Senyum Muda

Di rest area sekitar 50 km sebelum Buraydah. Dalam perjalanan naik bus dari Madinah ke Riyadh. (FOTO: DISWAY)

COWASJP.COM – "TOLONG minta tempat duduk di tengah".

Itulah pilihan saya kalau naik bus. Bukan di depan, yang posisi tempat duduknya di depan roda atau di atas roda.

Saya perlu posisi yang lebih stabil: ingin banyak membaca dan menulis. Tidak mudah pusing. Posisi tengah lebih stabil: antara roda depan dan roda belakang.

Yang saya hindari total adalah duduk di kursi belakang. Apalagi paling belakang. Posisi kursinya di belakang roda. Bisa terbang saat membaca: termasuk huruf-hurufnya. 

"Jangan paling belakang," kata saya setelah tahu bagian tengahnya pun sudah penuh. Saya sudah tua. Anak muda yang banyak pilih duduk di belakang. Apalagi yang lagi pacaran.

Ampun. Ini perjalanan panjang: 12 jam. Dari Madinah ke Riyadh. Kenapa tidak bisa duduk yang sesuai dengan kursi pilihan.

"Bus penuh. Yang ada tinggal satu kursi. Anda pembeli tiket terakhir".

Ampun. Itu pasti tempat duduk yang paling dihindari semua penumpang bus: paling belakang, paling pojok.

Apa boleh buat. Pasrah. Tawakal. Sudah takdirnya begitu. Move on. 

Saya lihat lembaran tiket: kursi nomor 49.

Mungkin ini hukuman bagi prangko yang melepaskan diri dari amplopnya. Si prangko ingin ke Riyadh untuk kali pertama. Jalan darat. Si amplop ditinggal di Madinah. Amplop itu akan dikirim lewat pos ke Makkah: travel Bakkah. Bersama amplop-amplop yang lain.

Percayalah si prangko akan tetap mencari amplopnya: pada saatnya.

Tapi 12 jam di pojokan bus paling belakang bukanlah sekadar hukuman. Tidak kebagian jendela pula. Sumpek. Penat. Bergetar –pun di jalan mulus tiga lajur ke arah timur.

Saya paksakan menulis untuk Disway: soal Pagar Teras itu. Hebat. Tidak pusing. Jalan bebas hambatan ini mulus sekali. Ini jalan bebas hambatan tapi bukan tol. Gratis. Saudi itu seperti Jerman: tidak punya jalan tol.

Orang Italia pernah menyombongkan diri ke orang Jerman: ketika pertama menggunakan teknologi mobil masuk gerbang tol tanpa berhenti. Si Jerman tinggal menjawab: kami tidak perlu gerbang.

Maafkan kalau Anda tidak bisa tersenyum membaca humor itu: saya mengakui kalah dari L-1301 soal menulis humor.

Jalan raya benar-benar mulus. Saya lihat jam di HP: hampir pukul 11.00. Sudah waktunya baca komentar para perusuh. Siapa tahu  terhibur dan bisa senyum-senyum sendirian. 

Ini bus tanpa lagu. Apalagi dangdut. Apalagi karaoke. Rasanya ingin mengundang Liam ke sini: agar nyanyi di bus ini. 

Saya urungkan baca komentar. Pukul 11.00 itu masih pukul 15.00 waktu Indonesia. Kurang satu jam lagi. Agar yang kirim komentar sebelum pukul 16.00 masih bisa saya baca.

Saya pun pindah ke Google map: ini sudah sampai di mana.

Pertanyaan ''ini sudah sampai di mana'' itu sebenarnya pertanyaan –meminjam istilah beliau-- pertanyaan ''goblik''. 

Untuk apa perlu bertanya sudah sampai di mana. Bus ini tidak lewat mana-mana. Sudah berapa jam pun melaju tetap saja baru sampai padang pasir. Atau gunung batu. Tidak bisa dibedakan sudah sampai di mana.

Kecuali, kelak, gunung batunya diberi nomor. Diberi nama ''asmaul husna'' pun tidak cukup banyak. Mungkin perlu diberi nama-nama tokoh wayang kulit.

Dari map itu akhirnya saya tahu: kelak akan ada 1000 kota yang dilewati. Nama salah satunya: Buraydah. Bus akan sampai Buraydah kira-kira setelah lima jam melewati padang pasir berbatu. Atau enam jam dari Madinah.

