Janggalnya Penculikan - Pembunuhan Imam

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono (kiri) akan mengawal kasus dugaan penganiayaan hingga korban mati. Tersangka pelaku Praka Riswandi Manik (kanan) dkk. akan dipecat dari TNI. Bahkan, hingga dihukum mati. (FOTO: tvonenews.com)

COWASJP.COMPenculikan sekaligus pembunuhan Imam Masykur, 25, oleh tiga oknum anggota TNI dan seorang pria sipil, dianggap janggal oleh beberapa pihak. Setidaknya ada empat kejanggalan. Seolah pembunuhan itu ada yang memesan. Ini bisa jadi masukan penyidik.

***

KEJANGGALAN di kasus itu disampaikan Komandan Paspampres (2001-2003), Letjen TNI Mar (Purn) Nono Sampono kepada pers, Rabu (30/8/2023). Dikatakan begini:

"Pertanyaan besar adalah, korbannya dari Aceh. Tiga pelaku (oknum anggota TNI) juga dari Aceh. Aneh kan. Harusnya dengan latar belakang kultural satu suku, ada ikatan emosional antara mereka. Ini malah sebaliknya.”

Jumlah tersangka berkembang jadi empat orang. Selain tiga oknum TNI, ada satu tersangka pria sipil. Namanya Zulhadi Satria Saputra, kakak ipar Riswandi Malik yang anggota Paspampres. Kini Zulhadi ditahan di Polda Metro Jaya.

Nono, selain mantan Danpaspampres, juga pernah menjabat Gubernur Akademi Militer dan Danjen Akademi TNI. Ia mengaku sangat memahami pendidikan yang dibekali kepada para calon anggota TNI, sebelum bertugas.

Nono: "Tentang pendidikan anggota TNI, pendidikan mereka diberi pembekalan bukan hanya fisik, tapi juga mengenai kepribadian, mental ideologi juga tentang HAM.”

Dilanjut: "Jadi dasar utama anggota TNI adalah sumpah prajurit, sapta marga dan delapan wajib TNI. Dalam delapan wajib TNI, wajib TNI itu menolong rakyat dalam kesulitan, tidak boleh menyakiti hati rakyat.”

Pernyataan Nono bahwa tiga oknum anggota TNI semuanya berasal dari Aceh, dan korban Imam Masykur juga pemuda Aceh, selaras dengan keterangan Komandan Polisi Militer Kodam Jayakarta, Kolonel Cpm Irsyad Hamdie Bey Anwar. Ia dalam keterangan pers, Selasa (29/8) menjelaskan:
 
“Mereka ini (tiga oknum TNI) semua satu angkatan, yang latar belakangnya sama-sama orang-orang dari Aceh. mereka juga sama-sama sedang berada di Jakarta.”

Sedangkan korban Imam Masykur, seperti sudah diberitakan media massa, Imam warga Desa Mon Kelayu, Kecamatan Gandapura, Kabupaten  Bireuen, Aceh. Ia sejak Januari 2023 merantau ke Jakarta, menumpang di rumah kakak sepupu, Sayed Sulaiman di Rempoa, Tangerang Selatan. Imam bekerja menjaga toko kosmetik milik Sayed Sulaiman.

Imam diculik tiga oknum anggota TNI, Praka Riswandi, Praka HS dan Praka J, serta mobil disopiri Zulhadi Satria Saputra pada Sabtu, 12 Agustus 2023 saat korban menjaga toko kosmetik.

Sebelas hari kemudian, Rabu, 23 Agustus 2023, Imam ditemukan tidak bernyawa di sungai (tepatnya bendungan Curug) di Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Pengamat lain, Dosen Hukum Pidana Universitas Pamulang, Halimah Humayrah Tuanaya kepada pers mengatakan, kejanggalan penculikan dan pembunuhan itu pada durasi waktu antara penculikan dengan saat ditemukan mayat korban (sebelas hari).

Halimah: "Saya merasa kasus ini ganjil. Ini kasus penculikan dengan motif pemerasan, dengan meminta sejumlah uang tebusan terhadap keluarga korban. Tapi durasi waktu antara penculikan dengan pembunuhan terlalu pendek.”

Dijelaskan, penculik umumnya tidak berniat membunuh korban. Penculik butuh uang. Penculik menuntut uang tebusan. Sedangkan kata “pembunuhan” cuma gertakan, atau ancaman kosong, penculik kepada keluarga korban, agar diberi uang tebusan.

Dengan begitu, penculik akan mengulur waktu sampai keluarga korban mendapatkan jumlah uang tebusan yang diminta penculik. “Di kasus ini korban cepat dibunuh,” kata Halimah.

Lain lagi, Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel berpendapat ke wartawan, bahwa kronologi penculikan Imam itu janggal.

Reza: "Pertama, terkait investigasi. Lazimnya, sesuai misi ke-2 kejahatan, pelaku lazimnya melakukan segala upaya guna menghindari pertanggungjawaban pidana. Mulai dari upaya menghilangkan barang bukti, merusak CCTV, membangun alibi, dan menghapus jejak-jejak kejahatan."

Lha… di kasus ini, penculiknya malah merekam video kekejaman mereka menganiaya korban. Dan, rekaman itu diunggah ke medsos.

Reza: "Bahwa para pelaku melakukan hal-hal yang bertolak belakang dengan misi kedua itu, menimbulkan pertanyaan. Terkesan, mereka sengaja membuat rekaman penganiayaan itu tidak hanya untuk diperlihatkan ke keluarga korban, tapi juga untuk disodorkan ke pihak lain sebagai bukti bahwa mereka sudah 'bekerja'." 

Maksudnya, Reza menduga, pelaku disuruh orang untuk membunuh korban. Jika itu yang terjadi, kasusnya bukan penculikan. Melainkan penghilangan orang secara paksa.

Reza: “PBB mengklasifikasi penghilangan orang secara paksa, sebagai pelanggaran berat. Terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia.”

Itu sebab ia menghargai pernyataan Panglima TNI, Laksamana TNI, Yudo Margono bahwa Panglima TNI akan mengawal perkara tersebut. Dan, Panglima TNI memastikan para tersangka dihukum berat, jika terbukti sesuai tuduhan. Hukuman maksimal hukuman mati, hukuman minimal penjara seumur hidup.

Satu lagi kejanggalan kasus ini: Tuntutan tebusan Rp 50 juta. Seandainya itu dipenuhi keluarga korban, uang tersebut dibagi empat orang, rata-rata dapat Rp 12,5 juta per orang.

Penyidik sudah menyebutkan bahwa otak penculikan itu adalah tersangka Praka Riswandi Malik. Mungkin, sebagai pemimpin penculikan pembunuhan, ia dapat imbalan uang lebih banyak. Tapi, hitungan rata-rata pendapatan mereka segitu.

Sedangkan, Riswandi dan dua tersangka lain adalah anggota militer aktif, saat mereka melakukan penculikan. Artinya, mereka mempertaruhkan reputasi karir militer saat melakukan kejahatan, dengan hasil uang segitu.

Itu tidak sinkron dengan teori kriminologi yang diilhami ekonom Adam Smith, bernama Rational Choice Theory (RCT).

Raymond Boudon dalam bukunya berjudul, "Beyond Rational Choice Theory" (2003) menyatakan, semua penjahat sebelum melakukan kejahatan akan menimbang untung-rugi. Ini berlaku buat penjahat bodoh sampai yang cerdas.

Jelasnya, RCT mendalilkan, bahwa seseorang akan melakukan analisis biaya-manfaat untuk menentukan apakah suatu tindak kejahatan, pilihan tepat bagi mereka. Itu dikalkulasi sebelum mereka melakukan kejahatan. Jika dihitung-hitung keuntungan lebih besar dibanding risiko, maka kejahatan bakal dilakukan. Jika tidak menguntungkan, maka tidak dilakukan.

Tapi, betapa pun penculikan-pembunuhan Imam kini masih disidik Pomdam Jaya dan Polda Metro Jaya untuk tersangka sipil (sopir mobil penculik). Kita tunggu hasil penyidikan mereka, untuk diteruskan ke pengadilan. (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda