COWASJP.COM – Plt. Ketua PW Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama Jawa Timur (ISNU Jatim), Prof. M. Afif Hasbullah, menyoroti secara tajam implikasi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap pasal 34 ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Khususnya tentang praktik faktual di lapangan yang dialami oleh sekolah swasta.
Pandangan tersebut disampaikan Prof. Afif dalam sela kegiatan Turba (turun ke bawah) PW ISNU Jatim di UIN Syech Wasil Kediri, Jumat 30 Mei 2025.
Kegiatan turba ISNU di kawasan Mataram tersebut dihadiri sejumlah cabang, seperti PC ISNU Kota Kediri, Kabupaten Kediri, Nganjuk, Kota Madiun, Kabupaten Madiun, Trenggalek, Magetan, Ponorogo, Tulungagung dan Pacitan.
Selain Prof Afif Hasbullah, sejumlah pengurus ISNU Jatim hadir. Antara lain Prof Muhammad Yasin (Wakil Ketua), Muhammad Dawud (Sekretaris) dan sejumlah tokoh lainnya.
“Putusan MK itu menegaskan tanggung jawab negara untuk menjamin pendidikan dasar gratis. Tapi kita tidak bisa menutup mata, di banyak daerah sekolah negeri tidak mampu menampung semua siswa. Maka, ketika anak masuk sekolah swasta karena keterpaksaan, negara tetap wajib hadir,” tegas Prof. Afif, Guru Besar Universitas Islam Darul Ulum (Unisda) Lamongan itu.
SEKOLAH SWASTA MASIH TERABAIKAN
Prof. Afif menjelaskan, banyak sekolah swasta — terutama yang berbasis masyarakat dan berbadan hukum keagamaan, seperti lembaga pendidikan di lingkungan NU — saat ini menghadapi dilema besar. Di satu sisi, mereka berperan menampung siswa dari keluarga ekonomi lemah. Di sisi lain, mereka tidak mendapat subsidi layak dari negara, namun tetap dibebani ekspektasi untuk tidak memungut biaya.
“Putusan MK tidak melarang sekolah swasta menarik biaya, tapi negara wajib memastikan bahwa tidak ada anak yang terhambat akses pendidikannya hanya karena faktor ekonomi. Sayangnya, ini belum terlihat dalam kebijakan teknis,” ujarnya.
USULAN KEBIJAKAN DAN REGULASI: SOLUSI NYATA
Dalam kesempatan tersebut Prof. Afif menawarkan sejumlah solusi kebijakan dan regulatif yang perlu segera diambil pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Pertama, regulasi yang lebih implementatif terkait kewajiban pemerintah pusat/daerah untuk memberi/ menanggung biaya pendidikan dasar tersebut.
Kedua, perluasan sekolah rakyat.
Ketiga, kebijakan yang dapat dipedomani sekolah atau madrasah swasta terkait ketentuan pungutan bagi sekolah tertentu dengan kekhasan materi atau standar tertentu.
Prof. Afif menekankan bahwa semangat putusan MK harus ditindaklanjuti dengan pendekatan intervensi negara yang proporsional dan berbasis keadilan sosial.
Ia juga mengimbau agar pemerintah tidak hanya fokus pada sekolah negeri. Tapi juga melibatkan sekolah swasta sebagai mitra strategis dalam sistem pendidikan nasional.
Misalnya pemberian subsidi tambahan bagi sekolah atau madrasah swasta yang mengemban pelayanan pendidikan dasar. Karena mereka murni pembiayaan dari masyarakat, maka jika masyarakat tidak mampu menghadirkan standar pendidikan yang baik, maka negara wajib memenuhi kekurangannya.
“Jangan sampai negara hadir hanya untuk mengatur, tapi absen saat masyarakat butuh dukungan. Ini bukan soal swasta atau negeri, tapi soal masa depan anak-anak bangsa,” tutur Prof Afif Hasbullah.
Pada bagian lain, diingatkan bahwa para intelektual mempunyai tanggung jawab dalam mengembangkan kemajuan masyarakat. Kader-kader Nahdlatul Ulama dari pelbagai bidang keilmuan terwadahi dalam Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), bertugas menyatukan potensi guna berkhidmah di tengah kejamnya persaingan kualitas sumber daya manusia saat ini.
"Dalam menjalankan roda organisasi dan mencapai tujuan-tujuan terpenting, ISNU bertekad menuju kemandirian organisasi. Ukuran kemandirian itu, setidaknya terlihat dari kekuatan ekonomi yang menopang pelaksanaan program-program organisasi," tutur Ketua Plt PW ISNU Jatim.(*)