Membaca nama Buraydah itu tiba-tiba muncul panggilan hati: turun di Buraydah. Tidak jadi ke Riyadh. Bermalam di Buraydah dulu. Di pedalaman Arab Saudi. Ingin tahu: seperti apa kota di tengah padang pasir.

Tinggal atur siasat: bagaimana agar boleh turun di kota sebelum tujuan. Saya siapkan jawaban-jawaban dari berbagai kemungkinan pertanyaan.

Bus ini pasti berhenti di Buraydah. Ini kota besar. Sudah waktunya sopir istirahat. Atau makan. Kenapa tidak ada informasi apa pun soal bus akan berhenti di mana saja. Tapi saya maklum. Ini Saudi.

Go head. Saya pun lebih sering lihat map. Kian mendekati Buraydah kian kuat keinginan untuk turun di situ. Ke Riyadhnya bisa keesokan hari. Toh tidak ada janji bertemu dengan siapa pun di Riyadh.

Lalu terlihat bus keluar dari jalan raya. Saya tidak tahu itu di mana. Tidak ada jendela. Buraydah masih agak jauh –meski terlihat dekat di peta.

Saya intip dari jendela penumpang depan: ini masih padang pasir. Ini seperti rest area. Rest area pertama setelah perjalanan enam jam.

Ada pompa bensin. Ada kios-kios. Masjid. Toilet. Beberapa bus yang berhenti. Sedikit mobil kecil.

Semua penumpang turun. Saya mulai ragu: ternyata bus ini berhenti di sini. Bukan di Buraydah. Logika normal saya salah: bus akan berhenti di kota besar berikutnya. Saya terlalu sering naik bus Greyhound di Amerika. Logika bus saya terbentuk dari situ. Atau dari sejak kecil di negeri sendiri.

Di sini ternyata bus berhenti di rest area.

Jangan ragu! Pantang mundur!

Tetap harus turun di sini!

Bahwa dari rest area akan naik apa ke Buraydah diatur belakangan. Di mana ada kemauan di situ ada kemungkinan.

Saya pun mencari kernet: harus ambil tas kecil saya di bagasi.

Ternyata tidak mudah. Saya tidak diizinkan turun di situ. Tiket saya ke Riyadh. 

Tapi saya lihat wajah ragu di kepala kernet. Maka saya jelaskan: saya tidak minta uang pengurangan harga, saya tidak akan minta ia menanggung biaya kendaraan saya ke Buraydah. Semua tanggung jawab saya sendiri.

Saya dibawa ke kantor bus itu. Panjang perdebatan mereka soal saya. Saya tangkap sekilas: bagaimana bisa keluar dari padang pasir ini.

Seperti setengah putus asa kernet lalu membawa saya ke arah bus berhenti. Lama memandang wajah saya. Lalu keluar kata-kata pemungkasnya: beri saya 20 real, untuk makan.

Saya pun berterima kasih atas kebaikannya. Lalu dibukalah bagasi. Saya ambil tas merah kecil itu.

"Hanya itu?" tanyanya.

Isinya hanya dua lembar kain ihram dan dua potong baju dalam. 

Ini musim dingin. Tidak berkeringat. Cucian pun lima jam ditinggal tidur sudah kering. Bibir saja terasa kering, apalagi hanya pakaian dalam.

Di rest area itu saya  duduk di depan musala. Atur strategi.

Matahari menyentrongkan sinar terkuatnya. Langit seperti berdebu. Hati pun galau: bagaimana bisa keluar dari sini. Saya tidak punya apps taksi Saudi. Coba saya masih muda mungkin lebih pintar menggunakan segala cara yang ada di HP.

Saya raba dompet. Masih ada. Berarti ada uang. Rasanya itu senjata terbaik saat itu. Rasanya si amplop tadi memasukkan beberapa lembar uang real ke dompet. Termasuk beberapa lembar @200 real. Baru tahu. Saya kira nominal tertinggi itu lembar 100 real.

"Akan selalu ada orang baik di mana pun".

Di samping banyak juga yang tidak baik.

Saya tanya beberapa hati di situ. Semua pendatang. Saya belum mau menggunakan senjata terakhir. Toh saya belum seperti Didi Kempot:  bertanya sampai ke 1000 hati. Sampai kelelahan dan meninggal dunia.

Saya lihat di rest area ini ada bengkel mobil. Sepi. Beberapa montirnya duduk di lantai semen: makan bersama. Saya tunggu mereka selesai makan. Saya tidak mau menembak di saat angin belum reda.

Tapi mereka seperti tahu pedalaman hati saya: berdiri lama di depan bengkel itu.

