Revolusi Bermula dari Pati

Massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pati Bersatu berunjuk rasa di depan Kantor Bupati Pati. (FOTO: Antara - bbc.com)

COWASJP.COMREVOLUSI itu pecah sudah. Bermula dari Pati, Jawa Tengah. Ketika rakyat Pati melawan. Atas kesombongan dan keangkuhan bupati H. Sudewo. Yang secara sepihak mengeluarkan keputusan yang sangat kontroversial. Yaitu menaikkan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2) tidak tanggung-tanggung. Dua ratus lima puluh persen dari yang ditanggung rakyat sejauh ini. 

Semua juga tahu, kehidupan rakyat itu sudah begitu sulitnya. Lapangan kerja sempit, sedangkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi di banyak tempat. Di waktu bersamaan, harga berbagai barang kebutuhan dan jasa melonjak tinggi. Padahal daya beli masyarakat kian terpuruk.

Itulah yang dirasakan sebagian rakyat di Kabupaten Pati. Yang tiba-tiba tersentak oleh keputusan orang nomor satu di kabupaten itu. Sehingga mereka melawan dan menentangnya. Mereka mengancam akan demo besar. Ribuan orang. Kabarnya, paling sedikit 5000 orang. 

Eh sang bupati hilang akal sehat. Seperti diberitakan di beberapa platform media online dan berseliweran di berbagai grup Whatsapp, Rabu 13 Agustus lalu. Dengan sikap meremehkan dia berucap: “Silahkan!  Jangan kan 5.000, bahkan 50.000 orang saja saya tidak akan mundur.’

BACA JUGA: Korupsi Berjama'ah Mungkinkah Terulang?​

Akibatnya, lehih dari 100.000 orang turun ke jalan. Dengan spanduk yang dibentangkan, pamflet dan poster yang diarak di jalan-jalan, mereka menuntut keputusan Bupati itu dibatalkan. Tapi sebelum ada respon yang positif, aparat keamanan malah yang dikerahkan. Semburan water cannon dan tembakan gas airmata dipakai untuk menghalau kaum demonstran. 

Akibatnya perang terbuka pun pecah. Antara rakyat yang marah dan satuan-satuan polisi. Dan solidaritas rakyat Pati tumbuh tidak terbayangkan. Puluhan dus air mineral, bahan makanan dan berbagai kebutuhan kaum demonstran mengalir seperti air bah. Menumpuk dalam jumlah sangat banyak di depan kantor bupati. Sejumlah anggota Satpol PP berusaha menyitanya. Menaikkannya ke atas truk mereka. Tapi sejumlah orang berusaha menurunkannya kembali. 

BACA JUGA: Ketegasan di Tengah Badai

Perlakuan aparat yang over represif dan tuntutan massa demonstran yang tidak direspon dengan semestinya, membuat kemarahan rakyat kian meningkat. Sehingga bentrokan besar tidak terhindarkan. Sebuah mobil polisi mulai dibakar di depan kantor Kapolres Pati. Kantor bupati dihancurkan. Sedangkan kantor DPRD Pati diduduki massa. 

Ketika satuan-satuan polisi akhirnya ditarik mundur, serbuan massa yang menggila justru menghadang. Di bawah hujan batu dan berbagai benda keras lainnya, satuan-satuan keamanan itu pun berlari sambil merunduk beriringan. Yang terpisah dari pasukan justru jadi bulan-bulanan massa demonstran. Persis tragedi 98 yang memilukan.  

Ini Hanyalah Awal Mula

Bagaimanapun, ini hanyalah awal mula dari kemarahan rakyat. Yang disebabkan satu persoalan yang sama. Dan beban pajak yang sangat berat bukan hanya dirasakan rakyat di Kabupaten Pati. Tapi juga dirasakan banyak masyarakat di berbagai tempat yang lain. 

BACA JUGA: Indonesia Cerah atau Gelap?​

Di Cirebon, misalnya, PBB juga naik luar biasa. Bahkan ada yang mencapai 1.000%. Begitu juga di Jeneponto, Pekanbaru dan beberapa daerah lainnya. Semua ini tampaknya sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat. Yang tidak berpikir lain kecuali memajaki rakyat lebih tinggi dan lebih tinggi. 
Dalam hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani kini jadi sorotan publik. 

Disebut-sebut menteri keuangan terbaik tapi tak mampu mencarikan dana tombokan APBN yang terus defisit. Kecuali dengan menaikkan pajak dan meningkatkan jumlah hutang negara. 

Dan yang disorot bukan hanya Sri Mulyani. Karena dalam kabinet Merah Putih Prabowo sekarang ada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia. Yang bikin heboh karena kebijakannya menyangkut gas elpiji 3 kg. Begitu pula Mendagri Tito Karnavian yang menyulut kemarahan rakyat Aceh, karena empat pulaunya dia serahkan ke Sumatera Utara. 

Lalu Menteri Agraria dan Tata Ruang Nusron Wahid, yang tanpa pikir panjang menyatakan seluruh tanah di negeri ini adalah milik negara. Rakyat hanya diberi hak pakai. Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, yang tanpa “ba-bi-bu” memblokir rekening dorman atau rekening nganggur secara tiba-tiba dan sepihak. 

Menteri Titipan Jokowi

Para menteri dan pejabat tinggi di atas adalah orang-orang titipan Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi. Mereka seolah punya agenda sendiri-sendiri untuk bikin heboh. Menganggap Jokowi adalah bosnya dan merecoki pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Walaupun Prabowo tetap cuek, seperti tidak terjadi apa-apa, namun rakyat sudah kadung frustrasi.  Karenanya tuntutan rakyat sekarang makin lama makin terpusat pada Jokowi. Teriakan-teriakan adili Jokowi dan makzulkan Gibran terdengar kian nyaring dan menggema di banyak aksi unjuk rasa. 

Apakah aksi protes keras berupa “people power” seperti di Pati akan merembes ke daerah lain di seluruh penjuru tanah air? Jika pemerintah tidak sigap dan tanggap, revolusi tidak mungkin bisa dihindari.(*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda