COWASJP.COM – Ini satu cerita dari Reuni Akbar Pertama para alumni koran harian di Jakarta: Merdeka - Rakyat Merdeka, pada Minggu 22 April 2025. Berlangsung lebih dari dua bulan lalu. Namun, rasanya sayang bila tidak dituliskan.
Alhamdulillah. Reuni Akbar Pertama Alumni Jurnalis Merdeka- Rakyat Merdeka itu sukses tergelar.
Bertepatan dengan HUT Jakarta ke-498, kami sudah lama tidak berjumpa. Ada yang 10 tahun tak pernah jumpa, ada yang 15 tahun, bahkan ada yang 25 tahun melepas rindu dan bertukar kenangan.
Hari itu hari pertama kita bertemu kembali. Tampak kebahagiaan, keceriaan dan terpancar senyum di wajah yang sudah terlihat tidak muda lagi.
Teman, yang mungkin bisa disebut sesepuh, hadir dalam reuni. Ada Nuah Torong, yang terlihat makin sehat, ada Ludin Panjaitan yang selalu semangat dan awet muda. Rully Aka Abah dengan lagu Pepitonya, ada Endang Naedi yang semakin alim, ada juga Usman Gumanti dengan rambut putih dan jiwa mudanya.
Saya menyebut nama-nama di atas kerena saya anggap paling senior di antara 200 Jurnalis Alumni Merdeka – Rakyat Merdeka yang hadir. Ya, 200 alumni jurnalis berkenan hadir di reuni akbar perdana. Luar biasa!
Reuni Akbar Pertama ini makin sempurna dengan kehadiran Bapak Dahlan Iskan (DI) -- mantan CEO Jawa Pos Group. Kehadiran DI, sapaan akrab Dahlan Iskan, penggagas nama Rakyat Merdeka, membuat suasana semakin terasa kental. Rasanya seperti kembali ke awal perjuangan membesarkan Merdeka yang dimulai dari Rawa Bokor, daerah yang dekat dengan Bandara Soetta.
Kenapa? Karena DI yang diminta bercerita pertama kali, memulai ceritanya dari awal kerjasamanya dengan BM Diah, pemilik Merdeka. Itu yang membikin suasana seperti terlempar ke masa 25 tahun lalu, ke masa-masa muda para senior yang hadir.
Makanya reuni hari itu makin gayeng, makin heboh dan semua berkesempatan bercerita nostalgia, apa saja… ada yang seru, ada yang lucu, ada yang sedih, juga haru. Tapi semua dikemas dengan humor segar.. hahaha, jadi makin betah ikut acaranya.
Reuni ini terlaksana dengan baik, lancar, berkat kerja keras panitia. Ada 4 orang yang menjadi penggagas Reuni Pertama itu, yaitu, Mulia Siregar sebagai ketua panitia, ada Darto (RTO) yang kebagian tugas menyiapkan konsep acara dan undangan penting, ada mbak Inge yang men-support administrasi keseluruhan, dan Siswo Hadi yang membantu untuk mencarikan dana.
Keempat panitia itu yang mempersiapkan acara reuni ini selama dua bulan. Dan tak kalah pentingnya, yang men-support acara, ada Indra Budiman alias Rajedong yang sekarang sebagai CEO RMOL. Fauny Hidayat sekarang sebagai Direktur Utama Indikator Politik Indonesia, ada juga Syahrial Nasution, Wasekjen Partai Demokrat juga turut berpartisipasi. Tidak lupa, Yunasa, Darwin Panjaitan, Syahnur.
Acara makin heboh setelah dipandu oleh mantan Jurnalis Rakyat Merdeka yang dulu selalu menjadi orator ulung masa pergerakan, aktivis perempuan yakni Nury Sybli berduet bareng Dimas si moderatornya pressroom DPR, yang pandai menghidupkan dan menggali cerita masa lalu menjadi penyulut api semangat 200 alumni yang hadir.
Pada saat itu, saya teringat masuk Merdeka tahun 1996. Saya dulu adalah anak buah Pak Rais dan Pak Nandar, pemasaran Jawa Pos waktu kepala pemasaran Pak Supriyanto. Saya ingat Jawa Pos oplahnya naik pesat saat bikin sayembara Ketoprak berhadiah, yang disiarkan langsung oleh TVRI Surabaya.
Saya waktu itu membantu untuk wilayah Jogya - Kulon Progo – Gombong – Kebumen, sampai Cilacap dan Purwokerto. Kalau di Surabaya saya tinggal di rumah Almarhum Margiono (MG), boss Merdeka - Rakyat Merdeka. Boleh dibilang saya ngenger (ikut dan mengabdi) kepada beliau. Apapun yang diperintah Pak MG untuk anak-anak adalah perintah, ibaratnya Sabdo Pandito Ratu.
Itulah sebabnya waktu Margiono wafat saya menulis in Memorialnya berjudul : “Sabdo Pandito Ratu Pak Bos MG” yang dimuat di CowasJP, dan menjadi tulisan paling populer karena dibaca lebih dari 35 ribu pembaca.