"100 real," katanya.

"Ok," jawab saya.

"Kenapa mahal?" tanya saya ketika mobil sedan Hyundai meninggalkan rest area.

"Buraydah masih lebih 50 km dari sini," jawabnya.

"Bukan itu?" tanya saya menunjuk sekelompok perumahan di kejauhan sana.

"Itu Bukhairiyah," jawabnya.

"Yang sana itu?"

“Itu ~™¿©¢", jawabnya, terdengar tidak jelas di telinga saya.

Ganti ia bertanya: di Buraydah nanti turun di mana.

"Di hotel".

"Hotel apa?"

"Hotel apa saja".

Ia tersenyum. Senyum muda. Tidak banyak tanya. Tidak banyak menyalahkan.(*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Edisi 4 Maret 2024: Senyum Muda

Lagarenze 1301

Mana yang jaraknya lebih jauh, "sepelemparan batu" atau "sepelemparan piring"? Batu dilemparkan dengan mengambil ancang-ancang di belakang kepala, lalu kepalan tangan diayunkan ke depan sekuat munngkin. Jarak lemparan bisa 50 meter untuk batu ukuran normal. Atau bahkan 500 meter jika yang melakukannya Hulk. Bagaimana dengan piring? Kalau memecahkan piring setelah terjadi pertengkaran di rumah, caranya: dibanting dari atas ke bawah. Kalau piring dilempar, bisa seperti melempar batu. Bisa juga dengan mengambil posisi genggaman tangan di pinggang sebelah, lalu diluncurkan ke depan sekuat mungkin. Jaraknya bisa 20 meter. Atau bahkan 100 meter jika yang melempar atlet lempar cakram. Ada juga idiom lain yang sering digunakan untuk waktu. "Sepeminuman teh". Normalnya teh habis 15-30 menit. Tapi, bisa 1 jam kalau ditemani penganan enak. "Sepeminuman teh" kalah lama dari "sepeminuman kopi". Normalnya 30 menit-1 jam. Bisa berjam-jam kalau dibarengi ngobrol soal yang 5 "i". Dan, akan lebih lama lagi kalau membahas hasil pilpres.*

Lagarenze 1301

Mumpun. Dua kali. Itu bukan salah ketik. Pasti sengaja. Mengikuti plesetan "omon-omon". Artinya: senyampang.

Wilwa

Wah Disway kali ini bisa bikin rame kolom komentar. Ini isu yang sangat sensitif. Bisa jadi ini adalah awal dari perpecahan antara pengikut Ali yang Anda sudah tahu sebutannya vs pengikut Abu Bakar-Usman-Ali yang juga Anda sudah tahu sebutannya di sisi lain. Almarhum Buya Syakur pernah menyinggung isu super sensitif ini sekaligus melancarkan kritik super terhadap peristiwa ini. Yaitu bahwa masalah politik/kekuasaan mengalahkan masalah spiritual/keagamaan. Ribut-ribut soal siapa pengganti / penerus sampai-sampai jenazah sang Nabi dibiarkan hingga lebih dari satu dua hari tidak dikubur. Konon sampai mengeluarkan bau busuk. Ini kritik almarhum Buya Syakur yang “makjleb” mengenai politik vs agama. Dan bahaya dari politisasi agama. 

Impostor Among Us

Dulu ada kejadian di kota ini, ia mengira kena serangan jantung, dibawa bergegas ke RS, tapi kata dokter yang menanganinya itu bukan masalah jantung, cuma masuk angin. Tapi ia ngotot semacam gejala serangan jantung. Mungkin dokternya sempat bilang begini: "Yang dokter ente atau ana". Ala kulli hal, ditakdirkan masih panjang umur, balik berziarah kembali ke Kota Nabi.

ACEP YULIUS HAMDANI

JAPEK GROGI Sudah bebrapa saat di jalan tol Cikunir dan Jakarta Cikampek, terpampang bahwa dalam waktu dekat tarif Tol Japek akan naik sebesar Rp. 7.000,- bagi golongan 1, yang berarti sebesar 35%. Wah kok kecil amat, padahal PBB naiknya hampir 75% (maaf kalau salah hitung) padahal tarif Tol bisa lebih besar, karena Masyarakat Indo sekarang sedang menikmati berbagai kenaikan. Padalah kalau kenaikannya lebih besar mungkin pegawai Jasa Raharja bisa menikmatinya atau pihak-pihak lain. Jangan baper saya cuma ingin Tarif tol naiknya lebih besar terutama buat Gol. 1, sehingga MBZ bangga, dan bilang ke MBS, "lihat tuh, hibah saya TOL layang Japek bisa memberikan nilai lebih bagi Pemerintah Indonesia". Untung MBZ tidak riya seperti PBB, Pajak Kendaran, beras, telur, ikan , daging, sayur kalau naik tidak bilang-bilang. Kalau menurut saya juga berbagai subsidi supaya dicabut saja, supaya masyarakat lebih mandiri dan berjuang lebih keras lagi. Contohnya BBM, kalau subsidinya dicabut dan beri harga Ke ekonomian, mungkin biaya untuk makan siang dan susu bisa tanpa ngutang lagi, jadi makan siang dan susu gratis (isi) lebih enak karena bukan hasil ngutang. sekali lagi saya setuju biar tarif Tol juga Naik sebesar-besarnya bila perlu perkilo meter Rp. 10.000,-, sehingga Tol yang dibuat oleh Presiden Joko Widodo aakan sangat terasa manfaatnya bagi siapa ?,.....

M.Zainal Arifin

Kalau tak salah, Ali r.a.memenangkan lelang 3 puteri raja Persia. 1 puteri dinikahkan dg Husain r.a., putera nya. 1 puteri dinikahkan dg putera nya Abubakar r.a. 1 puteri lagi dinikahkan dg putera nya Umar r.a. Abubakar, Umar, Utmnan, Ali r.a.rukun2 saja berIslaam.

Heri Kurniawan

Apakah Ahli sejarah barat ilmuwan lebih murni ? lebih ilmiah (?) jika benar, pasti tidak ada istilah islamphobia dibarat. Bagaimana bisa murni ? jika sumbernya literaturnya spt ilustrasi komentar terpilih “Pahlawan newyork yang diberitakan menjadi teroris”. Kenapa Pak DI bisa lupa jika Islam punya teknologi tracing informasi, yang namanya sanad yang bisa chek kejujuran informasi dan pembawa berita, maka dari litelatur yang lebih sahih dapat diketahui bahwa peristiwa Ali memang terlambat baiat, namun 6 bulan kemudian Ali berdiskusi dengan Abu bakar (bukan dikepung) dan kemudian Ali berbait, masuk dalam team penasehat Abu bakar bahkan ikut perang melawan pemberontak. Juga dalam literatur yang lebih sahih, tidak terdapat perbedaan pandangan abu bakar, umar dan Ali. Bahkan sejarah mencatat jika kemudian Ali menikahkan anaknya dengan Umar.

Wilwa

@Agus. Selain siklus 30 tahunan lebih kurang. Juga ada cocoklogi yang menyebut siklus 700 tahunan (plus minus). Yaitu ketika pulau Jawa dan Sumatra mulai terisi oleh imigran dari utara entah itu dari Yunnan 云南 (seperti yang pernah diajarkan di sekolah era Suharto) atau dari Taiwan atau entah dari manalagi yang terjadi sekitar 0 Masehi. Lalu di abad 7-8 muncul Sriwijaya “Buddhist” di Sumatra dan Mataram “Hindu” di Jawa. Lalu pada abad 13-14 muncul Majapahit yang menyatukan Nusantara plus Malaysia dan sebagian Indo-China. Lalu abad 20-21 muncul Indonesia. Itu gambar besar siklus 700 tahunan. Selain siklus 30 tahunan. Di tanah ini. 

Jokosp Sp

Kenapa pohon di sana tumbuh malas?. Pastinya karena bukan wanita yang menanam. Akan pasti hijau dan bertumbuh jika ada wanita Indonesia yang merawat. Jadi, pastinya akan tumbuh dan hijau jika Ibu Risma yang merawatnya, kayak di Surabaya itu.

Jokosp Sp

Konsistensi merawat itu yang terpenting, bukan sekedar selesai sampai menanam. Bukan sekedar memenuhi budged yang sudah dibuat dan menghabiskan anggaran. Ahhhhhhhh nanti buat lagi, buat proyek baru lagi. Mentalnya harus dirubah dulu.

Jokosp Sp

KFC di Arab antriannya panjang. Di Indonesia gara-gara kekuatan medsos kalau pemiliknya orang Israel KFC nya jadi nyungsep. Gegara boikot produk. Berpikirnya terlalu sempit dan mudah emosian. Tidak tau kalau para peternak ayam menjerit pilu karena pembeli ayamnya tidak bisa beli.

M.Zainal Arifin

Sempit? Penjajah yg berpikiran sempit.

