Kafe Kaifa

Suasana Kafe Kaifa. (Insert) mengambil air minum di trotoar Madinah. (FOTO: hajinews.co.id)

COWASJP.COM – "Kafe Kaifa di ujung jalan ini," ujar Mas Bajuri, pemilik travel umrah Bakkah. "Sekarang jadi tempat nongkrong favorit  setelah salat Subuh," tambahnya.

Malam sebelumnya saya sudah ke kafe itu. Sendirian. Setelah salat Isya. Tapi saya tidak tahu kalau itu lagi ngetop. Saya juga tidak terlalu memperhatikan kalau tempat itu baru. Saya kesusu cari colokan listrik yang cocok dengan sistem colokan di Arab Saudi. HP saya sudah seperti orang puasa pada jam 16.30 WIB. HP istri sudah dua hari tidak berbuka.

Habis subuh ini saya ke Kafe Kaifa bersama Mas Bajuri dan Mas Choirul Sodiq, dirut Harian Memorandum. Setelah ber-kya-kya beberapa blok sampailah kami di ujung jalan 步行街 ala Madinah itu. 

Di persimpangan jalan  satu blok sebelum blok terakhir mengingatkan saya pada 南京东路 Shanghai. Lalu-lintas mobil boleh memotong jalan utama itu. Di beberapa blok tadi mobil dilarang melintas. Di simpangan satu ini boleh. Mirip di tempat kya-kya Shanghai. 

Setelah menyeberang jalan ini, kami kembali berada di jalan tanpa mobil. Kembali khusus untuk pejalan kaki yang lagi kya-kya. 

"Nah, itu Kafe Kaifa-nya," ujar Mas Bajuri.

Setelah blok terakhir itulah Kafe Kaifa bermula.

Yang mencolok di situ adalah: deretan kios di kanan jalan itu. Kiosnya kecil-kecil. Bajurut. Tanpa sela. Sengaja dijurutakan. Agar satu deret bisa diisi lebih 30 kios.

Meski kios ini kecil-kecil tidak terasa murahan. Desain kiosnya dibuat sangat khusus. Justru berkat desain khusus itu kesannya elite.

Padahal ukuran kios hanya dua meter. Ke dalamnya juga dua meter. Hanya ada satu pelayan di dalamnya. 

Yang bisa dibeli di kios itu memang terbatas. Hanya dua atau tiga item. Tidak ada dapurnya.

Semua jenis makanan kesukaan ada lengkap di deretan kios itu. Masakan Arab, India, Pakistan, Malaysia, Indonesia, Italia, Turki, China, dan segala macam negara. Masing-masing hanya dua atau tiga item. Dipilih yang paling terkenal saja.

Yang masakan Indonesia hanya bakso dan rendang. Yang Malaysia hanya nasi lemak. Yang India roti pratta. Yang Turki Anda sudah bisa menebak: kebab.

Semuanya siap saji. Tidak ada yang masak  di situ. Hanya ada pemanas.

Semua kios bernama: nama negara. Bukan nama kios. Dari sisi Masjid Nabawi nama negara itu ditulis pakai huruf Arab. Dari sisi sebaliknya tulisan latin. 

Saya ke kios India: beli roti pratta. Untuk istri. Ternyata saya salah beli. Harusnya roti chennai. Yang lebih empuk.

Setelah membeli roti pratta saya bawa bungkusan itu ke sisi kiri jalan. Di situlah meja kursi ditata. Masing-masing meja untuk empat orang. Tapi kursinya sudah ditarik sana-sini. Toh banyak meja yang hanya untuk makan dua orang.

Lebih ke sana lagi meja kursinya lebih banyak. Juga tidak lagi berjajar. Sudah seperti di kafe-kafe open air di Eropa --minus bir, wine, dan minuman yang lebih keras.

Di sebelah area meja kursi inilah dibangun bistro-bistro yang lebih besar. Tanpa meja kursi. 

Lebih banyak jenis makanan di kelompok bistro ini.

Beli makanannya di dalam. Makannya di meja kursi yang banyak itu. Sambil memandang langit. Atau memandang menara Masjid Nabawi di kejauhan sana. 

Atau makanan dibawa pulang. 

Kami pun duduk-duduk di situ. Langit di timur pun mulai memerah. Terang. Tanpa pohon. Gunung-gunung batu mulai terlihat seperti akan saling berebut wibawa. 

Dari Kafe Kaifa ini terlihat gunung batu tetap yang jadi penguasa Madinah. Sebelum maupun sesudah Pemilu di Indonesia. 

Heran, di Madinah, yang posisinya di utara Kakbah, matahari juga terbit dari timur.

"Gunung-gunung batu itu sebentar lagi pasti akan dihancurkan. Untuk perluasan Madinah," ujar Mas Bajuri.

"Jangan," tukas saya. Cukuplah Madinah seluas sekarang. Kalau pun melebar jangan menghancurkan pegunungan batu itu. Kelak gunung itu akan jadi kekayaan alam yang tidak bisa dibeli.

Kalau di Tiongkok ada gunung batu sedekat kota seperti Madinah pastilah sudah disulap jadi emas. Pasti akan ada lampu sorot aneka warna di waktu malam. 

Aneka cahaya akan menyorot puncak-puncaknya yang magis. Sekalian untuk pertunjukan cahaya.

Agak di luar kota Madinah saya lihat sudah ada satu gunung batu yang dibuat seperti itu. Masuklah kota Madinah malam hari. Satu lampu sokle sangat kuat menyorot sebuah puncak gunung batu yang tinggi nan besar. Satu warna cahaya. Itu saja sudah menakjubkan.

Kelak bisa jadi satu puncak satu warna. Puncak lain warna lain lagi. 

Siapa tahu kelak tur di sela umrah dilakukan malam hari. Dari pada tur umrah yang hanya itu-itu saja: kebun kurma.

Saya tentu cukup sekali saja ke kebun kurma. Lima tahun lalu itu. Yang di situ terlalu banyak makan kurma mentah. Sampai pencernaan saya terganggu luar biasa. Aorta saya pun pecah. Anda sudah tahu ceritanya --pun sebelum saya tulis.

Setelah usai subuh ke Kafe Kaifa, malam harinya saya ke sana lagi: kali ketiga. Ingin tahu suasana malamnya yang gemerlapan. Juga ingin beli roti channai --sebagai penebus dosa roti pratta.

Naik kelasnya kota Madinah sekarang ini bisa jadi ikut membawa perubahan perilaku jamaah umrah: mulai malu kalau buang sampah sembarangan. Juga malu kalau tidak ikut tampil indah. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan
Edisi 7 April 2024: Madinah Kafe

M.Zainal Arifin

Kehujanan di internet. Nulis lagi. 1978 di Madiinah masih leluasa kapan saja, tanpa berjubel, mendekat ke quburan Nabi s.a.w., ke Roudhotu Nnabi. 2018 di Madiinah, gagal mendekat ke quburan Nabi. Berjalan 1 arah, Lewat pintu tertentu. Jauh. Hari2 selanjut nya sakit tipes, Karena terlambat makan, Cuma bisa tiduran di kamar hotel. Tak bisa santai duduk2 di cafe bersama permaisuri. Semoga bisa kunjungi Madiinah lagi. ONH 1978: 750 rb rp. Diberi sangu oleh Simak: 1 jt rp. Beri oleh2 untuk Bapak: bahan celana panjang: wool kualitas tinggi, halus. Kakek: sorban bordiran halus. Robbi ighfir lii wa li waalidayya, Wa ircham humas kamaa robbayaa nii shoghiiroo.