Terus terang saya masuk Merdeka tahun 1996 karena diperintah oleh Pak Margiono. Bagaimana ikut membantu membesarkan oplah Merdeka yang saat itu kalau nggak tidak salah baru sekitar 5 ribu eksemplar per hari.
Awalnya saya membikin gerakan program langganan dengan meminta dikirim pasukan pemasaran 1 tim dari Surabaya. Sehingga waktu itu banyak redaksi di Rawa Bokor menjadi penyalur koran. Dan itu berjalan dengan baik, banyak pelanggan terutama di sekitar wilayah Tangerang.
Namun Margiono nggak sabar, dan bilang, "Wah .. Sis, kalau begini lama kita besarnya. Lama…"
"Lalu bagaimana Bos," tanya saya.
"Ya, udah kita kembangkan eceran saja," jawab MG. Sejak itulah orientasinya menjadi eceran.
Waktu itu kita bikin gerakan menguasai 40 titik perempatan strategis Jakarta, 5 Terminal, 3 Stasiun dan Jalur KRL mulai Bogor - Jakarta dan Bekasi - Jakarta.
Dan betul, pertambahan oplah makin pesat. Selama 4-5 bulan kita full konsentrasi di pengembangan titik-titik itu. Full, dari subuh sampai siang, tiap hari, tidak boleh berhenti, bahkan tidak boleh sakit. Kita lakukan banyak hal di titik-titik itu, mulai program promosi, bonus penjualan, bagi hadiah yang tampilkan merdeka paling depan, undian, dll.
Dan saya harus minta maaf dengan tulus kepada kawan-kawan di pemasaran, karena waktu pengembangan itu jauh dari keluarga, jarang ada di rumah, bahkan tidak boleh libur. Hingga terekam dalam benak kita dan tertanam di pikiran: “Sakit dilarang, tapi kalau Mati boleh”. Maafin diriku kawan-kawan.. tenaga muda kalian, kita-kita dulu, tercurahkan semua untuk kemajuan koran.
Dan betul, akhirnya perkembangan oplah Merdeka makin meningkat, makin membesar, tumbuh begitu pesat. Hingga kita ngobrol Kembali dengan MG, gimana Bos, oplah makin besar, saya tanya, targetnya berapa Bos? Dibilang saat itu, ya harus bisa 30 ribu eksemplar per hari.
Lalu saya jawab, masak targetnya oplah Bos…
"Lalu apa?" kata Margiono.
Saya jawab: "Ya, sampai mesin cetaknya Yunasa nggak mampu Bos… (Waktu itu mesin cetaknya pak Yunasa merknya Ghost kalo nggak salah, kapasitasnya 35 ribu).
Lalu pak MG bilang ya betul itu. Targetnya mesin nggak kuat lagi. Agar cepat jangan hanya Jabodetabek donk yang dikembangkan, harus ke luar kota juga. Ke mana Bos? Ya ke Bandung…
Itulah awalnya kita punya perwakilan pertama di Bandung, di Jalan Kangkung.
Saya akhirnya bercerita dengan BM, Mulia Siregar, kita diperintahkan untuk mengembangkan Rakyat Merdeka (nama koran Merdeka setelah dimanajemeni Jawa Pos) di Bandung. Dilakukanlah penguatan redaksi dengan merekrut wartawan untuk wilayah Bandung. Akhirya bertemu di reuni itu kawan dari perwakilan Bandung. Ada Cepy yang dosen di UKRI, ada Arif yang aktif di PWI Jabar, dan ada Herik yang menjadi tokoh pers sebagai Ketua IJTI. Sehingga kalau saya canda dengan mereka, saya bilang kalau tidak ada pengembangan koran di Bandung, tidak ketemu kita bertiga sambil ketawa terbahak-bahak.
Dan akhirnya oplah Merdeka tidak bisa dibendung lagi. Kapasitas mesin cetak tidak mampu lagi, sampai kami menahan permintaan agen. Banyak agen yang minta tambah terpaksa tidak kita layani. Itulah, akhirnya Pak Dahlah Iskan membelikan mesin cetak canggih, dari Jerman, bernama “CROMOMAN”.
Mesin ini didatangkan khusus dari Jerman, tidak main-main. Dikirim menggunakan Pesawat Boeing. Mesin Cromoman ini yang satu-satunya mesin cetak yang didatangkan menggunakan pesawat terbang.
Dan dengan mesin CROMOMAN inilah yang mengantarkan Rakyat Merdeka pada puncak kejayaaannya dengan oplah di atas 200 ribu eksemplar perhari. Dahsyat!!
Mesin Cromoman itu sendiri sekarang juga telah menjadi sejarah. Dan semoga pengelola saat ini juga memahami Sejarah Merdeka-Rakyat Merdeka. Atau bisa jadi tidak penting sejarah itu bagi mereka.(*)
(Lain kali saya akan ceritakan soal Pengembangan Usaha, yang menghasilkan omzet miliaran rupiah itu)