Bahtiar HS

Mereka jauhkan aku dari jendela Layla // Hatiku pun mendampingi penghuni jendela itu // Adakah jalan bagiku dan baginya menuju cinta // Andaikan semua air susu membeku untuk dituangkan // Lantaran kasihnya lah, ia kan mencair dan mengalir untukku Eaaa...

Bahtiar HS

Di akhir tulisan CHD hari ini Abah Dahlan menulis: Setelah melihat pagar itu saya berkesimpulan: bergegaslah ke Madinah. Mumpung jendelanya masih ada-- ups, mumpun pagarnya masih ada! Hingga sudah sampai di Saqifah Bani Saidah pun Abah masih terkenang2 dengan jendela itu. Hal ini mengingatkan saya pada kisah Qais dan Layla; atau terkenal juga dengan kisah Layla Majnun. Nama lengkap Layla adalah Layla binti Mahdi bin Sa'd bin Ka'b bin Rabi'ah. Sedangkan nama lengkap Qais adalah Qais bin Mulawwih bin Muzahim bin 'Adas bin Rabi'ah bin Ja'dah bin Ka'ab bin Rabi'ah. Ada jg yg menyebut Qais bin Mu'adz dari kabilah Amir. Kisah cinta abadi keduanya ditulis oleh banyak penyair beragam versi. Kisah cinta yang berakhir tragis. Dalam salah satu paragraf puisi Qais dan Layla tertulis: Aku melewati dinding ini, dinding Layla // Dan aku mencium tembok ini, dan dinding yang ini // Bukan Cinta dari rumah-rumah yg telah mengambil hatiku // Melainkan Dia yang berdiam di rumah-rumah Meski hanya melihat dinding rumah kekasihnya, Qais teringat dengan Layla. Bukan dinding itu yang telah mengambil hatinya, melainkan Cinta Layla yang berada di dalamnya. Sepertinya sama dengan Abah, yang terkenang akan Layla yg putih dan cantik dengan 7-i: Aku memandang jendela itu, jendela Layla // Dan aku mencium pagar Saqifah Bani Saidah, seumpama jendela yang itu // Bukan Cinta di balik pagar itu yang telah mengambil hatiku // Melainkan Dia yg cantik dengan 7-i yg berdiam di balik jendela 

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

SERBA-SERBI PAGAR.. 1). "Bukan Mawar Penghias Taman. Tetapi Melati, pagar bangsa". (Motto Korps Wanita TNI AD). 2). Pagar adalah "struktur tegak" yang sengaja dirancang untuk membatasi atau mencegah gerakan melintasi batas yang dibuatnya. (Definisi "Pagar"). 3). Perumahan BTN. Biasanya tiap rumah membangun pagar masing-masing. Ada yang dibangun pengembang, karena satu paket dengan harga rumah. 4). Rumah Mewah. Umumnya tanpa pagar. Tapi kompleksnya diamankan melalui: "akses satu pintu". Namun satu dua rumah dipasangi pagar kokoh tinggi bak benteng. Yang harganya bisa sejuta kali harga rumah butir 3 di atas. 5). Batas Negara. Tidak dibangunkan pagar fisik. Tetapi dijaga Batalyon TNI. Yang ditugaskan bergilir. 6). Pagar Teras. (Judul CHDI hari ini). @Ssst.. Nulisnya jangan banyak-banyak. Ada "batas karakter".. 

