Resep Menang Pilkada tanpa Politik Uang

Cover buku: Personal Branding for Politician, Strategi Marketing Memenangkan Pemilu, Pileg dan Pilkada -- karya Yuswohady dkk.

COWASJP.COMResensi
Buku : Personal Branding for Politician : Strategi Marketing Memenangkan Pemilu, Pileg dan Pilkada
Penulis : Yuswohady dkk
Tahun : Januari, 2024
Penerbit : Inventure, Jakarta
Halaman : 458 + IX

***

COBLOSAN pemilihan umum serentak untuk memilih presiden dan wakil rakyat barusan selesai. Hasil sementara sudah bisa dilihat. 

Beberapa waktu mendatang, giliran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak digelar. Pilkada serentak tersebut dijadwalkan bulan November 2024. Masih ada waktu bagi para calon untuk menyiapkan diri.

Bagi Anda yang ingin maju berkompetisi ikut Pilkada, buku ini patut Anda baca dan praktikkan. Tapi jangan kaget. Mungkin buku ini isinya berbeda dengan yang selama ini ada di benak Anda. Mengapa?

Buku ini akan mengubah pandangan umum dalam pelaksanaan pemilihan umum maupun Pilkada. Mungkin termasuk pandangan Anda. Ya, noble purpose buku ini adalah untuk membumihanguskan money politics dalam praktik demokrasi di bumi Indonesia tercinta. 

Buku ini ingin mengubah kondisi politik dan demokrasi yang makin memprihatinkan. Yakni maraknya politik uang dalam setiap pemilihan. Kerisauan terhadap politik uang itulah yang mendorong Yuswohady menulis buku ini. 

"Kami prihatin jika pemimpin-pemimpin bangsa ini adalah produk dari proses dan budaya politik yang korup dan hasil dari praktik politik yang tidak terpuji semacam ini. Ini harus diubah," tegas Yuswohady. (h.vi)

Sebagai aktivis pers mahasiswa UGM tahun 1990-an, waktu itu Yuswo pun ikut aksi turun ke jalan. Mengingatkan penguasa dan mengoreksi sistem politik dan demokrasi yang ada. Kini, "teriakan" korektif tersebut ia tulis dalam bentuk buku setebal 458 halaman. 

Ia melakukan riset, untuk menyusun "jalan alternatif" bagi para politisi terjun ke gelanggang. Jalan yang mestinya menjadi arus utama dalam berpolitik, terutama dalam menghadapi Pemilu maupun Pilkada. Yuswohady pun memaparkan cara-cara yang beradab untuk memenangkan konstetasi politik. 

"Murid" dari Suhu Marketing Hermawan Kertajaya ini menganjurkan pendekatan stratejik marketing kepada para politisi. Melalui buku ini, ia melakukan call to action kepada para politisi. Baik di eksekutif, legislatif, maupun yudikatif di pusat maupun daerah untuk meninggalkan praktik money politics. 

Ia serukan: Marketing Yes! Money Politics No!

Tak hanya "omon-omon" untuk melarang politik uang. Yuswohady menunjukkan langkah-langkah, step by step, bagaimana memarketingkan diri. Alih-alih mengandalkan uang, ia tawarkan jalan  yang menggunakan keunggulan kompetitif dari politisi itu sendiri. Baik dari sisi karakter, kompetensi, visi-misi program maupun yang lainnya. Jalan yang lebih beradab dan beretika.

Ditunjukkan empat langkah stratejik. Pertama, Personal Brand Audit. Ini langkah memetakan situasi persaingan yang meliputi voter audit (analisis pemilih), self audit (analisis pribadi kandidat) dan competitor audit (analisis pesaing).

Langkah stratejik kedua Personal Brand Core (PBC). Yakni menggali faktor keunggulan yang membedakan Anda dengan pesaing, Lima elemen PBC meliputi tujuan, karakter, kompetensi, value preposition, dan brand narrative. Kelima elemen inilah yang mesti disusun menjadi personal brand statement. Yang harus dikomunikasikan terus kepada konstituen.

erwan1.jpgErwan Widyarto, Mantan Wartawan Jawa Pos

Langkah ketiga, merumuskan personal brand strategy. Agar mudah diingat, model-model strategi ini dia pakai istilah sepakbola. Ada model guard (defensive), winger (maintain offensive), playmaker (offensive passive), striker (aggressive) serta third way (passive aggressive). 

Dengan gamblang, Yuswohady menggambarkan strategi ini dengan mencontohkan positioning para pasangan calon presiden 2024. Model guard (defensive) dilakukan oleh petahana atau yang ingin melanjutkan petahana (Prabowo-Gibran). Strategi striker, penyerang, dipakai oleh kubu perubahan (Anies-Muhaimin). Sedangkan Ganjar-Mahfud dikategorikan ke dalam strategi third way.

Langkah stratejik keempat adalah personal brand tactic. Setelah merumuskan strategi personal brand, maka panduan strategis tersebut harus diterjemahkan ke dalam taktik komunikasi yang tepat dan relevan. Konsep personal brand core harus dikerucutkan menjadi core message dan slogan yang simpel, jelas dan nendang. 

Dicontohkan slogan Barrack Obama (CHANGE: We can belive in), Donald Trump (Make American Great Again), Jokowi-Amin (Indonesia Maju) dan SBY-Kalla (Bersama Kita Bisa). (h.17)

NEVER ENDING JOURNEY

Yuswohady mewanti-wanti para politisi. Bahwa, para politisi yang sedang membangun brand personal-nya harus ingat, aktivitas tersebut bukan pekerjaan musiman, lima tahun sekali. Membangun personal branding adalah never ending journey. Pekerjaan yang harus dilakukan secara terus menerus. Kemudian dikomunikasikan melalui beragam saluran media. Dengan tujuan membangun familiarity (awareness), likeability (connections), yang kemudian dikonversi menjadi electability (decision to vote).

Tidak hanya mengajak politisi bertindak dengan langkah step by step yang cukup rinci, dalam buku ini,  dipaparkan pula studi kasus personal branding para politisi. Mulai dari enam konstestan calon presiden dan calon wakil presiden (Anies, Muhaimin, Prabowo, Gibran, Ganjar dan Mahfud MD), tiga ketua partai politik (Airlangga, Kaesang dan Zulhas), dua eksekutif profesional (Sandi dan Erick Tohir), empat politisi Senayan (Ahmad Sahroni, BamSoet, Andre Rosiade, Bambang Wuryanto) dan dua Srikandi Senayan (Dessy Ratnasari, Grace Natalie).

Ada pula contoh personal branding dari politisi muda (Faldo Maldini dan Emil E Dardak), artis (Eko Patrio dan Ahmad Dhani), kepala daerah (Ridwan Kamil, Tri Rismaharani dan Khofifah Indar Parawansa) dan politisi dari jalanan Andi Arief, Budiman Sujatmiko dan Adian Napitupulu. Juga diungkap personal branding Angela Tanoesoedibyo dan Edy Soeparno. 

Yuswo juga menulis topik yang lagi hot: soal dinasti politik. Namun, dalam bab "Bersolek untuk Kelangsungan Dinasti Politik" ini tidak ada nama-nama Keluarga Jokowi seperti Gibran, Kaesang, maupun Bobby Nasution.Tim riset justru memasukkan hasil riset personal branding Puan Maharani, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Airin Rachmi Diany,

Paparan tentang Gibran masuk di bab Berlari Menuju Kursi RI 1, sedangkan Kaesang masuk pada bab pemimpin partai politik. 

Tokoh yang diriset dalam buku ini, disajikan potret digitalnya dalam bentuk infografik. Ada 5 tagar tertinggi yang berhubungan dengan figur tersebut. Kemudian analisa emoticon dalam percakapan di media sosial, serta persepsi yang muncul terhadapnya. 

Saat menulis soal Puan Maharani (h.397-406), Yuswohady menegaskan rekam jejak Puan tak pernah lepas dari rekam jejak politik keluarganya terutama Soekarno. Selain identik dengan latar belakang keluarganya, personal branding Puan yang kuat adalah dia sebagai karakter  yang penuh kontroversi dan politisi perempuan dengan pengalaman yang lengkap. 

Sedangkan untuk AHY, buku ini mengungkap hasil risetnya dalam bab 14 (h.407). Judulnya "Putra Mahkota Demokrat yang Kelimpungan Membangun Branding." Diungkap bagaimana branding AHY yang serba tanggung karena ia tidak berusaha membentuk persepsi unik di benak pemilih atau masyarakat. 

Begitu pula dalam brand persona. Kendati AHY adalah sosok pemimpin muda tapi gaya politiknya kontras dengan kondisinya. Ia banyak mengadopsi gaya-gaya konservatif yang kurang fun dan relate dengan anak muda. Gaya komunikasinya di media sosial belum menunjukkan sisi luwes dan menyenangkan.(h.412)

Kendati menunjukkan cara-cara yang mesti dilakukan dalam membentuk personal branding, dan memberi contoh "hasil" personal branding, buku ini kurang memberi cara "how to" yang lebih detail. Hanya diberikan garis besarnya saja. Sepertinya para politisi diajak berpikir untuk mengkonstruksi dirinya sendiri. 

Barangkali karena itulah, membaca buku ini menjadi lebih asyik. Para politisi, atau siapa pun yang ingin membangun personal branding bisa bereksperimen menyesuaikan situasi dan kondisi masing-masing. 

Jika dimaksudkan untuk memberi panduan bertindak para politisi yang maju Pilpres maupun Pileg, buku ini jelas terlambat hadir. Namun, untuk menyambut Pilkada, buku ini menemukan relevansinya. Mereka yang ingin berlaga dalam pemilihan kepala daerah serentak 2024, bisa belajar dari buku ini. Contoh personal branding para politisi di tingkat nasional bisa dijadikan inspirasi ataupun benchmark.

Konsep buku ini kekinian. Sedikit tulisan. Banyak gambar dan infografik. Hanya saja ukuran tulisan (font) terlalu kecil. Banyak keterangan pada infografik yang sulit dibaca. Apalagi untuk ukuran orang yang mau maju Pilkada yang biasanya sudah berkacamata plus. 

Dengan mempraktikkan strategi yang ada dalam buku ini, mereka yang mau maju berkompetisi dalam Pilkada diharapkan bisa menang tanpa politik uang. Yuswohady pun mengajak saatnya mengakhiri lingkaran setan politik uang dengan meneriakkan: Marketing Yes, Politik Uang No!(*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda