COWASJP.COM – Dalam era generasi Alpha, perkembangan teknologi digital tidak bisa dihindari, siapa pun bisa menikmati dengan mudah perkembangan teknologi tersebut. Begitu juga dengan dunia anak semakin asik terperangkap layar gawai dan budaya digital. Mereka begitu asyik dengan permainan dunia digital, tanpa mengenal waktu dan tidak menghiraukan lingkungan sekitar.
Semakin tipis perhatiannya pada kehidupan di sekitarnya. Ketika memperhatikan mereka lagi asyik bermain game, tidak mau diganggu. Dirinya kehilangan kesadaran, bahwa dirinya adalah manusia makhluk sosial.
Berbagai jenis game online memang mengasyikkan bagi anak-anak. Misalnya MMORPG (bermain peran daring masif multipemain), MOBA (arena pertempuran daring multipemain massal), FPS (penembak orang pertama), Battle Royale, strategi, olahraga/balap, petualangan dan simulasi, dll.
Setiap jenis permainan memiliki gaya permainan dan fokus yang berbeda. Mulai dari berinteraksi dengan banyak permainan dalam dunia fantasi hingga adu taktik dan strategi yang tepat.
Fenomena tersebut sudah merebak di seluruh tanah air dengan ragam pengaruhnya. Lepas dari pengaruh permainan game online tersebut, baik maupun buruk terhadap perkembangan anak-anak. Tidak sedikit orang tua merasa khawatir atau mempertanyakan lebih jauh terhadap permainan game online pada pada putra-putrinya.
LAUTAN BAHAGIA, Aisyah Hilya, Akrilik di atas kanvas, 100x100 cm, 2025
Seperti halnya yang telah dilakukan seorang ibu, Alis Indah Suciati pada putrinya Aisyah Hilya yang punya kegemaran corat-coret di dinding rumah. Melihat kegemaran putrinya itu, terdorong keinginannya untuk mengalihkan Putrinya dari perangkap keasyikan game online.
Menurutnya kegiatan seni lukis lebih menarik dari pada bermain game online, demi perkembangan kepribadian anak sedini mungkin. Maka perlu sanggar lukis untuk menyalurkan kegemaran putrinya corat-coret. Secara tidak langsung, ibu Alis Indah Suciati menuntun putrinya pada usia sedini mungkin membangun kesadaran manusia pada dasarnya adalah mahkluk sosial.
Secara bertahap dan pelan-pelan belajar berdialog dengan dirinya, lingkungan dan alam semesta. Dalam semua itu adalah sumber ilmu yang tak terbatas. Maka dari itu, sebelum menentukan pilihan sanggar, ibu ini lebih dulu bertanya pada putrinya yang suka corat-coret:
Ibu : bagaimana kalau kamu ikut sanggar lukis?
Aisyah: (Ia menatap ibunya seraya senyum kecil)
Ibu : Dari pada kamu corat-coret di rumah sendiri.
Aisyah: (Ia mengangguk kecil, pertanda setuju)
Ibu : kalau di sanggar lukis, kamu melukis banyak temannya.
Aisyah: Di mana, bu?
Ibu : Nanti ibu carikan.
LAUT BIRU LANGIT BIRU
Bermula dari kegemaran Aisyah corat-coret, kemudian Aisyah bergabung bersama DAUN sanggar lukis anak, kelas Gresik. Sebuah sanggar seni lukis dengan manajemen kelas permisif, menekankan kebebasan penuh pada setiap anak.
Pendekatan permisif indentik dengan ekspresi bebas, juga mendapat bimbingan dari gurunya untuk mencapai taraf kematangan, dengan mengikutsertakan upaya menanam nilai-nilai agar manusia dapat hidup rukun, disertai dengan penanaman aspek pewaris budaya (enkulturasi) dan nilai spiritual sebagai individu sekaligus sebagai warga masyarakat. Sebagaimana pendapat pakar pendidikan seni rupa Laura H. Chapman, bahwa pada usia anak sedang berada dalam masa keemasan dalam berekspresi kreatif. Sewaktu-waktu perlu bimbingan atau stimulasi guru mendorong spontanitas dan berfantasi. Juga melakukan kunjungan ke objek-objek yang dapat dijadikan bahan inspirasi bagi kegiatan berkarya kreatif-ekspresif.
Selain itu, secara tidak langsung para murid sanggar DAUN ada unsur mengenalkan transformasi seni rupa (khususnya seni lukis) pada anak-anak, adalah proses perubahan rupa atau bentuk objek seni menjadi bentuk baru melalui modifikasi unsur-unsur seperti warna, garis, dan bidang, atau dengan menggabungkan dua atau lebih karakter objek.
Transformasi ini dapat mengubah sifat, fungsi, atau hanya menata ulang struktur bentuk objek untuk menciptakan karakter baru, dimensi yang berbeda, atau perpaduan sifat ganda dari objek aslinya.
Aisyah Hilya. (FOTO: Saiful Hadjar)
Seperti Aisyah (usia 10 tahun) bergabung sanggar DAUN sejak sekitar setahun lalu. Saat ini Aisyah kelas VI di SD Al Islam Morowudi Greaik. Dari sanggar tersebut telah banyak mendapat pelajaran, dari belajar bermasyarakat dengan teman sesama sanggar sampai mengeksplorasi warna, teknik, bidang dan sebagainya, menyemai imajinasi, intuisi, pikiran dan sebagainya, membekali dirinya sebagai insan kreatif yang dinamis. Berkali-kali Aisyah telah mengikuti event seni rupa, di antaranya pameran di Griya Abhipraya Purbonegoro Jogja. Pameran Ikatan Pelukis Indonesia di Balai Pemuda Surabaya, pameran seni rupa "SENGKUNI 7" di UNESA, juga pameran seni rupa digital "Senang Bersamamu' di Selasar Sunaryo Space, Pameran Digital Kids Biennale Indonesia (2025) dan lainnya. Aisyah Hilya juga telah beberapa kali mendapat penghargaan, di antaranya Picasso Art Contest Diamond Artis (2025), 100 karya terbaik pameran "The Future Is Our Canvas Keaneka Ragaman Hayati" (2025) dan beberapa penghargaan lainnya baik nasional maupun Internasional.
Kali ini Aisyah Hilya menggelar pameran tunggal dengan tajuk "The Colour of Journey". Aisyah menyiapkan 15 karya lukisan akrilik di atas kanvas, yang beberapa di antanya dicampur (mixed) dengan cat minyak.
Karya-karyanya dominan nuansa biru, semuanya karya baru tahun 2025, dengan berbagai ukuran. Pameran Tunggal lukisan karya-karya Aisyah Hilya berlangsung 25 - 30 Oktober 2025 di Galeri Merah Putih Balai Pemuda Surabaya, Jl. Gubernur Suryo 15 Surabaya.
Pameran tunggalnya yang perdana ini menjadi tahapan yang penting untuk dilalui menuju kematangan proses kreatif dalam pembentukan kepribadian atau karakter yang eksis.
Karya-karya Aisyah Hilya sebagian besar tentang laut, sebuah refleksi tantang lautan yang ia tahu dan pahami, laut biru langit biru. Hal ini dilakukan secara intens menjadi sebuah perjalanan proses kreatif dengan gaya anak-anak (naif).
Perhatikan pada karyanya berjudul "Pagi Satwa Laut," dan "Perjalanan Koloni," masing-masing bermedia kanvas bulat ukuran diameter 50 cm. Juga lihat karyanya berjudul "Koloni #2," dan "Koloni #3" berukuran 50x50 cm.
Pada karya-karya Aisyah Hilya yang berukuran lebih besar, tampaknya ia lebih leluasa berekspresi, lebih banyak menghadirkan mahkluk dan tumbuhan yang ada dalam lautan.
Memainkan segala yang ada dalam karyanya, penuh tanpa emphasis. Semua unsur berdiri sama dalam kesatuan, menampilkan komposisi tanpa fokus objek tertentu yang ditonjolkan baik itu tekstur, nada warna, garis, ruang, bentuk atau motif. Dengan kekuatan spontan dan naif, tercermin keluguan anak berjalan secara alami.
PAGI SATWA LAUT, Aisyah Hilya, Akrilik di atas kanvas, diameter 50 cm, 2025
Permainan bidang kanvas yang relatif lebar bagi anak-anak, menjadi media kebebasan, mengeluarkan apa yang ada dalam perasaan dan pikiran, tanpa ada tekanan menjadi perhatian mencapai pembentukan kepribadian atau karakter anak dalam bahasa rupa seni lukis.
Silahkan perhatikan karyanya berjudul, "Lautan Bahagia" dan "Terumbu Karang" masing-masing berukuran 100x100 cm.
Selain tentang laut, beberapa Aisyah juga menampilkan tema lain misalnya karyanya yang berjudul "Warna Perdamaian" 40x60 cm, "Kudanan" 100x100 cm, dan "Warna Mimpi" 50x50 cm, tampil beda dan memberi suasana sangat menarik. Dari pilihan menghadirkan obyek, warna, komposisi, teknik dan gaya ekspresin naif khas anak-anak, ada sedikit beda memberi perspektif berpikir banyak tafsir, seperti tentang HAM, bermain di musim hujan dan besarnya gelombang lautan menyerupai bukit memberi suasana mencekam. Karyanya yang lain misalnya "Riuh Pagi" 100x100 cm dan Warna Pagi" diameter 90 cm juga punya daya tarik yang unik.
Aisyah Hilya juga menghadirkan karya-karya hasil on the spot (melukis langsung di luar ruangan) bersama teman-teman sanggarnya, karya berjudul "Teratai Waduk Bunder" 70x50 cm dan "Lotus" 50x70 cm.
Pameran seni lukis ini merupakan perjalanan bahasa ungkap warna Aisyah Hilya, sebuah perjalanan proses kreatif di tengah-tengah era semaraknya game online. Begitu pentingnya kegiatan seni lukis di sebuah sanggar, menjadi sebuah wahana proses memanusiakan manusia adalah mahkluk sosial, mempunyai nilai-nilai yang selalu mengangkat harkat kemanusiaan di tengah-tengah perkembangan peradaban zaman berlangsung.(*)
Surabaya, 21 Oktober 2025
Saiful Hadjar, pekerja kebudayaan tinggal di Surabaya.