Liam Then

Berikut pesan terakhir Sun Yat Sen sebelum tutup usia. Saya terjemahkan pakai google translate, kwkwkwwkkw, soalnya panjang banget, lama ngetikmya kalo terjemahkan sendiri. Selama empat puluh tahun saya mengabdikan diri pada perjuangan revolusioner. Tujuan saya adalah untuk mencapai kebebasan dan kesetaraan bagi Tiongkok. Berdasarkan pengalaman saya selama empat puluh tahun, saya melihat bahwa untuk mencapai tujuan ini, kita harus membangkitkan semangat seluruh bangsa dan bersekutu dengan negara-negara yang mau memperlakukan Tiongkok dengan pijakan yang setara. Kalau begitu mari kita bangkit dan berjuang bersama! Revolusi belum tercapai!” Dalam surat terakhirnya kepada Uni Soviet, ia mengungkapkan harapan bahwa “harinya akan segera tiba ketika Uni Soviet, sebagai teman dan sekutu, akan menyambut Tiongkok yang kuat dan mandiri serta Tiongkok dalam perjuangan besar.” demi pembebasan rakyat tertindas di dunia, kedua negara kita akan maju bergandengan tangan untuk meraih kemenangan. Luar biasa juga kalo dipikirkan, 40 tahun perjuangan Sun Yat Sen.

Rizal Falih

Saya mau cerita mudik kemaren malam. Tujuan Makassar. Pulang kerja, saya bersama keluarga langsung start menuju bandara. Meski jadwal keberangkatan jam 21.30. Diantar keponakan. Saat berbuka tiba, kami sudah sampai di pintu keluar tol bandara. Menepi sejenak untuk berbuka puasa. Selesai berbuka, langsung menuju terminal 2E. Maskapai penerbangan sejuta umat. Sampai di ruang cek in, ternyata antrian sudah panjang. Hanya ada 4 loket yang dibuka, semua antrianya sudah sampai di pintu masuk. Dalam hati berpikir, beruntung ke bandara lebih cepat.
Sehingga masih banyak waktu untuk melakukan check in. Sebenernya sudah melalui online.
Namun karena banyak barang yang harus masuk bagasi, sehingga tetap harus melalui counter.
Kurang lebih satu jam proses check in pun selesai. Masih ada waktu satu jam sebelum boarding.
Masih cukup waktu untuk sholat jama' Isya dan Maghrib lalu dilanjukan dengan Tarawih dan Witir. Jam 21.00 sudah di ruang tunggu. Sesuai pengumuman kami masuk ke gate 7. Tidak ada petugas. Ruang tunggu sudah seperti pasar, ramai sekali orang yang hendak mudik. Karena tidak kunjung ada panggilan untuk masuk pesawat, saya berpikir pesawat delay, seperti biasanya. Saya pun tidur ayam. Sementara yang lain tidak. Sampai jam 22.30 ada pengumuman bahwa penerbangan dipindahkan ke Gate 5. Semua penumpang kompak berteriak Huuu. Antrian panjang mengular, sudah seperti antrian penumpang kapal laut dihari-hari mudik di pelabuhan Merak. Penuh dan berdesak-desakan.

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

@Everyday Mandarin.. "Pak DI yang sedang berada di Songkou. Kakek buyut Sandra Dewi berangkat dr sana ke Nanyang. Coba ditelusuri dan kabari ke kerabatnya di Songkou kl keturunannya yang berlayar ke Bangka, sedang merugikan negara 217 trilyun", tulis pak EM di CHDI kemarin. Saya jadi ingat, tahun 1989, saat lagi di Calgary Kanada - oleh orang Telkom (negara bagian Alberta), saya diajal berhenti di sebuah rumah.. "Tahu ini rumah siapa..?". "Tidak tahu.." "Coba tebak.." "Gubernur Alberta..?". "Bukan. Anda pasti surprise. Ini rumah kakek neneknya Meriam Belinna. Selebritis di negara Anda..".. ### Ha ha.. Ternyata. Padahal saya tidak merasa surprise. Tapi tetap harus pura-pura surprise..