Handoko Luwanto

Jurnal Prusuh Disway Edisi: Kalah Takut (Min,03-03-2024) #.Nama (Komen;Kata)AWARD [diReplyOrangLain:meReplyOrangLain] #1.Afa (2;81)★ [0:2] #2.Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺 (12;724)★★★ [7:4] #3.Ahmad Zuhri (2;62)★ [6:0] #4.alasroban (1;24) #5.Atho^illah (1;128)★ [4:0] #6.bitrik sulaiman (1;6) #7.Dasar Goblik (2;43) [0:1] #8.DeniK (2;45) [0:1] #9.djokoLodang (9;448)★★ [1:3] #10.Em Ha (2;68) #11.Ferdy Holim (1;8)✏️ #12.Fiona Handoko (2;168)★★ [0:2] #13.Gregorius Indiarto (2;67) [1:1] #14.Handoko Luwanto (6;572)★ [2:0] #15.hary anto (1;5)✏️ #16.Ibnu Ukkasyah (1;71) #17.Jimmy Marta (9;353)★★ [2:7] #18.Jo Neca (7;106)★ [0:6] #19.Johannes Kitono (1;173) [1:0] #20.Jokosp Sp (39;1254)✒️★⚾️ [1:38] #21.Juve Zhang (5;267) [7:0] #22.Lagarenze 1301 (7;591)★★★★⭐️ [8:0] #23.Lègég Sunda (2;12) [0:1] #24.Leong Putu (12;216)★ [8:3] #25.Liam Then (14;1886)★★★⚽️ [40:3] #26.M.Zainal Arifin (8;75)⏰ [0:4] #27.Muhammad Hamka (1;30)✏️ #28.MULIYANTO KRISTA (7;36) [0:7] #29.Nimas Mumtazah (4;145)★ [3:1] #30.Pedro Patran (1;5) #31.Richolas Tjhai (1;12) [0:1] #32.Rizal Falih (4;344)★ [1:0] #33.thamrindahlan (1;97) #34.tiviboxsaya android (7;227)★★ [2:5] #35.Udin Salemo (9;431)★ [0:6] #36.Ummi Hilal (1;38)★ [0:1] #37.Wilwa (2;112) [1:0] #38.Xiaomi A1 (1;108) [2:0] #39.Yellow Bean (1;5) #40.yulian yulian (1;33)★ Total: 192 Komentar dengan 30★ dari 19 Orang ✏️: Rookie per 30Sep2023 (3 Orang) ✒️: Komentar Terbanyak ★: Komentar Pilihan ⭐️: Komentar Pilihan Terbanyak ⚽️: Terbanyak Direply ⚾️: Terbanyak Mereply ⏰: Pertamax

Gregorius Indiarto

Begitu dekatnya hingga dituliskan sepelemparan piring. Sepelemparan batu begitu jauh, apa lagi jika batu dilempar dengan ketapel (plintheng). Sepelemparan piring, paling jauh hanya dari dapur sampai ruang tamu, atau jika lebih jauh sedikit sampai halaman. Sepelemparan piring memang begitu dekat, bahkan membuat semakin dekat. Semakin dekat sama istri, atau lebih tepatnya semakin takut sama istri. Bahkan ada yang mengartikan menjadi lebih "sayang / setia" sama istri. Tafsir piring terbang, antara setia - sayang denga takut istri saja bisa beda. Apalagi tafsir tentang peristiwa masa lalu. Met pagi, salam sehat, damai dan bahagia. 

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

PERGOLAKAN MENJELANG JEPANG TUMBANG DAN LARI TUNGGANG LANGGANG: DI "TERAS" RENGASDENGKLOK.. Begitu Jepang menyerah kepada Sekutu, para pemuda menganggap, saat itulah WAKTU PALING PAS kita menyatakan merdeka. Kalau terlambat, takut keburu Belanda datang (lagi). Dan merasa dialah pemilik RI. Tapi Bung Karno dan Bung Hatta TIDAK MAU. Keduanya ingin agar proklamasi dilakukan melalui PPKI atau Panitya Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Yang memang sudah disiapkan. Bersama Jepang. Sebaliknya, para pemuda tidak mau kemerdekaan melalui PPKI itu. Karena kalau itu yang dilakukan, maka akan ada yang menganggap kemerdekaan adalah hadiah atau buatan Jepang. Tetapi kalau BUKAN Bung Karno dan Bung Hatta, saat itu dirasa belum ada tokoh yang setara. Ini mirip pembahasan yang di teras Bani Saidah itu. Maka para pemuda memutuskan MENCULIK BK dan BH ke Rengasdengklok untuk MINTA dan MEMAKSANYA agar BK dan BH segera menyatakan kemerdekaan RI. ### Yang akhirnya terealisir di tanggal 17 Agustus 1945 itu..

Jokosp Sp

Pak@GW ......nanti pasti ada sejarah lemparan piring, karena ada pembagian makan gratis yang tidak merata atau adil, atau ada yang tidak dapat. Ditunggu. Wkwkwkwkwkwk

yulian yulian

Nah ham, do'a in bah, biar bisa jua lakas malihat teras Bani Saidah di Madinah, jadi bisa jua mangesahakan lawan dingsanak Nang lain tentang situasi Madinah wayahini.....

Gianto Kwee

Istilah baru, "Sepelemparan Piring" Pasangan suami istri, baru atau lama kadang hobby nya main lempar lemparan piring dan itu sangat "Lumrah" selama masih tidur seranjang ! Istilah barunya terinspirasi dari peristiwa main lempar piring yang baru terjadi ?!

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda