Santriwati Nembak, Mengapa Tidak?

Foto santriwati Ponpes Baitul Qur'an Al Jahra membawa air soft gun yang viral di media sosial. (FOTO: Dok. Istimewa - detik.com)

COWASJP.COMFoto enam santriwati berhijab pegang airsoft gun, heboh. Itu ekstrakurikuler baru Ponpes Baitul Qur'an Al Jahra, Magetan, Jatim. Lalu, polisi meredam. Akhirnya kurikulum menembak dibatalkan. Padahal, di SMP Santa Maria 2 Sidoarjo sudah ada sejak 2018.

***

SIMPANG-SIUR aturan begitu sudah biasa di Indonesia. Terutama kalau sesuatu yang disoal, viral di medsos. Foto itu awalnya diunggah Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi. 

Islah, tokoh NU yang kini banyak diundang ceramah. Biodatanya tersebar di media massa. Ia lahir di Bangkalan, Madura, 21 April 1971. Orangtuanya pasutri H Bahrawi Qarib dan Hj Faizah Zayyadi. Ia pernah mondok di Ponpes Syaichona Moch. Cholil Demangan, Bangkalan. Pendidikan terakhir lulusan Zaytuna College, Berkeley, California, Amerika Serikat. Jurusan Sejarah dan Filsafat Islam.

Unggahan Islah di Instagramnya @islah_bahrawi, isinya ada foto itu, dengan tulisan begini:

"Dari hasil telusuran pencarian gambar di Google, tangkapan gambar ini dari sekolah Baitul Qur'an di Magetan (belum terkonfirmasi). Tampak para siswi memegang senjata laras panjang dan rompi anti peluru (kemungkinan replika). Yang menjadi pertanyaan, entah jenis pendidikan apa yang diberikan kepada anak-anak kita.”

Dilanjut: "Mungkin saja pelajaran strategi dan kemampuan perang (I'dad) atau latihan fisik dengan senjata pembunuh artifisial. Tapi apa tujuannya?"

Akhirnya: "Pendidikan seperti ini bagi generasi muda hanya akan menanamkan glorifikasi perang. Alih-alih memiliki keinginan untuk memajukan agamanya melalui ilmu pengetahuan, bisa jadi generasi muda kita hanya akan berpikir tentang perang di masa depan mereka.”

Ditutup: "Anak-anakku, agama diturunkan oleh Allah bukan untuk berperang. Melainkan agar kita saling mengenal satu sama lain dengan segala perbedaan dalam penciptaan Allah atas manusia. Senjata dan perang hanya akan memundurkan peradaban. Mari majukan agama kita dengan akhlak, rahmat dan ilmu pengetahuan. Bukan dengan keahlian perang.”

Langsung viral. Tapi banyak komentar yang mengingatkan Islah, bahwa itu kegiatan ekstrakurikuler airsoft gun di sekolah. Ada juga yang menyebut Islah Bahrawi Islamophobia.

Kapolres Magetan, AKBP Muhammad Ridwan kepada pers, Sabtu (29/7) mengatakan:

"Kita sudah klarifikasi ke pihak sekolah terkait santriwatinya membawa senjata laras panjang dan rompi antipeluru.”

Dilanjut: "Senjata yang dibawa jenis airsoft gun. Itu kegiatan MPLS. Kami baru tahu setelah viral.”

MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah). Berarti semua siswa baru harus mengikuti kegiatan tersebut.

Ketua Harian Yayasan Pondok Pesantren Baitul Qur'an Al Jahra Magetan, Isgianto kepada pers menjelaskan, foto santriwati itu memang MPLS. Mengenalkan olahraga menembak dengan airsoft gun. Akan dimasukkan dalam ekstrakurikuler.

Isgianto: "Tapi melihat situasi dan kondisi (viral) maka ekstrakurikuler itu kami batalkan. Juga, pihak Polres Magetan suruh tidak melakukan kegiatan ekstrakurikuler menembak.”

Anehnya, di  SMP Santa Maria 2 Sidoarjo, Jatim, ekstrakurikuler (ekskul) menembak dengan airsoft gun sudah ada.

Guru olahraga sekaligus pembina ekskul di sana, Fandi Rachmawan kepada wartawan, Selasa, 14 Mei 2019 menjelaskan, menembak dengan airsoft gun diterapkan di sana sejak Agustus 2018.

Fandi Rachmawan: "Meski memiliki model mirip senjata aslinya, namun ini tidak berbahaya. Karena pelurunya hanya merupakan bola plastik kecil. Serta dalam ekskul ini para siswa selalu kita dampingi dan diwajibkan menggunakan alat pelindung dada (mirip rompi antipeluru polisi dan tentara) sehingga dijamin aman." 

Akhirnya: "Di dalam ekskul ini, para murid kita ajarkan berlatih menembak serta mengoperasikan unit airsoft gun. Namun bukan berarti kita mengajarkan kekerasan pada anak, justru kita ajarkan rasa kejujuran, solidaritas, serta kesetiakawanan di dalamnya."

Di penjelasan itu, ada tiga manfaat yang diharapkan: Kejujuran, solidaritas, setia kawan. Tidak nyambung dengan menembak. Karena jadinya begini: Jujur, lalu menembak. Atau, karena solider pada kawan, maka menembak musuh si kawan. Gak nyambung.

Mestinya, untuk beladiri. Atau, latihan jika kelak jadi polisi. Atau, jaga-jaga kalau-kalau suatu hari anak-anak itu berkeluarga, supaya tidak kena KDRT. 

Lebih unik lagi, di Batam, Kepulauan Riau, kegiatan itu dilarang. Terjadi pada Senin, 11 Februari 2019.

Adalah, SMK Sekolah Penerbangan Nusantara Dirgantara (SPND) Batam, waktu itu mulai menerapkan kurikulum menembak dengan airsoft gun. Lengkap dengan pelindung dada, mirip rompi antipeluru.

Tak ayal. Komisioner KPPAD (Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah) Kepri, Ery Syahrial kepada pers, Senin, 11 Februari 2019 mengatakan, berdasar hasil koordinasi tentang hal itu dengan Disdik Kepri, menegaskan, semua sekolah di bawah Kemendikbud dilarang latihan militer atau semi militer. 

Ery Syahrial: “Bagi KPPAD Kepri, sepanjang ada aturannya dan masuk dalam kurikulum, tidak masalah. Berarti sudah ada kajian sebelumnya. Sedangkan ini, menembak dengan airsoft gun, tidak ada dasar hukumnya. Sehingga rentan terjadi penyimpangan dan pelanggaran hak anak.”

Dilanjut: “Maka, kegiatan itu harus diganti. Misalnya diganti ke ekstrakurikuler yang dibolehkan kurikulum. Semua harus kembali pada aturan.”

Simpang-siur aturan. Mungkin, rumit aturan bidang pendidikan ini belum terbaca Islah Bahrawi. Terbukti dari isi unggahan di Instagram itu. Ia langsung menuju pada anggapan radikalisme.

Mungkin pula, Islah teringat Zakiah Aini, 25, yang menerobos masuk Mabes Polri, bersenjata airsoft gun pada Rabu, 31 Maret 2021 sore. Zakiah tewas dengan satu tembakan polisi, tembus ke jantung. Polri waktu itu mengumumkan, berdasar hasil penyelidikan, Zakiah merupakan lone wolf berideologi ISIS.

Namun, bebas saja Islah menulis begitu. Kebebasan berpendapat. Bahkan, unggahannya direaksi Kapolres Magetan dengan cepat. Setidaknya, unggahan Islah jadi antitesis radikalisme, yang memang hidup di Indonesia sampai sekarang.

Fokus tulisan ini bukan radikalisme. Melainkan viral. Sesuatu yang viral, selalu direaksi cepat polisi. Terlalu cepat. Tanpa cek, bahwa di sekolah Sidoarjo, ada dar-der-dor sejak 2018.

Peraturan soal kurikulum menembak simpang-siur, polisi bertindak terburu-buru. Sudah klop. (*)

Pewarta : -
Editor : Slamet Oerip Prihadi
Sumber :

Komentar Anda