COWASJP.COM – Selang 21 tahun, Nabire, Papua Tengah kembali diguncang gempa. Tahun 2004, gempa berkekuatan 7,1 M (magnitudo) menewaskan sedikitnya 71 orang, dan meluluhlantakkan sedikitnya 178 rumah warga terbakar dan 150 rumah lainnya roboh. Dua-puluh-satu-tahun kemudian, Jumat (19/9/2025) pukul 03.19 WIT, Nabire kembali dihantam gempa.
Karenanya, peristiwa gempa berkekuatan 6,5 M yang terjadi Jumat (19/9/2025) pukul 03.19 dinihari Waktu Indonesia Timur (WIT), seketika membetot perhatian Presiden Prabowo Subianto. Presiden langsung menugaskan Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto untuk memberi atensi penuh.
Sesuai tupoksi, adalah Deputi Penanganan Darurat BNPB, Mayjen TNI Budi Irawan, yang mendapat tugas untuk segera terbang ke Nabire. “Jumat itu juga kami langsung berangkat. Rombongan pertama sudah tiba. Saya dapat tiket tengah malam, dan siang ini sudah tiba di Nabire,” ujar Budi setiba di Bandara Douw Aturure, Nabire, Sabtu (20/9/2025).
Budi mengakui, awalnya sempat cemas karena tidak ada yang bisa dihubungi dan memberikan informasi seputar kondisi Nabire pasca gempa. Ternyata, selain listrik padam, jaringan telekomunikasi (signal) juga ikut mati.
“Kami sedikit lega setelah mendapat laporan dari Danrem 173/Praja Vira Braja atau Korem 173/PVB. Pak Danrem Brigjen Fritz melaporkan gambaran situasi pasca gempa, serta langkah-langkah yang sudah diambil pada fase darurat,” ujar Budi.
Setiba di Nabire, Budi disambut Plt. Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Nabire, Yulianus Pasang, S.Pd., M.Pd, Danrem 173/Praja Vira Braja Nabire, Brigjen TNI Frits Wilem Rizard Pelamonia, Plt. Kalak BPBD Kabupaten Nabire Imanuel Monei, S.Pd, Dandenzipur 12/OHH, Mayor Czi M. Abdul Ghofur, dan unsur Forkopimda Nabire.
Sementara itu, Mayjen Budi Irawan didampingi dua orang Tenaga Ahli BNPB: Mayjen TNI Moch Luthfie Beta, Brigjen TNI H. Yan Namora, dan staf Eduar Hendri, serta Yustam Syahril.
Trauma Warga
Lokasi pertama yang dikunjungi Deputi Budi adalah RSUD Nabire yang terletak di Jl. RE Martadinata. Ia disambut Plt. Direktur BLUD RSUD Nabire, Sukatemin dan sejumlah dokter dan karyawan.
Dinding sejumlah ruang rumah sakit tampak retak. Bahkan di ruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit), terdapat keretakan yang berpotensi ambruk. “Ada bagian dinding yang secara teknis sipil, salah. Harus dibongkar,” ujar Mayjen Budi yang berlatar belakang Korps Zeni TNI-AD itu.
Secara proaktif, Mayjen Budi menawarkan kepada Ngatemin. “Selain perbaikan bangunan, kira-kira apa lagi yang darurat dibutukan. Negara hadir untuk masyarakat Nabire,” katanya.
Salah seorang dokter menjawab, “Kami minta tambahan velbed seratus.” Budi tersenyum sambil menjawab, “Baik. Paling tidak, kami penuhi setengahnya ya?”
Suasana RSUD Nabire relatif sudah berjalan normal. Hanya saja, di beberapa selasar tampak puluhan warga tidur-tiduran. Setelah dicek, ternyata ada di antara mereka yang trauma tinggal di rumah. Takut terjadi gempa lagi. Selebihnya, terdiri atas keluarga pasien. Sedangkan, dua unit tenda yang telah didirikan di halaman depan rumah sakit, kosong. Tidak ada yang tidur di sana.
Jembatan Rusak
Objek lain yang dikunjungi Mayjen Budi adalah jembatan rusak yang terletak di jalan raya Kelurahan Siriwini, Distrik Nabire Kota. Fisik jembatan tampak utuh, tetapi ruas jalan di salah satu ujungnya retak dan ambles.
Begitu melihat wujud jembatan, Budi langsung memanggil Dandenzipur Mayor Abdul Ghofur. “Pak Danden, itu jembatan bailey yaaa? Saya orang zeni, makanya tahu,” kata Budi, dan diiyakan Mayor Ghofur.
Jembatan Bailey adalah jenis jembatan rangka baja modular yang dirancang untuk perakitan cepat dan sifat portable. Jembatan tipe ini sering digunakan sebagai solusi darurat atau sementara. Pada situasi perang, pasukan zeni-lah yang bisa membangun jembatan dengan super cepat. Jembatan bailey.
Budi kembali bertanya, “Ini bukan jembatan satu-satunya di sekitar sin ikan? Artinya, dengan rusaknya jembatan, tidak berarti ada daerah yang terisolir?” Danrem Brigjen Fritz, Sekda Yulianus, dan Kalak BPBD Imanuel membenarkan pernyataan Deputi Budi. Bahwa rusaknya jembatan itu tidak mengakibatkan suatu daerah terisolir. Kendala yang dihadapi masyarakat dengan rusaknya jembatan itu adalah harus menempuh jalan dengan jarak yang lebih jauh.
Proses perbaikan jembatan butuh waktu. Budi meminta BPBD dalam hal ini Pemkab Nabire berkonsultasi dengagn PUPR. Kalau di ranah BNPB, ada dua kemungkinan alokasi dana untuk perbaikan, yaitu Rehab-Rekon (Rehabilitasi dan Rekonstruksi), dan dana darurat bencana.
“Mari kita sama-sama segera membahas ini agar lekas mendapat solusi. Saya juga akan mencari terobosan yang dimungkinkan secara peraturan perundang-undangan, agar perbaikan jembatan ini bisa segera dikerjakan,” kata Budi.
Kepada Sekda Nabire, Budi meminta segera menuntaskan pekerjaan darurat bencana. “Saya dengar ada gereja di gunung yang rusak. Juga beberapa sekolah rusak. Bahkan ada satu SMK yang seluruh komputernya rusak karen tertimpa plafon. Tolong itu semua didata secara akurat,” kata Budi kepada Imanuel.
Sekda Yulianus menjawab, “Segera kami laporkan, menunggu tanda tangan pak Bupati. Sebelumnya mungkin perlu kami sampaikan, kiranya BNPB bisa segera memberi bantuan darurat di RSUD Nabire, agar tidak sampai mengganggu pelayanan kesehatan masyarakat,” pintanya.
Menurut Sekda, RSUD Nabire adalah rumah sakit pusat rujukan kabupaten-kabupaten sekitar. Misalnya, Kabupaten Yapen (Utara), Kabupaten Dogiyai (Selatan), Kabupaten Waropen (Timur), dan Kabupaten Teluk Wondama serta Kaimana (Barat). “Mereka semua menjadikan RSUD Nabire sebagai rumah sakit rujukan,” tegas Sekda.
Cepat Budi menanggapi, “Kami akan menempatkan staf BNPB di sini. Gunanya untuk membantu bapak-bapak di pemerintahan khususnya BPBD untuk mengerjakan hal-hal yang bersifat teknis. Termasuk prosedur administrasi penetapan darurat, dan sebagainya. Ini komitmen BNPB, sekaligus komitmen Negara Hadir,” pungkas Budi Irawan.
Usai kunjungan, Deputi Penanganan Darurat BNPB, Mayjen TNI Budi Irawan menyerahkan bantuan secara simbolis. Bantuan diterima Sekda Nabire Yulianus dan Kalak BPBD Nabire Imanuel. (*)