COWASJP.COM – Di tengah suasana hening yang menyelimuti Surabaya, cahaya matahari mulai menyinari kaca-kaca Aula KHM Hasyim Asy'ari, di lantai 3 Kantor PWNU Jatim.
Tetapi hari itu, hening itu tidaklah sunyi. Ada getaran yang mendalam, seolah-olah jiwa ribuan orang berkumpul dalam satu nada — nada haru yang penuh rasa syukur dan kepedulian.
Itulah pagi Istighotsah dan Doa Bersama yang diadakan PWNU Jatim secara hybrid, Selasa (2/12/2025). Hari di mana jarak tak lagi menjadi penghalang untuk bersatu dalam doa.
Ketika layar LCD di aula menyala, menampilkan wajah-wajah yang tersebar di 45 PCNU, 666 MWC NU, dan 8.494 Ranting NU se-Jatim, hati terasa sesak.
Sekretariat PWNU mencatat 9.160 link Zoom yang bergabung. Artinya, setidaknya 91.600 nadhliyyin yang menyatukan suara mereka.
Bisa jadi lebih, karena di balik setiap link, ada keluarga, santri, dan warga yang duduk bersama, mata terpejam, hati penuh harapan.
Itu nuansa yang dramatis. Ribuan jiwa di seluruh Jatim, terhubung melalui layar dan iman, menyampaikan doa yang sama.
KH Kikin Abdul Hakim Mahfudz, Ketua Tanfidziyah PWNU Jatim dan pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang, berdiri di panggung. Suaranya tidak terlalu kencang, tetapi penuh bobot, membuat seluruh aula tergelisah.
"Agenda ini sebagai ikhtiar memohon perlindungan Allah di tengah musibah," ucapnya, dengan memandang jauh seolah-olah melihat air banjir yang meluap di Aceh, tanah longsor yang memakan nyawa di Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
"Alhamdulillah, Jatim terhindar — tetapi kita tidak boleh tinggal diam. Kita doakan saudara-saudara yang menderita," kata Gus Kikin.
Kata-katanya membangkitkan rasa haru yang mendalam. Seolah-olah setiap nadhliyyin merasakan penderitaan orang lain sebagai penderitaan sendiri. Tidak hanya itu, Kiai Kikin juga mengingatkan pada muhasabah internal NU. "Kita butuh kesejukan dan sikap kasih dalam keluarga besar ini," katanya, suaranya sedikit bergetar.
Maka ia mengutip kata-kata Mbah Hasyim Asy'ari, pendiri NU, yang tertulis dalam Qanun Asasi: "Masuklah ke dalam NU, masuklah ke dalam jam'iyyah diniyyah ijtimaiyyah yang dinamakan Nahdlatul Ulama, dengan penuh kasih sayang," tambahnya.
Tetapi yang paling menyentuh hati adalah ungkapan "bi ruhi Wahidin" — masuklah dengan segenap jiwa raga yang satu. "Tidak ada organisasi lain yang menekankan persatuan dalam ruh dan jasad sekaligus," tegas Kiai Kikin. "Itulah yang menjadikan NU kuat, tetapi itu juga beban tanggung jawab yang berat kepada Allah." Saat itu, suasana aula menjadi lebih hening.
Setiap orang seolah-olah merenungkan makna kata-kata itu: persatuan yang tidak hanya dalam kata-kata, tetapi dalam setiap langkah dan doa.
Acara mencapai puncaknya ketika sembilan kiai sepuh NU Jatim membaca doa secara bergantian. Mulai dari KH Abdul Matin Djawahir (Tuban), kemudian KH Jazuli Nur (Sampang), KH Romadhon Khotib (Malang), KH Mustaqim Basyari (Madiun), KH Abdul Adzim Kholili (Bangkalan), KH Khusnan Dimyati (Tuban), KH Yahya Badrus Sholeh (Kediri), KH Kikin sendiri, dan diakhiri oleh Rais PWNU Jatim KH Anwar Manshur (Kediri).
Setiap suara kiai memiliki nada tersendiri, ada yang lembut seperti air mata, ada yang tegas seperti batu yang tak goyah. Tetapi semua menyampaikan satu harapan: perlindungan untuk semua, persatuan untuk NU, dan kedamaian untuk negeri.
Saat doa terakhir berakhir, ada jeda sejenak sebelum tepuk tangan meriah meledak. Tetapi di balik tepuk tangan itu, ada air mata yang tersembunyi di sudut mata banyak orang. Itu air mata syukur, air mata haru, air mata yang menyatakan bahwa persatuan itu masih hidup, bahkan di tengah dunia yang semakin terbagi.
Hari itu, istighotsah tidak hanya sekadar acara doa. Ia adalah pengingat bahwa kita tidak pernah sendirian, baik dalam suka maupun duka.
Bagi mahasiswa-mahasiswa muda yang sedang mencari arah, ingatlah kata "bi ruhi Wahidin": jadilah bagian dari sesuatu yang lebih besar, dengan segenap jiwa ragamu.
Persatuan yang dibangun dari kasih sayang dan iman tidak akan pernah patah. Jadilah generasi yang melanjutkan warisan Mbah Hasyim, yang membawa semangat persatuan ke setiap sudut kehidupan, sehingga doa kita tidak hanya terdengar, tetapi juga terwujud dalam tindakan.
Setelah istighotsah usai, Rais Syuriah PWNU Jatim KH Anwar Manshur menyerahkan sumbangan Rp10 juta kepada korban bencana alam di Sumatera melalui Ketua PW Lazisnu Jatim H Afif Amrullah. "Kami juga menghimpun bantuan dari nahdliyyin seperti sudah dicontohkan Kiai Anwar Manshur," kata Afif.(*)