Lagarenze 1301

Santai sejenak. Ini adalah kisah tentang sopir taksi dan penumpangnya. Penumpang yang duduk di belakang ingin bertanya sesuatu. Agar lebih akrab, ia menepuk pundak sopir. Sopir, yang pundaknya ditepuk, tiba-tiba bereaksi sangat ekstrem. Dia terlonjak kaget sembari berteriak kencang dan kehilangan kendali setir. Huft, hampir saja terlibat kecelakaan fatal. Sopir menepikan mobil dan berusaha keras untuk menenangkan hatinya. Tubuhnya gemetaran. Sopir itu kemudian berkata kepada penumpangnya, “Tolong jangan menepuk dari belakang seperti itu, saya sungguh ketakutan.” Karena bingung dengan reaksi berlebihan sopir, penumpang pun berkata, “Maaf, saya tidak tahu kalau hal seperti itu bisa mengejutkan Pak Sopir. Saya cuma menepuk pelan agar kita bisa ngobrol lebih akrab." Sopir kembali menjawab, “Saya juga minta maaf, sepenuhnya ini bukan kesalahan Anda. Hari ini merupakan hari pertama saya menjadi sopir taksi." "Lho, emang Pak Sopir kerja di mana sebelumnya?" tanya penumpang. "Sebelumnya, saya adalah sopir mobil jenazah dan profesi ini sudah saya jalani selama 30 tahun.” 

Rihlatul Ulfa

Kematian 6 relawan asing dari badan amal Amerika Serikat World Central Kitchen akibat serangan rudal Israel pada senin lalu membuat marah sekutu di Eropa. Beberapa negara mempertimbangkan penghentian penjualan senjata. Menteri Luar Negeri Prancis Sebastien
Sejourne mengatakan "Tidak ada yang membenarkan tragedi seperti itu" Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak pun mengatakan dia "terkejut" dengan kematian para relawan. Di luar Eropa, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengatakan bahwa penyerangan pekerja bantuan sosial "benar-benar tidak dapat diterima" sementara pimpinan Australia Anthony Albanese mengatakan negaranya "marah" Israel mengatakan serangan yang menewaskan para pekerja bantuan adalah kesalahan yang tragis, militernya memecat dua perwira

Rihlatul Ulfa

Jalur lintas Sumatera, tepatnya di kawasan Palembang-Betung Banyuasin, yang macetnya sampai 23 km, sejak Jumat hingga Sabtu. Harusnya menjadi perhatian serius, mungkinkah hal ini terlupakan oleh pihak-pihak terkait? untuk urusan moda transportasi kereta api sudah sangat smooth secara sistem dan penanganan, tidak ada lagi tumpukan penumpang disetiap stasiun, 1 seat 1 person. Pun dari pengguna TikTok yang mengatakan ia terjebak hampir 12 jam di pelabuhan Merak, Banten.

Rihlatul Ulfa

Ini sudah hari cuti bersama, tapi kenapa saya masih bisa berkomehtar di Disway? bukankah saya pernah bilang, kalau saya tidak tahan untuk menulis komentar by phone. Ya, sekarang saya ada ditempat kerja saya, dikomputer yang baisa senin sampai sabtu menemani saya dan menjadi alat untuk bisa berkomentar di Disway. Kemarin saya ke mall, ramainya ampun-ampunan tidak sampai setengah jam saya memilih pulang, tidak tahan, terlalau banyak orang. Hari ini pun saya enggan untuk sekedar jalan-jalan ke mall, saya lebih memilih berada didepan komputer ini sekarang, mandi, ganti baju, bawa hanphone, kacamata yg utama, serta headphone agar suasana menulis komentar lebih hidup. Mungkin, tempat kerja ini, sebenarnya punya adil yang besar pada jiwa saya, rasanya saya bisa gila jika tidak bekerja 'tentang rutinitasnya setiap hari' walau saya introvert dengan mbti INTP-T.

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda