Sang Begawan Media

Ridwan Jabbar

Kang Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat. (FOTO: Bonsernews.com/ Instagram/ golkar.indonesia - kabarfajar.com)

COWASJP.COM – RIDWAN KAMIL sudah pamitan: hari ini, 5 September, masa jabatannya sebagai gubernur Jawa Barat berakhir. Itu juga dialami Ganjar Pranowo di Jateng, gubernur Sumut, Papua, NTT, NTB, Kalbar, Sulsel, Sultara, dan gubernur Bali.

Di antara mereka, yang langsung sibuk adalah Ganjar. Ia sudah resmi jadi calon presiden dari PDI-Perjuangan.

Ridwan masih harus berjuang. Yang sudah pasti adalah maju lagi di Jabar: untuk periode kedua. Lalu masih punya peluang besar yang lebih baik:  dilamar jadi wakil presiden. Terserah: oleh Ganjar atau Prabowo Subianto.

Prabowo memang sudah kuat di Jabar: terbukti di pilpres empat tahun lalu. Entah tahun depan. Ketika Anies juga kuat di Jabar. Rasanya Prabowo lebih mencari pasangan untuk menang di Jatim. Di pilpres lalu Prabowo kalah telak di sana.

Harusnya Ganjar lebih berkepentingan atas Kang Emil. Ganjar lemah di Jabar maupun di Jatim. Tapi Jatim tidak masalah. Mesin politik PDI-Perjuangan akan bisa menggerakkan Jatim. PDI-Perjuangan adalah pemenang pemilu di Jatim. Karena itu ketua DPRD Jatim berasal dari PDI-Perjuangan. Bukan PKB.

Dari hitungan itu Ridwan bisa sangat dibutuhkan oleh Ganjar. Kecuali ada hitungan lain. 

Apa pun Ganjar harus menang di Jabar. Tapi lewat apa? Kekuatan pribadinya, ditambah kekuatan partai, akan bisa sikat habis Jateng. Demikian juga lewat partainya, Ganjar bisa menang di Jatim. Dan lewat Ridwan Kamil mungkin bisa memenangkan Jabar.

Tapi Ridwan Kamil adalah Golkar. Waktu pamitan kemarin ia mengenakan kaus oblong warna kuning. Ada tulisan sederhana di dadanya: Nuhun Jawa Barat.

Di acara itu ia mengklaim berhasil membuat Jabar juara. "Jabar menjadi provinsi terbaik," katanya. Lebih 500 perubahan dilakukan selama lima tahun menjadi gubernur.

Saya tidak punya waktu melakukan pengecekan. Tapi pembaca zaman sekarang bisa mencari data pembanding di mana saja.

Saya hanya bertanya kepada beberapa orang Sunda: bagus mana antara Kang Aher dan Kang Emil. Aher adalah Ahmad Heriawan, Gubernur Jabar sebelumnya. Kang Emil adalah panggilan untuk Ridwan Kamil.

Umumnya, yang saya tanya itu, mengatakan nilai Kang Aher adalah 8 (1-10). Tapi mereka tidak mau menilai Kang Emil karena tidak sepadan. Kang Aher dua periode. Sedang Kang Emil baru satu periode. Itu pun terpotong masa Covid-19 selama dua tahun.

Keduanya memang berbeda orientasi. Kang Aher sangat dikenal dengan peninggalan jalan lintas selatan: dibuat mulus semua. Kang Emil membangun semua alun-alun di semua kabupaten dan kota.

Soal alun-alun memang urusan bupati dan wali kota. Tapi Ridwan turun tangan. Ia seorang arsitek terkemuka. Desain arsitekturnya sering juara. Pun di tingkat internasional. Ia mungkin sesak dada melihat wujud semua alun-alun lama di Jabar. Maka ia lakukan koordinasi dengan para kepala daerah. Alun-alun ditata ulang. Dana dikucurkan.

Ridwan juga sesak napas melihat kota-kota industri seperti Karawang, Bekasi, dan Tangerang. "Itu bukan kota. Itu kumpulan pabrik," katanya kepada media grup Disway di Bandung pekan lalu.

Karena itu Ridwan juga ingin menata kawasan utara Jabar. Agar di samping sebagai kekuatan ekonomi juga bisa menjadi kekuatan kehidupan seorang manusia. Bukan hanya jadi kumpulan alat kerja. Yang setelah bekerja mereka tidak tahu harus bagaimana, sebagai seorang manusia. "Kota-kota industri harus dirancang ulang agar menjadi kota kehidupan manusia," katanya.

Tentu waktu satu periode tidak cukup. Apalagi terpotong Covid. Itulah agenda yang nyata untuk masa jabatan kedua.

Kalau tidak jadi wakil presiden.

Mungkin ia bisa bilang: justru ketika jadi wakil presiden rencana tersebut bisa lebih cepat terwujud. Sama dengan ketika Gubernur DKI Jakarta Jokowi menjadi capres dulu: banjir Jakarta lebih bisa diatasi. 

Jadi, siapa yang mengincar Ridwal Kamil? Prabowo? Ganjar?

Atau jomblo?

Kalau pun jomblo tidak akan lama. Tahun depan pilgub dilangsungkan. Yakni setelah pilpres. Setelah pileg. Di pileg itu istri Ridwan Kamil, Atalia Praratya, maju sebagai calon anggota DPR. Mewakili Golkar. Dari daerah pemilihan Bandung.

Atalia hampir pasti terpilih. Dia sangat populer. Cantik. Ke mana-mana lebih suka naik sepeda motor. Keren. Dengan celana ketatnyi, sepatu jenggonyi, baju modisnyi, dan sepeda motornyi sendiri: jenis jadul yang legendaris. Merek Yamaha XSR 155.

Ridwan Kamil memang masih punya peluang untuk naik. Apalagi dengan munculnya pasangan A-Min. Selebihnya adalah suratan tangan.

Pamitan Ridwan Kamil dilakukan di Masjid Al Jabbar Bandung. Masjid itu indah. Terlihat, pun dari stasiun kereta cepat Tegal Luar, Bandung. Itu Ridwan yang merancang. Kini jadi tujuan wisata religi. Ada museum Nabi Muhammad di dalamnya.

Di situ Ridwan seperti menyindir seseorang. "Pemimpin itu harus visioner. Tapi juga harus punya road map untuk mencapai visinya itu. Kalau tidak, ia bukan seorang pemimpin. Ia hanya seorang pemimpi". (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan

Edisi 4 September 2023:  Desa e-Voting

Xiaomi A1

Bambu Pemecah Angin.. Salah satu fungsi bambu adalah memecah angin secara alami, krn itulah biasanya secara natural bambu banyak tumbuh di pinggir sungai, pinggir sawah, jg lereng gunung, krn disitu2 biasanya jalur angin bertiup, khusus di tepi laut memecah angin itu tugas pohon kelapa.. Setahun lalu terjadi angin puting beliung di daerah kahuripan nirwana, tidak heran biasanya untuk membuat proyek perumahan pasti diratakan dulu semua tanaman termasuk bambunya, dibikin rumah terus dihias pohon2 besar biar kelihatan indah dan rindang, tp pohon2 itu ternyata mudah roboh diterjang angin.. Saya pun mencari2 hal apa yg nyambung dengan angin topan yg terjadi tsb, ternyata kahuripan nirwana memang cukup dekat dengan Tanggul-Angin..

Xiaomi A1

Cak Mul masih ingat ndak, JTV dulu ada siaran berita bahasa jawa..disitu puting beliung disebut dengan pentil munyer..wkwk

Parikesit

Kekurangan eVoting itu..., tidak bisa digelembungkan, upss.. Hehehe....

 Mukidi Teguh

Boks komen ini angin2an. Kadang muncul kadang lenyap. Tumben habis magrib ini muncul, setelah beberapa hari lenyap.

Mirza Mirwan

Saya menantang manteman yang ahli budgeting untuk membuat hitungan berdasarkan data berikut ini: Anggaran pemilu 2024 -- pileg dan pilpres 14 Februari 2024 (termasuk bila 2 putaran pilpres) dan pilkada 27 November 2024 -- sebesar Rp102,8 triliun. Dari jumlah itu yang Rp76,6 triliun berasal dari APBN, sisanya yang Rp26,2 triliun dari APBD selama 4 tahun anggaran, 2022-2025. Jumlah TPS nantinya 820.161 TPS. Yang sudah-sudah, biasanya dalam satu TPS ada 3 bilik suara. Kita ingin menyelenggarakan pemilu lewat e-voting? Oke, kita bukan hanya perlu EVM (electronic voting machine), tetapi juga perangkat pelengkapnya: VVPAT (voter-verifiable paper audit trail). Dengan asumsi tiap TPS perlu 3 unit EVM dan VVPAT, berapa anggaran yang diperlukan untuk membuat satu unit EVM dan VVPAT dengan anggaran Rp102 8 triliun itu setelah dikurangi, mungkin, sekitar 20% untuk honor KPPS. Silahkan menghitung. Oh iya, EVM dan VVPAT hanya digunakan tiap 5 tahun. Ada kemungkinan rusak ketika akan digunakan lagi.

Liam Then

Jika mempertimbangkan kemajuan teknologi bio metrik, sidik jari dan pengenalan wajah, teknologi sebenarnya sudah sampai. Masalahnya ada di resistensi pada tingkat pembuat kebijakan. Ini saya kira karena erat hubungannya dengan pakem yang sama diseluruh dunia. Badan organisasi sebesar pemerintah cenderung lambat dalam proses membuat keputusan atau perubahan. Tidak di Indonesia tidak di Amerika, atau diseluruh dunia. Respon pemerintah selalu dinilai lambat dan pelan. Kecenderungan aversi atau penghindaran pada hal yang baru ,juga merupakan intuisi alami manusia. Contohnya seperti yang terjadi ke LSM di Magetan yang disebutkan diatas. Terakhir, barang elektronik, selama kita harus beli, dan jika sudah masuk ranah anggaran kepemerintahan. Dimana saja, cenderung sangat mahal. Di Indonesia,di Amerika, bahkan di dunia, sama saja. Banyak artikel yang memuat harga tidak wajar yang dibayar pemerintah Amerika Serikat kepada para kontraktor proyek negara. Satu yang pernah saya baca, tentang harga tak masuk akal yang dibayarkan kepada pemenang tender penyediaan ransum tentara Amerika yang dulu ditempatkan di Afghanistan. Jika di Amerika yang ketat pemeriksaan penyelewengan sudah begitu, apalagi di negara-negara berkembang, yang masih rentan tindak klepromania-nya. Salah sebab MRT Jakarta baru bisa dikerjakan pada zaman Pak Jokowi jadi gubernur. Bisa ditebak apa sebabnya, bukan karena masalah dana tidak ada. Tapi karena kontraktoe luar negeri, tak ada buku kas bayangan ,kwkwk

 reskon indo

Hidup harus berubah. Jadi kalau ada yang ingin abadi, tunggu dulu. Apalagi yang bersifat sensitif dan kepentingan umum, pemungutan suara contohnya. Maka perubahan adalah keniscayaan. Kalaupun toh ingin sesuatu itu abadi, ya.... Mungkin bersifat dokumentatif. Contohnya bikin kapsul waktu. Atau cukup di potret saja. Itulah pendapat saya. Jadi e-voting kelak pasti akan masif keberadaannya

 Liam Then

Gegara ngitung duit orang, saya jadi dibikin heran, di Tiongkok yang tidak ada pemilihan umum, kok malah bikin dan jualan mesin voting elektronik. Kita disini yang sebelum pemilu serempak 2024 diputuskan. Proses pilkada di Indonesia bisa kayak makan obat , sebulan bisa sampai tiga kali, tapi kok tidak ada prakarsa atau inisiatif untuk bikin mesin voting elektronik sendiri? 

 Liam Then

Karena saya yang ngaku duluan hobi itung duit orang, rasanya bersalah jika tidak ikut hitung. Ini saya pakai harga asumsi mesin yang dipakai di India sana. Menurut Times of India , satu set EVM yang meliputi control unit ,mesin pilih, dan VVPAT, harganya 33.200 Rupee India , sekitar 6,1 jt rupiah. Mereka disana setiap TPS dipasang dua mesin. Kemudian cadangan standby untuk jaga-jaga kerusakan mesin, ditetapkan 40% untuk EVM, 20% Control Unit, 25% VVTAP. Jika 820.161 TPS kita X 2 mesin = 1.640.322 Cadangan standy ready kita pukul rata saja 30% . Berarti 1.640.322 X 140% = mesin yang di butuhkan 2.132.418 unit untuk cover seluruh TPS kita. 2.132.418 X 6,1jt (harga di India) saya dapat angka 13,007,753,460,000 Itu berapa sebutnya? 13 triliunkah? Mohon maap angka di saldo rekening tak pernah sepanjang itu. Kalo 13 triliun ternyata murah juga. Dan katanya mesin ini hanya diperkirakan bisa dipakai 2-3 kali. Juga butuh gudang penyimpanan, tenaga keamanan untuk jaga mesin. Anggaplah kita total mesin ,gudang,ongkos pegawai kita kali lima langsung. 13 triliun X 5 = 65 triliun. Minimal kita bisa pakai dua kali. Pakai sekali buang pun masih untung kalo begitu ,jika anggaran pemilu kita 102 triliun. 32 triliun kita bisa belikan mangga Kweni Mateng runtuhan untuk dibagi-bagi ke pemilih yang datang ke TPS. Biar rakyat se-Indonesia bisa rasakan nikmatnya ngemut biji mangga Kweni Mateng. Gimana skill budgeting saya Pak Mirza? 

 Mirza Mirwan

₹33.200 /set itu sebenarnya bukan harga, tetapi ongkos pembuatan -- cost bukan price. Yang mendesain adalah Komite Ahli Teknis (Technical Experts Committee) pada Komisi Pemilihan India. Pembuatannya dikerjasamakan dengan dua perusahaan elektronik: Electronic Corporation of India Ltd. dan Hyderabad and Bharat Electronics Ltd. Nah, kalau ahli kita bikin sendiri kira-kira mungkin nggak dengan ongkos Rp6,1 juta bisa membuat satu set EVM dan VVPAT? Kalau harus beli dari luar, wah urusannya jadi tambah semrawut.

 Udin Salemo

#everyday_berpantun 

Kota Padang di Ranah Minang/ 

Kini tanamo kota tacinto/ 

Pado di rantau iduik mambujang/ 

Elok di kampuang ka makan juo/ 

Iyo ole-ole di kota rajo/ 

Pancabua parang jaman ulando/ 

Alah tahun baganti maso/ 

Banyak nan indak pado nan ado/ 

Ka guo mari ka guo/ 

Ari akaik ka Balai Tangah/ 

Taragak bana ka basuo/ 

Mungkin di adiak alah barubah/ 

Enak sungguh masakan si-nyonya/ 

Karena ditambahkan sambal terasi/ 

Untuk terobosan yang dibuatnya/ 

Suprawoto layak dapat apresiasi/ 

Anak jalanan banyak ngelem/ 

Kena operasi diwaktu pagi/ 

Saya beri saran untuk el es em/ 

Pengurusnya perlu sekolahkan lagi/ 

Kayu ulin dari Sanga Ampasa/ 

Dibongkar di dermaga beting/ 

Untuk pemilu kepala desa/ 

Saya setuju pakai e-voting/

daeng romli

Suatu saat undangan pernikahan karena jauh maka undangannya difoto trus dikirim via WA maka ketika hari H nya sdh tiba sipenerima undangan memfoto uang kemudian dikirim via WA juga plus ditambah kepsen " semoga mawaddah warahmah" trus tak tanya mosok bowoanmu koyok ngono rek. Dijawab ini mengikuti era saiki cak, namanya e-bowo ealah ......

Jimmy Marta

Untuk undangan yg difoto dan dikirim via WA itu sudah jamak bbrp waktu terakhir. Untuk seimbangnya, mungkin kehadirannya boleh scr virtual...hehe..disertai e-kado , e-amplop...wkwk..

Johannes Kitono

Bupati Suprawoto layak dapat bintang. E- Voting yang dilakukannya harus di jadikan Pilot Proyek.Menurut BPS tahun 2022 ada 83.794 desa di Indonesia. Kalau secara bertahap desa-desa melakukan e- Voting dengan penghematan 60 %. Silahkan hitung berapa jembatan dan infrastruktur desa yang bisa dibangun.Lucu juga, LSM yang seharusnya moderat kok keberatan dengan e-Voting. Ingin mempertahankan cara lama.Hitung lidi dengan simbol Pisang, Kelapa dan Padi. Dengan asumsi penduduk Desa masih banyak yang Gatek. Bukankah kirim uang dengan Pos wesel sudah tinggal sejarah, digantikan BI Fast atau Transfer BCA. LSM seharusnya pelopori masyarakat desa berpikir maju kedepan. Calon Kades di monitor laptop bisa didampingi gambar Pisang, Bambu, Kelapa atau Singkong. Tinggal diklik saja dan hari itu hasilnya langsung jadi.Dan damai tidak ada sengketa kelebihan atau kekurangan suara. Selamat dan terima kasih kepada Bupati Suprawoto dengan e-Votingnya.

Mahmud Al Mustasyar

Prinsip serentak yg dimiliki DEPDAGRI harus bersamaan di hari yg sama, tidaklah salah. Tapi kan harus melihat ruang lingkupnya. Kalau ruang lingkupnya hanya Pilkades; masa harus diartikan bersamaan di seluruh kecamatan ataupun di seluruh kabupaten. Apalagi kalau diperluas, apa harus bersamaan di hari yg sama di seluruh propinsi, bahkan seluruh wilayah Indonesia ? Kan tidak harus demikian. Menurut penafsiran sy, prinsip Pak Bupati Magetan lebih tepat dalam memahami kata "serentak" dalam kontek Pilkades. Tapi apalah daya, kalau DEPDAGRI memaknai kata "serentak" dalam Pilkades harus bersamaan di hari yg sama di seluruh kabupaten; ya mau apa lagi ? Kalau nggak sami'na wa atha'na.

Handoko Luwanto

Untuk mengakomodir kerarifan lokal pada era global, saat e-voting bumbungnya diganti dengan laptop, 1 laptop mewakili 1 bumbung. Jadi pisang/kelapa/jagung sebagai tanda gambar calonnya diikatkan pada kabel listrik laptop. Selama proses pemungutan suara, kabel listrik laptop sengaja dipasang. Lalu pemilih masuk ke bilik suara sambil membawa lidi. Lidinya dipakai buat pijit tuts pada keyboard laptop. Selesai pemungutan suara, di depan para pemilih, panitia mencabut kabel listrik laptop sebagai simbol pembelahan bumbung pakai gobang. Sebelumnya sudah dipastikan bahwa baterai laptop masih berfungsi normal :-).

Jo Neca

Tahun 1988 saya wara wiri di Sempur Kaler Bogor.Saat ke WC mau BAB.Antre..Urang Sunda yang ngantre sudah kebelet banget.Teriak dia.. Atosnya..Yang di dalam menjawab.Boro2 atos.Mencret tau..Yang merasa lucu pasti tahu artinya.hihii

Fa Za

Kalau e-voting diterapkan di Jawa Barat, orang sunda pasti menyebutnya Epoting.

Er Gham

"Siapa bilang orang sunda tidak bisa bilang huruf ef. Itu mah pitnah." Hehehe.

Handoko Luwanto

Misalnya di 1 TPS disiapkan 3 laptop pada 3 bilik suara. Dari sisi hardware, laptop sebaiknya bisa touchscreen/layar sentuh. Lalu untuk keyboardnya dibikinkan cover kaku menutupi semua tutsnya, kecuali pada bagian tuts yg dipakai saja, covernya dibikin lobang. Bagi pemilih lansia, bisa manfaatkan touchscreen. Bagi pemilih umum, dimudahkan dengan tuts yang tidak tertutup cover. Dari sisi software, aplikasi e-voting ditanamkan di masing-2 laptop. Aplikasi akan otomatis meng-off-kan fitur wifi selama proses pemungutan suara. Jadi data suara pemilih disimpan di laptop untuk sementara. Begitu selesai pemungutan suara, panitia akan klik tombol khusus di aplikasi. Maka aplikasi akan meng-on-kan wifi agar terhubung ke internet lalu mengirim data suara pemilih ke server. Begitu selesai kirim, aplikasi kembali meng-off-kan wifi laptop. Di saat yang sama server akan segera menampilkan hasil perhitungan suara pada website resmi. Demi keamanan data selama proses pemungutan suara, ketiga laptop bisa juga saling dihubungkan dengan kabel LAN. Agar semua data suara pemilih terekam lengkap pada tiap laptop.

SAPARDI ST

Menurut KBBI, Serentak intu ada 7 arti, salah satunya : Bersama sama(tentang gerakan dan waktunya), mungkin DEPDAGRI berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut 

Amat K.

Saya calon murid Pak Pryadi setuju pake banget atas komentar Pak Mirza di bawah. Sistem voting elektronik murah? Murahnya berapa? Sudah siapkah SDM kita? Perangkat keras perangkat lembut (lunak) perlu biaya pemeliharaan, penggantian jika ada kerusakan. Pengadaan barang begituan rentan dikorupsi. Saya tidak percaya. Ujungnya, gagal seperti proyek KTP-E. PUN selama ini peladen (server) yang disediakan pemerintah untuk pelayanan masyarakat tidak dapat diandalkan. Sering gangguan. Ukuran pemilu, ada ratusan juta data yang perlu diolah. Penyediaan peladen yang mumpuni diperlukan biaya yang tidak sedikit. Belum lagi faktor keamanan yang belum dapat dijamin 100%. Tengoklah pengalaman Paman Sam yang kembali menggunakan kertas suara di beberapa negara bagiannya. Intinya, sesuatu yang baru belum tentu lebih baik dari yang sudah ada. Makanya saya memilih setia. Pryadi jaya! Jaya! Jaya!

laila alfina

Andaikan semua pemilihan seperti ini pasti akan menghemat pengeluaran saat pemilihan. Yaaaa...... Walaupun juka akan banyak kendala seperti kongslet, program error, atau data terkena hack. Tapi bagi sebuat kota seperti magetan itu adalah suatu perkembangan yang sangat pesat. Surabaya saja belum ada ini magetan loh. Keren banget sih bupatinya bisa menyesuaikan perkembangan zaman. Salam hangat pak dahlan dari mahasiswa baru UINSA surabaya

yulian murtadho

Dua tahun lalu pilkades di sleman uda 3-voting, serentak. Lancar ! jeleknya saya ndak bisa golput karena ndak bisa milih kedua pasangan, atau milih kotak kosong.

Jokosp Sp

Merubah sesuatu itu katanya yang paling sulit adalah "Merubah Pola Pikir". Benar juga dari kesimpulkan ini: 1. Pejabat Kementerian Dalam Negeri yang mengartikan "Serentak" itu harus dikerjakan dalam satu hari yang sama. Padahal serentak itu bisa dijabarkan dengan batasan hari, misal harus diselesaikan dalam rentang 30 hari di bulan September 2023. Yang ke 2. Masyarakat sendiri masih sulit untuk menerima perubahan atas tehnologi yang memberikan kemudahan, efisiensi, biaya lebih murah, dapat mengurangi kecurangan, dan kemudahan kontrol. Ternyata pola pikir yang tidak mau berubah ini yang menghambat kemajuan dan membebaskan dari sifat korupsi. Ohhhhhhh ngenes ternyata, pejabat saja masih suka yang manual ( yang bisa diakal-akalin?)

Udin Salemo

Disini apakah e-voting bisa dijadikan untuk pemilu legislatif, bupati/walikota, gubernur dan presiden? Sangat memungkinkan. Teknologinya tak rumit. Biaya bisa dibuat hemat. Seperti usul bupati Magetan. Masalahnya bukan pada penguasaan teknologi dan biaya. Kejujuran dan keamanan hasil pemilu e-voting itulah yang menjadi pangkal masalah. Seperti kata Pak Mirza Mirwan dibawah, kalau pakai kertas bila ada yang meragukan hasilnya tinggal dihitung ulang. Lha, pakai e-voting, kalau hasilnya meragukan? Tinggal cetak? Lha, datanya sudah dirubah oleh hacker, piye jal. Jadi mari kita pemilu dengan mempolototi kertas suara melebihi ukuran kertas koran. Btw, India dan Brazil sukses pemilu dengan e-voting. Kalau tower bts tak "dibor" oleh oknum pejabat kementrian & geng, mungkin sudah banyak pejabat kementrian dan anggota dpr yang pergi studi banding ke kedua negara itu.

Agus Suryono

E VOTING (2). "Apa jawaban kita ke rakyat dan media, jika ditanya alasan pembatalan E Voting..?". "Biar saya yang jawab ke mereka.." "Iya. Tapi apa alasan yang akan Bapak berikan ke mereka..". "Gampang. Pertama, teknologi belum andal. Kedua, masyarakat belum siap..". "Kalau ada yang protes..?" "Kita lakukan kekerasan ke dia.." "Kekerasan bagaimana..? Kan saya bisa terseret..?" "Kita lakukan kekerasan pakai 'uang'. Siapa yang gak mau uang.." ### Pak Lurah inkamben sudah nekad. Perangkat kelurahan anak buahnya "terikat". (Oleh uang "nya" juga..)

*) Dari komentar pembaca http://disway.id

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber : Disway.id

Komentar Anda