UIN Ponorogo dan ISNU Gelar Stadium Generale: Desak Integrasi Zakat dan Pajak untuk Dekolonisasi Ekonomi

Suasana Studium Generale (SG) dalam rangka memperingati Hari Santri 2025.

COWASJP.COM – Pascasarjana UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo bekerja sama dengan Pengurus Cabang Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PC ISNU) Ponorogo dan PW ISNU Jawa Timur menggelar Studium Generale (SG) dalam rangka memperingati Hari Santri 2025.

Acara yang mengusung tema “Agama, Sains, dan Dekolonisasi Ilmu Sosial di Asia” ini menjadi forum kritis yang menyoroti perlunya pembebasan dari kolonisasi pemikiran, terutama di sektor ekonomi dan ilmu sosial.

Dalam sambutannya, Wakil Rektor UIN Ponorogo, Prof. Dr. H. Miftahul Huda, M.Ag., menekankan bahwa rangkaian Bulan Santri ini tidak hanya diisi dengan Apel Akbar, tetapi juga diperluas dengan kegiatan penguatan ekonomi, seperti Bazar UMKM, sebagai bagian dari visi transformasi filantropi keumatan.

Kolonisasi Pemikiran dan Potensi Zakat Rp 340 Triliun

Narasumber utama, Dr. Amin Mudzakir, Asisten Deputi Peningkatan Kapasitas Masyarakat Berkelanjutan Kemenko PM, memaparkan bahwa problem dekolonisasi di Indonesia belum tuntas karena masih adanya kritik sekularisme yang memisahkan urusan agama (zakat) dari urusan negara (pajak).

“Pemisahan zakat dan pajak yang berakar sejak era kolonial adalah awal mula problem ekonomi umat,” ujar Dr. Amin. Ia mengungkapkan potensi zakat secara nasional mencapai Rp 340 triliun, jauh melampaui kebutuhan anggaran untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem di Indonesia yang hanya berkisar Rp 19,5 triliun.

kusnin5.jpgPenandatanganan kerja sama ISNU Jatim dan UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo: Prof M Afif Hasbullah dan Prof Agus Purnomo. Foto Ist.

Untuk mengatasi dikotomi ini, Dr. Amin merekomendasikan adanya integrasi data zakat dan pajak melalui Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (Data SEN). Integrasi ini diharapkan dapat memastikan seluruh potensi dana keumatan tersalurkan secara tepat sasaran kepada masyarakat miskin.

Menggugat Eurosentrisme dan Keterputusan Epistemik

Sementara itu, Prof. Dr. Muh. Nur Ichwan, M.A., Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, mengajak peserta untuk menyadari bahwa kolonisasi bukan hanya terjadi pada teritori, melainkan pada pikiran dan pengetahuan (colonization of mind and knowledge).

“Kita menganggap barbershop lebih berkualitas dari tukang cukur, atau boarding school lebih baik dari pesantren—ini adalah sisa-sisa mental terjajah,” tegas Prof. Ikhwan.

Ia mendorong dekolonisasi melalui pluralisasi epistemologi dan pribumisasi pengetahuan (indigenization of knowledge). Prof. Ikhwan menyayangkan kegagalan Indonesia dalam mengangkat bahasa dan falsafah lokal (seperti bahasa Jawa) sebagai bahasa ilmu pengetahuan, berbeda dengan Jepang dan Cina.

Ia menantang perguruan tinggi Islam, termasuk UIN Ponorogo, untuk melahirkan epistemologi alternatif guna mengatasi keterputusan epistemik dalam ilmu sosial Islam yang telah berlangsung panjang sejak era Ibnu Khaldun.

Program Taskin Bupati Ponorogo

Menyambut tantangan tersebut, Bupati Ponorogo, H. Sugiri Sancoko, turut hadir dan menyampaikan komitmennya dalam mengentaskan kemiskinan. Bupati menyebut program keroyokan penanggulangan kemiskinan di Ponorogo sebagai “Taskin” (Pengentasan Kemiskinan).

“Ilmu pengetahuan jangan hanya berhenti di karya tulis. Kami akan mengimplementasikan model phentahelix ini untuk menarget 76.000 masyarakat miskin ekstrem di Ponorogo agar bisa dientaskan,” pungkas Bupati.

Pada kesempatan itu juga diadakan penandatanganan tiga kerjasama  antara PW ISNU Jawa Timur dengan Pascasarjana UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo

1. Bidang riset dan publikasi

2. Bidang pendidikan kader

3. Bidang Pengabdian Masyarakat

Penanda tanganan 

dilakukan Prof M Afif Hasbullah dari PW ISNU Jatim dan Prof Agus Purnomo dari UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo. (*)

Pewarta : Imam Kusnin Ahmad
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda