris anak sulung saya. “Sesama manusia kita harus saling mengingatkan. Itu perbuatan baik,” pesan almarhum bapak saya inilah yang menenantkan gejolak hati ini.

Sejak saat itulah saya baru tergerak, apalagi ketika bahasa tubuh Luluk seperti mempersilahkan tamunya berbicara. Terlebih lagi, sebelum besuk, teman teman CoWas pesan agar Luluk diberi motivasi: Agar tabah!  Agar tegar! Agar ikhlas menerima kenyataan hidup! Agar bisa mensyukuri apa adanya! Agar tidak berfikir negatif! Agar positif thinking!. Agar menghilangkan semua perasaan dengki, iri, dendam dan penyakit hati atau hasat lainnya. Agar selalu mengingat Allah dan menganggap semua ini rejeki!

Dan, pesan semua itu sudah kami sampaikan. Tapi dengan cara yang amat berhati hati hati, agar Luluk tidak tersinggung. Setelah mendengar pesan motivasi itu, Luluk tampak tenang, bisa rileks, bahkan sempat memejamkan mata sak sliyut. Sebelum kami pamit, saya sempat menyampaikan bahwa apa yang terucap dari rekan rekan CoWas itu, adalah wujud dari sifat Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang.

“Teman teman nitip pesan itu, karena punya kepedulian terhadap Mbak Luluk sebagai hamba Allah yang harus mengabdi sampai kapan pun. Mensyukuri hasil apapun hingga akhir hayat nanti. Percayalah bahwa kami ke sini dan pesan teman teman itu tidak lepas dari sifat Rahman dan Rahim Allah. Saling kasih dan sayang. Gitu yaa Mbak Luluk, mewakili teman teman CoWas, kami mohon maaf kalau ada salah dan khilaf,” Luluk tersenyum dan mengatakan terima kasih sembari berucap,”kami juga minta maaf yaa.”

Sesaat setelah mengucapkan kata kata itu, sorot mata Luluk terpanah! Saya pun menghentikan langkah. Thomas berbisik di telinga kanan saya,”mbak Luluk tadi langsung adem dan sempat merem setelah mendengar tauziah sampean. Dia bisa menerima pesan kita,” ujar Thomas serius.

Setelah teman-teman mendahului  keluar dari ruangan kamar opname itu, Saya sengaja memperlambat langkah. Sembari melirik Si Aldi, yang terus melampar senyum, di samping ibundanya, saya melambaikan tangan sembari menyapa dengan senyum mesra,”Luluuk...!” Diapun melambaikan tangannya. Menggoyang pelan ke kanan dan ke kiri, sembari tetap tersenyum. Senyum mengembang, dan, ternyata, itulah senyum terakhirnya! Senyum LULUK di kamar 816 RSHU. 

SELAMAT JALAN TEMAN

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda