Ikut Cahaya

Hody Zacharia di depan antrean Disneyland. (FOTO: DISWAY)

COWASJP.COM – "ANDA sendirian?"

"Iya".

"Sudah berapa kali ke Disneyland?"

“Sudah sering. Saya punya tiket terusan. Untuk satu tahun".

Di sepakbola sudah biasa ada tiket terusan. Ini Disneyland. Ternyata juga ada tiket terusan. Bisa ke Disneyland kapan saja. Selama setahun. Tahun lalu juga. Tahun depan pula. Ia selalu memperpanjang tiket terusan itu.

Ia sudah 14 tahun di Shanghai. Masih tetap seperti Aat, bertahan sebagai jomblo.

Namanya: Hody Zacharia.

Ayah: Sangir Talaud.

Ibu: Minahasa.

Umur: 46 tahun.

Pekerjaan: guru teater, untuk mata pelajaran tata cahaya.

Jadi guru sekolah teater di Shanghai. Itulah anak muda kota. Yang ketika di kereta bawah tanah sesekali menyapukan pandangannya ke saya. Kini sama-sama di alam terbuka depan Disneyland.

"Pernah baca Disway?"

“Tidak pernah".

"Kenapa tidak segera masuk gerbang?"

“Tunggu bapak...".

"Saya tidak bisa masuk. Tidak punya tiket".

"Trus bapak mau ke mana?"

“Mau balik Shanghai. Tapi tidak punya uang".

"Saya antarkan..." katanya serius.

"Hah? Antarkan? Anda kan harus ke Disneyland..." kata saya sambil khawatir ia akan menjawab...''iya...sih''.

"Tidak apa-apa. Saya sudah sering ke sini," kata Hody tetap serius.

Dari situlah saya tahu ia punya tiket terusan. Rasa bersalah saya berkurang sedikit. Ia bisa ke sini lagi besok. Atau lusa. 

Kami pun akrab. Lalu muter-muter di street walk. Semua kafe, toko, dan resto masih tutup. Kami pun memutar mencari jalan balik. Saya tidak berhasil masuk Disneyland. Tapi di luarnya pun sudah terhibur. Ada danau besar sekali. Ada patung Donald Bebek raksasa di atas danau itu. Tadi seperti gajah di pelupuk mata. Tidak terlihat. Konsentrasi pada antre, labirin dan loket. 

Sekarang puncak ekspektasi sudah lewat. Kurva sudah menurun. Hati sudah tenang –setelah bertemu juru selamat. Kami bisa berjalan santai di tepi danau.

Hody-lah yang membelikan tiket kereta. Ia sendiri pakai tiket langganan. Tidak heran. Tiket terusan Disneyland saja ia punya, apalagi tiket kereta bawah tanah. Jangan-jangan ia juga punya tiket terusan pesawat luar angkasa.

"Bagaimana kalau kita ke museum Natural History? Pernah ke sana?" tanyanya.

"Mau! Belum pernah".

Maka di stasiun berikutnya kami pindah kereta jurusan museum.

"Museumnya menarik. Gedungnya 5 lantai ke bawah," katanya.

disway.jpg1.jpgNatural History Nuseum, Shanghai. (FOTO: DISWAY)

Baru kali ini ke Shanghai masuk museum. Saya ingin membandingkan. Saya pernah ke museum Natural History yang di New York. Di sebelah Central Park itu.

Yang di Shanghai ini juga menarik. Lengkap. 

Ini hari Sabtu. Begitu banyak pengunjung. Antreannya panjang juga. Sampai diputar di labirin juga. Gila. Masuk museum seperti masuk konser.

Mayoritas pengunjung adalah suami-istri yang menggandeng anak kecil. Atau hanya ibu dan anak kecilnyi. "Di Shanghai, hari Sabtu adalah hari anak," ujar Hody. "Orang tua pasti mengajak anak jalan-jalan di hari Sabtu," tambahnya.

Mendengar kata-kata Hody itu sebilah belati seperti menusuk di ulu hati. Saya tidak pernah melakukan itu di masa lalu. Saya tidak pernah punya hari Sabtu. Pun hari Minggu. Lebaran pun koran tetap saya minta terbit. Begitu bangga, kala itu, disebut sebagai pelopor banyak hal di dunia media.

Pengunjung museum ini tahu:  mereka orang ke berapa yang memasuki museum. Ada display digital di dindingnya. Saya orang yang ke 2.976 hari itu. Pada jam 9 pagi. Angka digital itu berjalan terus. Begitu mencapai 5.900 pintu ditutup. Tidak ada lagi izin masuk.

Di mana-mana museum biasanya lengang. Di Shanghai sampai dibatasi. Kami masuk lantai pertama: ke alam raya ketika belum ada manusia. Memutar turun ke lantai bawah: mulai ada binatang. Berbagai saurus dipajang dengan ukuran sebenarnya. Sebagian dibuat bergerak.

Lebih ke bawah mulailah masuk ke tahap evolusi. Sampai terjadinya manusia. Dimulai sejak 10.000 juta tahun lalu. Ditampilkan juga film evolusi: manusia bukan ciptaan Tuhan. Manusia adalah hasil evolusi dari kera.

Dipamerkanlah fosil-fosil manusia purba. Dari berbagai belahan dunia. Di satu dinding terlihat fosil manusia Jawa. Dua buah. Dari Sangrian, Sragen (tidak ditulis Sangiran) dan dari Trinil, Ngawi. 

Pukul 13.30 barulah kami keluar museum.

Lapar.

Belum sarapan.

"Mau makan apa? Udang? Ikan? Daging?" tanya Hody.

"Mi saja".

"Hanya mi?"

Saya mengangguk. Jangan sampai ia keluar lebih banyak uang lagi.

"Lanzhou la mian?" tanyanya seperti bisa membaca isi kepala saya.

Awalnya Hody bekerja di satu SMA swasta di Jakarta. SMA internasional. Menangani komputer. Lalu jadi asisten guru komputer. Ketika pemilik sekolah membuka sekolah serupa di Shanghai, Hody dipindah ke sekolah baru itu.

Lima tahun kemudian ia pindah kerja. Ke sekolah SMA khusus teater. Tetap di Shanghai. Ia punya kemampuan di program tata cahaya lampu. Ia pun jadi guru teater khusus tata lampu.

Saya memesan mi. Hody memesan mirip iskander di Turki.

Hody tentu sering ke Disneyland. Ia perlu mengamati tata lampu di pertunjukan-pertunjukan di sana.

"Mengatur tata cahaya di teater SMA lebih sulit. Gerak mereka kan belum matang," kata Hody. Tidak mudah membuat bagaimana sorot cahaya bisa mengikuti gerak pemain drama. Atau gerak penari.

Hody mengajarkan bagaimana cahaya lampu bisa mengikuti gerak penari secara tepat. "Sekarang memang sudah ada AI. Tapi keterampilan dasar harus punya," katanya.

Kini tubuh penari bisa dipasangi chip. Terhubung langsung ke lampu yang digerakkan dengan AI. Tidak mudah jadi guru tata cahaya di zaman kecerdasan buatan.

Habis makan kami ke hotel. Jalan dengan energi baru. Hody sudah ketularan budaya orang Shanghai: jalannya cepat.

Hody tahu, anak-cucu saya akan di Disneyland sampai malam. Ia pun begitu. Maka Hody menawarkan makan malam. Ia akan mengajak teman Indonesia lainnya. Teman itu juga dari Indonesia. Sudah 14 tahun pula di Shanghai. Wanita. Cantik. Istimewa. 明天见. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Edisi 3 Januari 2023: Ikut Sendiri

Liáng - βιολί ζήτα

Membaca CHDI hari ini serasa membaca novel..... banyak hal yang terasa didramatisir ..... wkwkwkwkwk ..... Maaf Abah ..... berhubung masih libur - masih ada waktu senggang untuk isengin Abah..... wkwkwkwkwk.....

thamrindahlan

Saya suka komentar model ini Bang Syaiful Ahmad. Out of the box. Menghibur dan membuat perusuh tersenyum apalagi Abah yang acap di "dikerjain" perusuh Jawaban Pemudi " maaf Pak saya ngak punya uang receh" Lanjutkan.

Gregorius Indiarto

"Hai Anak Indonesia yang hebat, Eyang harus kembali ke hotel, hotelnya jauh. Eyang 'gak punya duit. Demi napas Eyang, supaya tidak putus, pinjam dulu limaratus"

Saiful Ahmad

Lanjutannya "Ia anak Indonesia yang hebat. Masih muda. Kami pun berjabat tangan. Lalu berbincang-bincang. Saya akhirnya cerita kenapa tidak bisa masuk ke dalam bersama cucu dan istri. Si hebat ingin menyerahkan tiketnya agar saya bisa masuk. Tapi buru-buru saya tolak. Tidak etis orang tua minta-minta ke anak muda. Lalu saya persilakan si hebat itu melanjutkan perjalannya. Ia pun mulai menjauh dari pandangan saya. Sementara saya masih berdiri bingung. Bagimana bisa kembali ke Hotel. Tidak ada uang di kantong. Dompet di bawa istri. Tiba-tiba teringat si hebat tadi. Saya pun lari mengejarnya. Dari jauh kelihatan ia sedang antre. Saya tepuk pundaknya dari belakang. Ia pun menoleh ke belakang. "Anak muda" " Abaah, ada apa mengejarku ke sini?" Tanyanya lirih sambil mengernyitkan dahi. "Saya mau minta to to tolong" jawab saya gemeteran. "Minta tolong apa, Bah?" Lalu saya mendekatinya. Saya dekatkan mulut saya ke kupingnya. Sambil memegang pundak kirinya saya bisikkan lirih-lirih. "Pinjem dulu seratus".

Amat K.

Dalas balangsar dada. Haram manyarah, waja sampai ka puting. "Dimana Ada Kemauan Disitu Ada Jalan, Dimana Ada Kemaluan Disitu Ada Persoalan."

Jokosp Sp

100 ribu ja kadak baisi di saku salawar kaya apa? Duh minah kejamnya dikau.

Amat K.

Purun banar nini kada ingat memberi kai sangu

Febri Nazuka

Selalu ada jalan ketika masih ada tabungan kebaikan yang dicairkan.

Ulik Kopi

Tulisan hari ini serupa pendahuluan tapi yang kepanjangan. Pas mau masuk pokok bahasan sudah tidak muat lagi tempatnya. Terkena batas karakter. Atau batas waktu. Atau batas kemauan, keburu ngantuk. Jadi besok apa mau ikut anak muda itu balik ke kota bah? Apa akhirnya Abah bisa pinjam dulu seratus? Jangan tidak diteruskan ya bah, posisi terakhir Abah masih sendiri dan kedinginan. Jangan nanti tahu-tahu sudah di Surabaya. Jalannya lewat kemauan siapa?

Leong Putu

Penelusuran Anda - Jiwa "mbonek" njenengan kenemenen bah. Nang Suroboyo mbasio gak nduwe duwit iso teko GBK nggandol trek. Lha ng kunu gak nduwe duwit mosok katene nggandol sepur numpak nang nduwur gerbong ta bah? Ngajak tret tet tet nang Shanghai be'e? dalam bahasa inggris - tidak cocok dengan dokumen apa pun. Mbak google saja tidak mengerti bahasa yang Anda pakai, Cak.

Mirza Mirwan

Kalau saja tidak berjumpa dengan anak muda dari Indonesia itu apakah Pak DI benar-benar akan kembali ke hotel dengan berjalan kaki? Saya yakin mbolokin: tidak. Walaupun biasa senam dansa selama 1-2 jam, pasti Pak DI tak akan sanggup. Kenapa? Disneyland berada di Distrik Pudong. Hotel Pak DI -- berdasar cerita di CHD edisi "Ikut Semut" -- sepertinya berada di Distrik Huangpu. Itu berarti jaraknya antara 25-35km. Mungkin kuat, sih, jalan kaki sejauh itu. Tapi esok paginya pasti betis terasa sakit. Perlu diurut. Lha kalau tidak berjalan kaki lantas bagaimana cara kembali ke hotel? Hallaaah, Pak DI kan punya kenalan di Shanghai. Tinggal telepon salah seorang saja, pasti menyuruh sopir untuk menjemputnya. Hanya saja, waini, kalau mengaku nggak punya uang blass, kemaluannya itu, lho.

doni wj

Untuk Jack Ma, itu tidak mengejutkan, Bung Lagarenze. Gegara komennya tentang sistem ekonomi China yg terlalu tertutup, di sebuah forum, IPO Ant Group di 2020 harus dibatalkan oleh otoritas pemerintah. Padahal digadang2 akan tembus USD 37 miliar (Rp 555 triliun), mengalahkan IPO Aramco USD 26 (+3) miliar, dan anak perusahaannya sendiri, Alibaba USD 25 miliar. Hanya 3 hari sebelum IPO (pernah diulas CHD). Alasan resminya, Ant Group akan terlalu memonopoli ekonomi China. Pada saat itu, pengguna Alipay sudah tembus 1 miliar (dari 1,4 miliar penduduk China). Jack Ma yg punya saham langsung 10% dan tidak langsung melalui perusahaan investasi Hangzhou Yunbo 50,5% , akan memonopoli aliran keuangan masyarakat. Jack Ma langsung "disetrap" pemerintah. Berbulan2 tidak kelihatan atau terdengar komen, kiprah, bahkan keberadaannya. Namun dalang memang tidak kurang akal. Untuk menyelamatkan Ant Group. Jack Ma melepaskan seluruh hak suaranya di Ant Group. Membaginya ke orang2 kepercayaan. Memang ada aturan di China, status ini harus berjalan 3 tahun, sebelum boleh IPO lagi. Otoritas sudah merestui. Maka patut ditunggu, apakah dg langkah "mendepak Jack Ma" ini Ant Group berhasil IPO? Yg dilakukannya itu "ngeculke sirahe, nggondheli buntute".. (melepaskan kepalanya, memegang ekornya) Secara resmi tidak berkuasa, tapi tetap (kebangetan) kuaya. 

 *) Dari komentar pembaca http://disway.id

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda