COWASJP.COM – SEJAK lahirnya tahun 1926, Nahdlatul Ulama (NU) telah berdiri sebagai pijakan kebenaran, rahmat, dan perjuangan bagi umat di Tanah Air.
Seratus tahun bukan sekadar angka. Ia adalah jejak langkah para muassis yang menempuh jalan berliku dengan ikhlas, menggenggam tongkat kebenaran dan tasbih kesetiaan.
Menjelang peringatan Harlah ke-100 NU versi Miladiyah (1926–2026) —setelah tahun Hijriyah diperingati secara nasional dengan sangat meriah—sebuah gerakan khas lahir: Kirab Napak Tilas Tongkat dan Tasbih Syaikhona Kholil Bangkalan.
DIGELAR 4 JANUARI 2026
Acara yang akan digelar pada 4 Januari 2026 ini bukan sekadar pawai. Tapi juga seruan untuk kembali ke akar, mengingat kesulitan perjuangan, dan membersihkan NU dari segala balak-balak yang mengganggunya.
Melibatkan tiga dzurriyah muassis (keluarga pendiri), kirab ini menjadi cahaya yang menerangi jalan menuju NU yang kembali menjadi "rahmatan lil’alamin" seperti yang diimpikan pendirinya.
Makna di Balik Tongkat dan Tasbih
Kirab yang diadakan oleh Dzurriyah KH As’ad Syamsul Arifin Situbondo, Dzurriyah Pesantren Tebuireng Jombang, dan Dzurriyah Syaikhona Kholil Bangkalan Madura membawa makna yang dalam.
Menyitir penjelasan Gus Fahmi Amrullah Hadziq -- dzurriyah KH Hasyim Asy’ari yang juga Kepala Pondok Putri Tebuireng — pada wawancara awal Desember 2025, tujuan utama acara ini adalah memperingati satu abad kelahiran NU.
Namun, lebih dari itu, kegiatan ini adalah sarana untuk mengingatkan para pimpinan NU, mulai dari cabang hingga PBNU, betapa sulitnya perjuangan para pendiri untuk mendirikan organisasi ini.
Perjuangan NU tidak muncul dari nowhere. Sebelum berdiri, para muassis melalui proses panjang, riyadhah spiritual, dan menunggu isyarah dari langit serta petunjuk para ulama. Tongkat dan tasbih yang akan dikirabkan bukan sekadar benda mati. Mereka adalah simbol sejarah yang menyimpan jiwa perjuangan.
Gus Fahmi menegaskan, simbol ini harus menjadi pengingat agar setiap pengurus NU tidak main-main dalam tugasnya. "Yang merusak NU itu bukan organisasi lain, yang merusak NU itu ya orang NU sendiri," katanya dengan tegas.
Pesan ini seperti petir yang memecah keheningan. NU hanya bisa terancam dari dalam, oleh mereka yang memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi.
Jejak Langkah Yang Berat: Dari Bangkalan Ke Tebuireng
Yang paling menyentuh dalam cerita ini adalah gambaran para muassis yang pernah berjalan kaki dari Bangkalan (Madura) menuju Tebuireng (Jombang) demi merawat dan memperjuangkan nilai-nilai keulamaan. Bayangkan saja: jalan yang jauh, kondisi yang sulit, namun semangat yang tak patah.
Kirab napak tilas ini akan menelusuri jejak langkah itu: Dzurriyah Syaikhona Kholil Bangkalan akan menyerahkan tongkat dan tasbih kepada Dzurriyah KH. As’ad Syamsul Arifin Situbondo, sebelum akhirnya dikirab ke Tebuireng sebagai tuan rumah.
Acara ini tidak hanya untuk para pimpinan, melainkan juga untuk seluruh warga NU dari berbagai daerah yang diundang ikut berpartisipasi. Dengan begitu, kirab menjadi ajang bersatu, di mana semua kalangan bisa merasakan kembali semangat perjuangan nenek moyang.
Gus Fahmi juga mengusulkan agar setiap kantor NU membuat replika tongkat dan tasbih, yang disimpan sebagai simbol penyerahan dari pengurus lama kepada pengurus baru.
Setiap kali ada muktamar, konferensi, atau pergantian pengurus, simbol ini harus dihadirkan untuk menghidupkan kembali memori perjuangan.
Menjaga NU Dengan Hati
Inti pesan tongkat dan tasbih adalah keikhlasan dan khidmah. Para pendiri NU bekerja tanpa pamrih, hanya untuk kemakmuran umat dan rahmat Tuhan. Kini, tugas kita adalah meneladani semangat itu.
Kirab napak tilas ini harus menjadi titik balik: saatnya NU kembali ke akar-akarnya, menjauh dari godaan kekuasaan dan kepentingan pribadi, serta fokus pada tugas utamanya sebagai jama’ah yang membawa rahmat ke seluruh alam.
Di tengah keraguan dan tantangan yang ada saat ini, acara ini menjadi harapan baru. Ia mengingatkan kita bahwa NU bukan hanya organisasi politik. Tapi juga organisasi jam’iyah, jama’ah, dan gerakan spiritual yang memiliki misi besar.
Dengan keikhlasan yang sama seperti para pendiri, kita bisa membangun NU yang lebih kuat, luhur, dan bermanfaat untuk bisa mempertahankan Islam Ahlussunah Waljamaah, bangsa, dan negara.
Doa Dan Harapan
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala segera menghilangkan segala balak-balak yang sempat mendera NU. Baik yang terlihat maupun yang tersembunyi. Semua doa dan harapan Muaziz NU (anggota NU) yang tercatat di hati maupun yang tersembunyi di dalam dada, semoga diijabah Allah SWT.
Semoga Kirab Napak Tilas Tongkat dan Tasbih Syaikhona Kholil menjadi titik awal perubahan yang baik, sehingga akhirnya NU menjadi NU yang sesungguhnya. Jama’ah Nahdlatul Ulama yang rahmatan lil’alamin.Wallahu a'lam bishawab.(*)